Tinta Media - Dugaan korupsi di jajaran menteri kembali terjadi. Dilansir dari tirto.id bahwa Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) tengah menjadi sorotan dugaan korupsi. Dugaan tersebut diperkuat ketika Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menggeledah rumah dinas Syahrul dan kantor kementan, kemudian tim penyidik pun menemukan dokumen, sejumlah uang senilai miliaran rupiah, dan 12 pucuk senjata api. (Kamis 05/10/2023).
Dari tahun ke tahun, ada saja pejabat publik yang ditangkap oleh KPK atas dugaan korupsi. Pemerintah telah gagal dalam memberantas korupsi, bukan nya berkurang justru semakin bertambah. Meningkatnya kasus korupsi menjadi masalah bagi pemerintah untuk memberantas korupsi sehingga upaya-upaya yang dilakukan tidak juga menemukan solusi.
Fenomena korupsi di negeri ini dianggap menjadi hal biasa, karena sistem pemerintahan saat ini belum mampu menciptakan masyarakat yang bersih dari korupsi. Bahkan, seolah-olah sudah menjadi budaya di masyarakat, bisa dikatakan mengakar pada sistem pemerintahan secara umum.
Gerakan anti korupsi belum menjadi gerakan bersama. Gerakan anti korupsi hanya secara parsial, tidak secara menyeluruh sampai ke akar-akarnya.
Pemberantasan korupsi di negeri ini hanya ilusi. Tindakan pemerintah tidak dilakukan secara sistematis untuk mengatasi korupsi secara tuntas. Pembentukan KPK pun tak mampu menghentikan gerak korupsi, sehingga kasus korupsi masih terus ada.
Beberapa faktor yang mendorong individu melakukan tindakan korupsi, bisa karena faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal bisa berupa sifat tamak/rakus, gaya hidup konsumtif, dan moral yang kurang kuat.
Sedangkan faktor ekternal di antaranya adalah politik. Hal ini karena politik merupakan sarana untuk melakukan korupsi. Ada juga faktor hukum karena. Hal ini disebabkan karena lemahnya penegak hukum serta sifat hukum yang tidak tegas. Selain itu, ada juga faktor ekonomi. Ketika pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya, maka dengan mudah mereka melakukan korupsi agar terpenuhi kebutuhan tersebut.
Masalah korupsi butuh solusi secara tuntas dengan cara pencegahan. Namun, sistem demokrasi, kapitalisme, sekulerisme tidak mampu mencegah secara tuntas.
Berbeda jika sistem Islam diterapkan. Islam mengharamkan tindak korupsi. Banyak ataupun sedikit, tetap akan mendapatkan sanksi yang tegas sebagimana sabda Rasulullah saw.
“Siapa saja yang kami beri tugas melakukan sesuatu pekerjaan dan kepada dia telah kami berikan rezeki (gaji), maka yang diambil oleh dia selain itu adalah kecurangan (ghulul).” (HR Abu Dawud)
“Barang siapa melakukan ghulul, maka ia akan membawa barang ghulul itu pada hari kiamat.” (HR At-Tirmidzi)
Korupsi termasuk ghulul, baik mengambil harta yang bukan haknya dari uang negara, risywah (suap menyuap), atau hadiah untuk pejabat dan keluarganya.
Rasulullah saw. bersabda,
“Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur.” (HR Ahmad)
Islam juga memiliki mekanisme mencegah terjadinya korupsi. Melalui sistem pendidikan Islam, negara akan menjadikan masyarakat menjadi betakwa. Untuk para pejabat, akan diseleksi dari orang-orang yang bertakwa. Negara juga akan melakukan perhitungan harta pejabat sebelum menjabat dan sesudahnya.
Penerapan kebijakan nya bersumber dari Al-Qur'an, assunah, qiyas dan ijma sahabat sehingga pelaku korupsi tidak hanya dipenjara, tetapi akan dikenakan sanksi potong tangan.
Rasulullah saw. bersabda,
“Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Oleh: Nasiroh (Aktivis Muslimah)