Gelombang PHK Merebak, Bagaimana Harus Bertindak? - Tinta Media

Kamis, 02 November 2023

Gelombang PHK Merebak, Bagaimana Harus Bertindak?



Tinta Media - Badai PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) tak berhenti hingga kini. Keberadaannya kian merebak seiring informasi resesi ekonomi yang dikabarkan akan berjalan seusai COVID-19. Berbagai kalangan masyarakat khawatir tak dapat memenuhi kebutuhan hidup, mengingat harga pangan semakin tinggi dan harus berhadapan dengan persaingan ekonomi yang semakin sengit.
Alih-alih ingin bertahan, hidup malah kian terhimpit.

Dari data terbaru PHK di berbagai perusahaan diketahui bahwa Indukan Facebook, META kembali mengumumkan PHK. Pemecatan dilakukan pada Rabu (05/10/2023) terhadap unit divisi reality labs yang berfokus pada pembuatan silikon khusus atau dikenal dengan FAST. 

Tak hanya itu saja, bahkan dilansir dari Jakarta, CNBC Indonesia (6/10/2023), ribuan buruh industri tekstil dilaporkan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), bahkan yang terbaru ada 6 perusahaan yang kembali melakukan PHK, di antaranya: PT Mulia Cemerlang Abadi di Kabupaten Tangerang yang tutup dan melakukan PHK total 2.600 pekerja, PT Lucky Tekstil di Kota Semarang dengan PHK 100 pekerja, PT Grand Best di Kota Semarang dengan PHK 300 pekerja, PT Delta Merlin Tekstil I Duniatex Group di Kabupaten Karanganyar (Jawa Tengah) dengan PHK 660 pekerja, PT Delta Merlin Tekstil II Duniatex Group dengan PHK 924 pekerja, PT Pulaumas Tekstil di Jawa Barat yang merumahkan 460 pekerja. Dari angka itu, tercatat total PHK sebanyak 4.584 pekerja, sedangkan 460 pekerja lainnya menunggu nasib saat dirumahkan. 

Hal ini terjadi karena berbagai faktor, mulai dari tak mampu bertahan di tengah serbuan produk impor yang harganya lebih murah, hingga anjloknya kinerja ekspor karena berkurangnya order, bahkan sampai tidak ada order. 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan bahwa maraknya penjualan pakaian impor murah yang tengah digandrungi masyarakat hari ini lewat e-commerce merupakan salah satu bentuk penjajahan ekonomi di Indonesia, mengingat 90% barang murah di e-commerce berasal dari produk impor. Pakaian impor tersebut bisa berharga murah karena praktik predatory pricing alias jual rugi yang dilakukan demi membunuh pesaing. 

Hal ini merupakan strategi ampuh untuk menarik pelanggan dengan cara memberi harga terendah di awal, kemudian memberi rasa kepercayaan, kenyamanan, memunculkan loyalitas, dan akan berefek pada ketergantungan. 

Melihat hal ini, pemerintah tengah berupaya melepaskan diri dari penjajahan ekonomi tersebut,  yaitu dengan cara:

Pertama, menyiapkan talenta digital untuk melindungi kedaulatan digital Indonesia. Talenta ini diperlukan karena menurut data Jokowi, ada data 123 juta konsumen di Indonesia yang terekam di aplikasi buatan negara lain sehingga harapannya, perilaku masyarakat itu bisa di-detect dengan sangat akurat. 

Kedua, menyiapkan dan mengeluarkan sejumlah aturan terkait penggunaan produk dalam negeri. 

Ketiga, menyiapkan peta jalan dan infrastruktur digital. Strategi tersebut diharapkan akan bisa mengurangi laju penjajahan ekonomi secara jitu. 

Namun, kenyataannya memang sulit direalisasikan oleh masyarakat yang sudah terpapar budaya konsumtif di tengah sistem kapitalisme yang kian akut. Gaya hidup hedonis mendorong agar setiap individu masyarakat mampu memenuhi kebutuhan hidup yang serba gemerlap dengan cepat dan instan. Apalagi, sistem kapitalis memperlihatkan bahwasanya kebahagiaan diukur dengan materi. Alhasil, setiap orang menginginkan pemenuhan materi menjadi barang yang wajib bin kudu diperoleh dengan banyak, cepat, dan instan pula.

Semua ini menyangkut penerapan sistem ekonomi yang tengah diterapkan, baik di tingkat lokal maupun global, yaitu sistem ekonomi kapitalis. Di sistem kapitalis ini pula gambaran kaya semakin kaya, miskin makin miskin, terlihat begitu jalas adanya. Bisa kita rasakan bahwa pemenuhan kebutuhan semakin hari semakin mahal, tidak berimbang dengan pendapat yang kita peroleh setiap bulan. Kebutuhan berkaitan hak hidup seperti pendidikan dan kesehatan ikut dikomersialkan. Semakin bertambah-tambah beban kehidupan.

Apalagi nilai mata uang yang tak bisa stagnan di sistem kapitalis menjadi pelengkap dari keruwetan yang ada. Dalam sistem kapitalis pulalah industri dibangun dengan modal yang berbasis saham, bursa efek, dan ribawi yang berefek pada laju inflasi ekomoni yang tak terkendali. Belum lagi lapangan pekerjaan yang minim dibandingkan pertumbuhan usia produktif yang terus ada dari tahun ke tahun. Sehingga, kita bisa melihat bahwa dari sistem ekonomi kapitalis tidak tercipta kestabilan ekonomi, baik secara lokal maupun global. 

Hal ini berbeda dengan adanya penerapan kestabilan ekonomi Islam yang senantiasa mewajibkan negara untuk menjamin kesejahteraan rakyat dengan berbagai mekanisme aturan di dalamnya. Di antaranya adalah dengan melakukan penetapan undang-undang praktik ribawi yang akan diterapkan, yaitu dengan melarang adanya investasi yang berbentuk saham, obligasi, dan semua yang berbau ribawi.

Hal ini dapat menekan laju inflasi. Tak hanya itu saja, penerapan sistem moneter emas dan perak dan berbagai kebijakan sesuai dengan syariah lainnya juga diterapkan. Iklim usaha yang efektif dalam membentuk kekuatan industri dalam negeri juga akan diperkuat.

Strategi selanjutnya, negara memiliki proyek-proyek mengelola kepemilikan umum yang tidak boleh diprivatisasi dan harus didistribusikan ke rakyat. Adapun kepemilikan umum, yaitu sumber daya alam yang berlimpah dimanfaatkan agar mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar dan membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Sumber daya yang termasuk kepemilikan umum hanya boleh dikelola oleh negara yang menerapkan aturan Islam secara keseluruhan.

Fokus negara yang menerapkan Islam adalah memenuhi kebutuhan logistik dan strategis, sadangkan industri tekstil boleh dilakukan oleh perseorangan.  Jika perseorangan membutuhkan modal, negara akan membantu dengan meminjami lewat baitul mal tanpa adanya bunga pinjaman, bahkan bagi rakyat yang ingin berbisnis, akan diberikan modal secara cuma-cuma karena negara sudah memiliki pemasukan yang berlimpah dari perusahaan yang mengelola SDA yang juga berlimpah. Kebutuhan hidup yang mendasar seperti pendidikan dan kesehatan bagi setiap rakyat digratiskan dan dimudahkan untuk mengaksesnya. Sehingga, tak ada lagi kekhawatiran rakyat mengenai badai PHK yang berlapis-lapis.

Kemudahan ini hanya akan terwujud jika ada negara yang menerapkan sistem Islam secara keseluruhan dalam sistem kehidupan bernama khilafah islamiyah. Wallahua'lambissawab.

Oleh: Wilda Nusva Lilasari S.M
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :