Tinta Media -- Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengatakan, ada persoalan serius dalam tata kelola penyelenggaraan haji.
“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebelumnya sudah mengingatkan ada persoalan serius dalam hal tata kelola penyelenggaraan ibadah haji Indonesia,” ucapnya dalam video: Biaya Haji Diusulkan Naik 105 Juta, Tak Wajar dan Kemahalan, di kanal Youtube Justice Monitor, Kamis (16/11/2023).
Ia menjabarkan, KPK turut menengarai penempatan dan investasi dana haji tidak optimal sehingga perolehan nilai manfaat dana haji jauh lebih kecil daripada yang seharusnya bisa didapat.
“Temuan KPK itu seharusnya jadi perhatian serius yang perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah sehingga Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) perlu diaudit khusus untuk mengetahui posisi keberlanjutan pengelolaan dana haji ke depannya,” tandasnya.
Seluruh jalur investasi dan penempatan dana haji ini, ucapnya, mestinya diaudit khusus terlebih dahulu. Termasuk audit khusus kepada BPKH untuk mengetahui posisi sustainabilitas pengelolaan dana haji ke depannya,” jelasnya.
Apalagi Agung menilai, jumlah jemah haji Indonesia terbesar ini di dunia. “Dengan jumlah jemaah haji yang besar jika dikelola dengan benar mestinya akumulasi dana haji yang terkumpul bisa mendatangkan nilai manfaat yang besar untuk jemah haji kita, bukan malah mendatangkan nilai manfaat untuk pihak lain sebagaimana yang ditengarai oleh KPK,” bebernya.
Ia berharap, tidak ada kapitalisasi dan korupsi dalam hal pelayanan publik yang terkait urusan haji.
“Dan ini juga termasuk urusan rakyat. Dalam masalah ibadah penguasa seharusnya menjadi pelayan rakyat. Jangan sampai menjadi seperti pengusaha yang mempertimbangkan aspek manfaat dengan perhitungan untung rugi termasuk dalam penyelenggaraan ibadah haji,” ujarnya.
Menurut Agung, kapitalisasi haji ini berbahaya, sebab menjadikan semua aset yang dimiliki dalam penyelenggaraan haji sebagai barang modal yang harus mendatangkan keuntungan demi meningkatkan kekuatan-kekuatan yang menguntungkan para kapital.
“Ini sangat ngeri dan seharusnya tidak dilakukan seperti itu, harusnya fokus pada pelayanan yang optimal,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun