Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) mewakili para tokoh dari berbagai disiplin ilmu membacakan Press Release Tokoh Peduli Rempang.
“Tokoh peduli Rempang menyatakan, pertama, tindakan pemerintah mengusir penduduk pulau Rempang adalah tindakan zalim luar biasa yang sama sekali tidak boleh dilakukan,” tuturnya dalam video: Press Release Tokoh Peduli Rempang, di kanal UIY Official, Rabu (4/10/2023).
Ia melanjutkan, salah satu tujuan penting dari adanya negara adalah guna melindungi harkat martabat jiwa dan harta rakyatnya. Apalagi penduduk di pulau itu telah ada jauh sebelum negeri ini merdeka.
“Karena itu negara ini harus melindungi penduduk di sana, bukan malah digusur dengan alasan bahwa penduduk di situ tidak memiliki legalitas,” tandasnya.
Layak dipertanyakan pula, ucapnya, atas dasar apa korporasi swasta diberi hak penguasaan lahan di pulau itu. Bila hak itu didapat dari pemerintah mengapa pemerintah tidak memberikan hak kepada penduduk di pulau itu yang telah nyata ada secara turun-temurun di sana, bahkan jauh sebelum negeri ini merdeka.
“Kedua mendesak kepada pemerintah untuk membatalkan proyek Rempang Eco City karena proyek ini sarat masalah. Apalagi setelah terungkap sejumlah kebohongan publik. Sebelumnya dinyatakan bahwa Xin Yi grup asal Cina adalah perusahaan kaca terbesar di dunia, nyatanya bukan. sebelumnya juga dikatakan bahwa BP Batam telah mendapatkan hak pengelola lahan, nyatanya menurut menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) bahwa hak pengelolaan lahan Pulau Rempang untuk BP Batam masih dalam proses. Artinya BP Batam belum ada hak,” paparnya.
Menurutnya, untuk pembangunan pabrik kaca itu sesungguhnya hanya diperlukan lahan ratusan hektar saja, tapi mengapa harus diakupasi seluruh pulau Rempang yang luasnya lebih dari 17.000 hektar. “Untuk apa sebenarnya lahan seluas itu?” tanyanya.
Ia menambahkan, terungkap pula spekulasi bahwa di balik proyek ini ada kepentingan bisnis pribadi sejumlah pejabat tinggi negara yang didomplengkan kepada PSN (Proyek Strategis Nasional).
“Ketiga, kasus Pulau Rempang dan ribuan kasus agraria serupa di berbagai tempat di seluruh Indonesia, serta berbagai regulasi dan kebijakan pemerintah yang sangat kapitalistik membuktikan bahwa negeri ini telah jauh terperosok pada apa yang disebut korporatokrasi,” bebernya.
Dalam korporatokrasi, lanjutnya, bukan rakyat yang berdaulat, tapi pemilik modal. Dengan kekuatan modalnya para oligark mempengaruhi arah penyusunan regulasi dan arah kebijakan pemerintah seperti dalam kasus Pulau Rempang dan juga kasus-kasus di tempat lain.
“Bila keterperosokan ini tidak segera dihentikan, rakyat di negara yang mayoritas muslim ini akan makin menderita, sementara segelintir orang justru makin kaya raya,” tandasnya.
Keempat, sebutnya, semua fakta di atas membuktikan bahwa sistem sekuler liberal kapitalistik sangatlah berbahaya bagi masa depan kehidupan bangsa dan negara.
“Tak ada jalan lain bila diinginkan kebaikan bagi masa depan masyarakat dan negara ini haruslah diatur dengan sistem yang baik yang berasal dari Dzat Yang Maha Baik itulah Allah Swt.,” yakinnya.
Dengan penerapan syariah secara kafah di bawah naungan Daulah Khilafah, terangnya, diyakini kegiatan ekonomi termasuk kegiatan investasi, pemanfaatan lahan dan perlakuan terhadap rakyat juga kegiatan di bidang lain akan bisa diatur dengan sebaik-baiknya sebagaimana bisa dibuktikan secara empiris dan historis.
“Tanpa penerapan syariah secara kafah apalagi dibawah korporatokrasi , kezaliman, ketidakadilan dan kesengsaraan, pasti akan terus terjadi. Hal ini tidak boleh dibiarkan terus menerus terjadi,” jelasnya.
Kelima, sambungnya, oleh karena itu diserukan kepada seluruh umat Islam, utamanya para ulama, tokoh masyarakat, para cendekiawan, pelajar, mahasiswa, kaum buruh, petani, aparat dan lainnya untuk berjuang bau-bau bagi tegaknya syariah secara kafah dalam naungan Daulah Khilafah.
“Hanya dengan cara itu saja kerahmatan Islam berupa keadilan, kesejahteraan, kedamaian dan kebaikan lainnya bagi seluruh alam atau rahmatan lil ‘alamin serta terwujudnya negara yang baik yang penuh ampunan (baldah thayyibah warobul ghafur) akan bisa diwujudkan secara nyata,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun