BLT dan Bantuan Beras, Solutifkah? - Tinta Media

Kamis, 09 November 2023

BLT dan Bantuan Beras, Solutifkah?



Tinta Media - Bupati Bandung, Dadang Supriatna menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp200 ribu per orang kepada 10.398 penerima. Bupati juga memberi beras cadangan pemerintah sebanyak 6.422 ton untuk 214.070 kepala keluarga penerima manfaat (KPM), di 31 kecamatan se-Kabupaten Bandung, Senin ( 16/10/2023) lalu.

Anggaran bantuan ini bersumber dari dana hasil cukai tembakau (DBHCT) sebesar Rp2.079.600.000 yang diterima oleh pemerintah Kabupaten Bandung. Dana ini dialokasikan untuk berbagai program pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, termasuk program BLT, yang tujuannya untuk membantu masyarakat yang membutuhkan, terutama dalam menghadapi situasi ekonomi yang sulit seperti sekarang.

Program BLT dan bantuan beras diharapkan mampu mengurangi keadaan sulit yang dihadapi masyarakat akibat melonjaknya harga kebutuhan pokok, seperti beras, telur, sayuran, kenaikan BBM,  dan kebutuhan lainnya, juga akibat  kemarau yang berkepanjangan, yang memengaruhi produksi pangan. 

Masyarakat semakin terhimpit masalah ekonomi karena biaya hidup yang semakin tinggi,  sedangkan pendapatan tetap, bahkan berkurang. Apalagi di tengah lesunya iklim usaha akibat resesi yang melanda dunia, banyak buruh yang dirumahkan alias di-PHK, di tengah lapangan pekerjaan yang semakin sempit.

Yang berbisnis pun banyak yang mengeluh karena keuntungan  mereka semakin sedikit. Mereka kalah bersaing dengan produk dan pengusaha luar yang bebas masuk dalam bisnis pasar dan perdagangan di Indonesia. Sistem pasar bebas dan UU Omnibus Law yang diterapkan, serta kebijakan liberal dan kapitalistik, menjadikan rakyat semakin sengsara, menimbulkan kemiskinan ekstrem yang terjadi di berbagai wilayah negeri ini. Sementara para pemodal besar, lokal, asing, dan aseng, semakin diuntungkan.

Solusi yang diberikan oleh pemerintah dalam mengatasi kemiskinan ekstrem, yaitu dengan menjalankan program BLT dan bantuan beras kepada rakyat telah terbukti gagal. Fakta menunjukkan bahwa BLT dan program sosial lainnya sering tidak tepat sasaran dan hanya untuk sebagian kecil rakyat, sedangkan yang terdampak adalah semua masyarakat. 

Selain itu, bantuan yang diberikan tidak mencukupi, bahkan hanya bersifat sementara, sedangkan masalah kemiskinan justru semakin meningkat. Hal tersebut terjadi juga karena solusi yang diberikan bersifat pragmatis dan tidak menyentuh akar masalah. Lalu, apakah akar masalahnya?

Sesungguhnya negeri ini diatur oleh sistem kapitalisme-sekularisme, yang menjadikan aturan manusia sebagai standar undang-undang, termasuk dalam mengatur perekonomian yang liberal (bebas). Salah satunya adalah terkait pengelolaan SDA. Aturan ini melegalkan swasta (individu atau kelompok), baik lokal atau asing-aseng dalam mengelola SDA, sehingga kekayaan alam dikuasai oleh mereka dan tidak dirasakan oleh rakyat. Para kapitalis inilah yang pada akhirnya menguasai perekonomian dari hulu hingga hilir, termasuk dalam mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat.

Untuk lebih menguatkan posisi mereka, para kapitalis menempatkan negara sebagai regulator, yaitu hanya berperan sebagai penyambung kebijakan yang  diprivatisasi para kapitalis, sehingga semakin mulus dalam meraih kepentingan mereka dalam seluruh ranah kehidupan.

Para kapitalis tidak mempedulikan dampak yang ditimbulkan oleh kerakusan mereka. Yang mereka pedulikan adalah meraih keutungan sebesar-besarnya, dengan modal sekecil-kecilnya. Akibatnya, timbul kesenjangan sosial di tengah masyarakat, yang miskin semakin miskin, yang kaya semakin kaya, sehingga hidup rakyat semakin miskin dan sulit.

Oleh karena itu, solusi dalam menyelesaikan masalah ekonomi dan kemiskinan saat ini adalah, mengganti sistem yang jelas telah gagal dalam menyejahterakan rakyat, yaitu sistem kapitalisme-sekularisme, diganti dengan sistem Islam yang sahih dan sempurna.

Terkait dalam hal pengaturan ekonomi, Islam telah menggariskan, di antaranya:

Pertama, terkait nafkah. Dalam upaya pemenuhan kebutuhan manusia, Islam mewajibkan laki-laki sebagai pencari nafkah. Negara menyediakan lapangan pekerjaan bagi mereka.

Kedua, terkait kepemilikan, Islam memiliki konsep yang tangguh, dengan membagi kepemilikan menjadi 3, yaitu: 

1. Kepemilikan individu 
2. Kepemilikan negara
3. Kepemilikan umum, salah satunya adalah SDA yang secara umum dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhan mereka, baik kebutuhan pokok maupun mendasar, semisal pendidikan, dan pelayanan kesehatan. 

Jaminan pemenuhan kebutuhan hidup diberikan secara merata, baik kaya ataupun miskin untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial yang dapat memicu konflik. 

Selain itu, negara akan mengawasi berlangsungnya jual beli, dan memberikan sanksi bila ada yang curang, menimbun, memonopoli harga dan barang, dengab sanksi yang tegas. Harga komoditas di pasaran sesuai syariah yang menjamin harga wajar berdasarkan mekanisme pasar yang berlaku. 

Negara juga akan menjamin distribusi komoditas yang lancar di seluruh wilayah, sehingga dapat memudahkan rakyat dalam memperolehnya.

Selain itu, negara tidak akan memberikan kebebasan kepada para kapitalis untuk menguasai SDA. 

Semua itu dapat berjalan jika sistem ekonomi Islam ditopang oleh penerapan Islam kaffah oleh negara khilafah, sehingga mampu memberikan solusi tuntas dalam menghadapi permasalahan apa pun, termasuk masalah ekonomi, hingga terwujud kesejahteraan rakyat, hingga Islam menjadi rahmatan lil aalamin. Wallahu alam bis  shawab.

Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :