Tawuran Menciptakan Generasi Cemas, Bukan Emas - Tinta Media

Sabtu, 14 Oktober 2023

Tawuran Menciptakan Generasi Cemas, Bukan Emas

Tinta Media - Kasat Reskrim Polrestabes Medan, Kompol Teuku Fathir Mustafa mengatakan, beberapa remaja terlibat tawuran di Jalan Sisingamangaraja Kota Medan dan sudah diamankan. Mereka adalah 4 pelajar dari berbagai sekolah. Namun, dari hasil pemeriksaan tersebut ada beberapa pelajar yang berhasil melarikan diri. 

Para pelajar yang tertangkap masih dalam pemeriksaan dan belum dijadikan sebagai tersangka. Mereka terlibat baku hantam dengan menggunakan kayu, batu, dan senjata tajam, dan masih menggunakan seragam sekolah.

Dari serangan tersebut, ada dua pelajar yang terluka dan dirawat di rumah sakit. Tidak hanya itu, penyerangan juga menyasar kendaraan yang terparkir di tengah jalan hingga mengakibatkan lalu lintas macet. (medan.tribunnews.com, 31/08/2023) 

Sungguh miris melihat pola tingkah pemuda zaman sekarang. Mereka pamit untuk pergi ke sekolah, menuntut ilmu agar bisa menjadi orang yang berguna bagi keluarga dan masyarakat. Namun sayang, mereka bukan pergi ke sekolah untuk belajar dengan rajin dan menyimak penjelasan guru, tetapi justru melakukan tawuran dengan menggunakan senjata tajam. Mereka saling serang seperti sedang memperagakan adegan gangster di film-film. 

Memang budaya tawuran antarsekolah ini seperti sudah diwariskan dari generasi ke generasi. Inilah yang membuat tawuran pelajar layaknya rantai yang sulit untuk diputuskan. Apa sebenarnya yang membuat mereka melakukan tindakan yang buruk ini? 

Pangkal Kerusakan Remaja

Awal dari kerusakan remaja adalah karena krisis identitas. Pelajar gagal memahami hakikat untuk apa dia diciptakan di dunia dan mereka bingung menghabiskan masa muda untuk apa. 

Seharunya, masa muda dihabiskan untuk hal-hal yang bermanfaat, tetapi malah disisi dengan kegiatan yang buruk, seperti tawuran. Tidak hanya itu, mereka juga tidak mampu mengontrol amarah dan emosi yang merupakan manifestasi dari naluri mempertahankan diri (gharizah baqa').

Rupanya, asas sekularisme sudah memengaruhi diri mereka, yaitu hidup sekehendak hati tanpa membawa agama atau memisahkan agama. 

Kasus tawuran ini bukan semata membicarakan jiwa muda yang menyala-nyala. Memang secara fisik, mereka terlihat dewasa, tetapi jiwa dan kepribadian mereka masih jauh dari kata dewasa. Mereka dengan mudahnya ikut-ikutan dalam melakukan keburukan demi untuk meraih eksistensi diri.

Remaja pun tidak paham bahwa apa yang mereka lakukan adalah perbuatan dosa, yang nantinya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Selain itu, tercatat bahwa pelajar yang terlibat tawuran ini adalah anak yang suka bolos dan berbuat onar dalam lingkungan kehidupan.

Sistem yang diterapkan negara juga memengaruhi tingkah laku individu yang ada di negara tersebut. Kita ketahui bahwa sistem negara ini menggunakan asas kapitalisme yang menjadikan pendidikan berfokus pada pencapaian nilai akademi di atas kertas, tetapi abai pada pembinaan kepribadian para pelajar. 

Agama sudah di minimalisir, bahkan akan dihapuskan dalam pendidikan formal. Selanjutnya, definisi sukses bagi kapitalisme adalah tercapainya materi sebesar-besarnya. Maka, tidak heran, banyak guru mata pelajaran yang sibuk mengarahkan pelajar untuk membuat produk atau konten, bahkan mengarahkan remaja untuk andil dalam e-sport.

Solusi Problem Tawuran

Nampaknya, penguasa gamang dalam penyelesaian kasus tawuran pelajar. Para pelaku hanya sekadar diberikan pembinaan, lalu dilepaskan tanpa memberikan efek yang jera. Alasan dibuatnya aturan yang tidak mampu memberikan efek jera adalah karena mereka masih anak-anak yang belum berusia 18 tahun. Akibatnya, negara tidak bisa memberikan hukuman yang tegas. 

Dari sini jelas bahwa sistem kapitalisme bukan hanya sekadar gagal dalam menyelesaikan berbagai kasus, termasuk masalah tawuran, melainkan justru membuat masalah baru.

Lalu bagaimana seharusnya menyelesaikan masalah tawuran ini? 

Pertama, Islam akan membentuk karakter pelajar yang baik melalui pendidikan berbasis Islam, ditambah dukungan orang tua untuk mendidik anak, mengajarkan kepada mereka tentang pembentukan keimanan yang kuat agar dia paham untuk apa dia diciptakan. 

Kedua, lingkungan masyarakat yang positif, saling mendukung antartetangga, adanya pengontrolan tingkah laku pelajar agar mereka tahu batasan halal dan haram. 

Ketiga, negara dengan sistem Islam (Khilafah) akan membentuk kepribadian pelajar melalui kurikulum pendidikan yang berakidah Islam. Pelajar tidak hanya pandai dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga sekaligus mahir dalam ilmu agama (akhirat). 

Para pelajar akan menghabiskan waktunya untuk menggapai rida Allah. Mereka akan menjadi ulama, ilmuwan, mujahid, mujtahid, pemimpin yang taat kepada Allah, dan dapat berkontribusi dalam kejayaan Islam. 

Rasulullah bersabda, 

"Ada tujuh golongan yang dilindungi Allah dalam naungan-Nya pada hari itidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yakni imam yang adil, seorang pemuda yang menyibukan dirinya dengan beribadah kepada Allah."(HR.Bukhari)

Islam juga memiliki hukum yang tegas bagi pelanggar syariat yang terkategori usia baligh, yaitu mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatan di hadapan Allah. 

Jika remaja terbukti melakukan tindakan kriminal, maka mereka harus dihukum sesuai dengan syariat. Dengan demikian, penerapan sistem Islam akan mampu menyelesaikan masalah tawuran secara sempurna. Para pemuda atau remaja akan menjadi generasi emas bukan cemas. Wallahu'alam bisshawwab.

Oleh: Okni Sari Siregar, S.Pd.
Sahabat Tinta Media


Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :