Tinta Media - Sobat. Ada seorang murid bertanya pada ulama, berkata,” Kenapa kami mendengarkan nasehat tetapi tidak dapat melaksanakannya dan gimana agar ilmu kami manfaat?” Jawab seorang ulama itu, “ Karena terhalang oleh lima faktor :
1. Allah SWT telah memberi nikmat kepadamu, tapi engkau tidak pandai bersyukur.
2. Setiap engkau berbuat dosa tidak cepat-cepat istighfar.
3. Setiap bertambah ilmu, tidak segera engkau amalkan ( Tidak suka mengamalkannya)
4. Engkau berkumpul dengan orang sholeh, tetapi tidak pandai mengambil suri tauladan darinya.
5. Setiap engkau menguburkan orang mati, tapi engkau tidak pandai mengambil I’tibar darinya.
Sobat. Diriwayatkan oleh Ikrimah bahwa Ali bin Aib Thalib berkata, “ Jagalah lima hal yaitu; Seorang hamba tidak boleh takut kecuali kepada dosanya dan tidak boleh berharap kecuali kepada Tuhannya, orang bodoh tidak boleh malu untuk bertanya, ketika orang berilmu tidak tahu, maka dia tidak boleh malu untuk berkata,” Allah Yang Maha Mengetahui.” Kedudukan kesabaran pada Iman itu seperti kedudukan kepala pada badan. Tiada kebaikan dalam badan yang tidak ada kepalanya, dan tidak ada iman bagi orang yang tiada kesabarannya.”
Sobat. Husain bin Ali berkata,” Wahai anakku, jika engkau duduk bersama orang berilmu, maka hendaklah lebih bersungguh-sungguh untuk mendengarkan daripada berkata. Belajarlah mendengarkan dengan baik sebagaimana engkau belajar diam dengan baik. Janganlah memotong pembicaraan siapa pun, meskipun lama, sebelum dia berhenti.”
Sobat. Al-Ghazali menasihatkan kalau kita ingin berkah, manfaat hidup kita menuju kesempurnaan ibadah maka jagalah perutmu dari perkara haram dan syubhat, kemudian menjaganya dari perkara halal yang berlebihan. Hal itu harus kau lakukan jika kau benar-benar menginginkan kesempurnaan ibadah.
Sobat. Keharusan menjaga perut dari barang haram dan syubhat dilandasi oleh tiga alasan :
Pertama. Takut kepada neraka jahannam. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang diharamkan, maka neraka lebih utama baginya.”
Kedua. Pemakan barang haram dan syubhat akan dijauhkan dari kebaikan dan tidak akan mendapat taufik hidayat ( Bimbingan dan pertolongan ) untuk beribadah.
Muadz ar-Razi seorang ahli tarekat abad ke-1 H berkata, “ Ketaatan itu tersimpan di dalam khasanah penyimpanan Allah SWT. Kuncinya adalah doa dan gerigi kunci itu adalah perkara halal. Apabila kunci itu tidak bergerigi, pintu khasanah tidak akan terbuka. Jika pintu khasanah itu tidak terbuka, lantas bagaimana mungkin seseorang akan mendapatkan harta karunnya yang berupa ketaatan?!
Ketiga. Pemakan barang haram dan syubhat akan terhalang untuk berbuat baik. Kalau pun ternyata orang itu melakukan amal kebaikan, perbuatannya itu akan tertolak dan kebaikannya tidak akan diterima. Sehingga dia tidak mendapatkan apa-apa dari perbuatannya itu melainkan hanya kelelahan, kesusahan, dan waktu yang terbuang sia-sia. Abdullah bin abbas berkata ra, “ Tidak diterima sholat seseorang yang di dalam perutnya terdapat sesuatu yang haram.”
Allah SWT berfirman :
وَيَوۡمَ يُعۡرَضُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ عَلَى ٱلنَّارِ أَذۡهَبۡتُمۡ طَيِّبَٰتِكُمۡ فِي حَيَاتِكُمُ ٱلدُّنۡيَا وَٱسۡتَمۡتَعۡتُم بِهَا فَٱلۡيَوۡمَ تُجۡزَوۡنَ عَذَابَ ٱلۡهُونِ بِمَا كُنتُمۡ تَسۡتَكۡبِرُونَ فِي ٱلۡأَرۡضِ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّ وَبِمَا كُنتُمۡ تَفۡسُقُونَ
“Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): "Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik". ( QS. Al-Ahqaf (46) : 20 )
Sobat. Setelah menerangkan bahwa setiap jin dan manusia akan memperoleh balasan yang adil dari-Nya, Allah menerangkan keadaan orang-orang kafir pada saat mereka dihadapkan ke neraka. Allah memerintahkan kepada Rasulullah saw agar menyampaikan kepada orang- orang kafir keadaan mereka ketika dibawa ke dalam neraka. Kepada mereka dikatakan bahwa segala macam kebahagiaan dan kenikmatan yang diperuntukkan bagi mereka telah lengkap dan sempurna mereka terima semasa hidup di dunia.
Tidak ada satu pun bagian yang akan mereka nikmati lagi di akhirat. Yang tinggal hanyalah kehinaan, kerendahan, azab pedih yang akan mereka alami sebagai pembalasan atas kesombongan, kefasikan, kezaliman, kemaksiatan, dan kekafiran yang mereka lakukan selama hidup di dunia.
Ayat ini memperingatkan manusia agar meninggalkan hidup mewah yang berlebih-lebihan, meninggalkan perbuatan mubazir, maksiat, dan menganjurkan agar kaum Muslimin hidup sederhana, tidak berlebih-lebihan menggunakan sesuatu sesuai dengan keperluan dan keadaan, dan disesuaikan dengan tujuan hidup seorang muslim. Seandainya ada kelebihan harta, hendaklah diberikan kepada orang-orang miskin, orang-orang terlantar, dan anak yatim yang tidak ada yang bertanggung jawab atasnya, dan gunakanlah harta itu untuk keperluan meninggikan kalimat Allah.
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan lain-lain dari Ibnu 'Umar bahwa 'Umar melihat uang dirham di tangan Jabir bin 'Abdullah, maka beliau berkata, "Uang dirham apakah itu?" Jabir menjawab, "Aku bermaksud membeli sepotong daging yang sudah lama diidamkan oleh keluargaku." 'Umar berkata, "Apakah setiap kamu menginginkan sesuatu, lalu kamu beli? Bagaimana pendapatmu tentang ayat ini? Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniamu saja, dan kamu telah bersenang-senang dengannya?"
Dari riwayat di atas dapat kita tarik pelajaran bahwa 'Umar bin al-Khaththab menasihati Jabir bin 'Abdullah dengan ayat ini agar tidak terlalu menuruti keinginannya dan mengingatkan bahwa kesenangan dan kebahagiaan di dunia ini hanya bersifat sementara, sedangkan kebahagiaan yang abadi ada di akhirat. Oleh karena itu, kita harus menggunakan segala rezeki yang telah dianugerahkan Allah dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan ketentuan yang digariskan agama.
Tentang hidup sederhana ini tergambar dalam kehidupan keluarga Rasulullah saw sebagaimana disebutkan dalam hadis:
Diriwayatkan dari Sauban, ia berkata, "Rasulullah saw apabila akan bepergian, keluarga terakhir yang dikunjunginya adalah Fatimah. Dan keluarganya yang lebih dahulu didatanginya apabila ia kembali dari perjalanan ialah Fatimah.
Beliau kembali dari Gazah (peperangan), lalu beliau datang ke rumah Fatimah, dan beliau mengusap pintu rumah dan melihat gelang perak di tangan Hasan dan Husein, beliau kembali dan tidak masuk. Tatkala Fatimah melihat yang demikian, ia berpendapat bahwa Rasulullah saw tidak masuk ke rumahnya itu karena beliau melihat barang-barang itu.
Maka Fatimah menyobek-nyobek kain pintu itu dan mencabut gelang-gelang dari tangan kedua anaknya dan memotong-motongnya, lalu kedua anaknya menangis, maka ia membagi-bagikannya kepada kedua anak itu. Maka keduanya pergi menemui Rasulullah saw dalam keadaan menangis, lalu Rasulullah saw mengambil barang-barang itu dari keduanya seraya berkata, 'Hai sauban, pergilah membawa barang-barang itu kepada Bani Fulan dan belikanlah untuk Fatimah kalung dari kulit lokan dan dua gelang dari gading, maka sesungguhnya mereka adalah keluargaku, dan aku tidak ingin mereka menghabiskan rezeki mereka yang baik sewaktu hidup di dunia ini." (Riwayat Ahmad dan al-Baihaqi)
Hadis ini maksudnya bukan melarang kaum Muslimin memakai perhiasan, suka kepada keindahan, menikmati rezeki yang telah dianugerahkan Allah, melainkan untuk menganjurkan agar orang hidup sesuai dengan kemampuan diri sendiri, tidak berlebih-lebihan, selalu menenggang rasa dalam hidup bertetangga dan dalam berteman. Jangan sampai harta yang dimiliki dengan halal itu menjadi sumber iri hati dan rasa dengki tetangga dan sahabat.
Jangan pula hidup boros, dan berbelanja melebihi kemampuan. Ingatlah selalu bahwa banyak orang-orang lain yang memerlukan bantuan, masih banyak biaya yang diperlukan untuk meninggikan kalimat Allah. Rasulullah saw selalu merasa cukup bila memperoleh sesuatu dan bersabar bila sedang tak punya; makan kue jika ada kesanggupan membelinya, minum madu bila kebetulan ada, makan daging bila mungkin mendapatkannya. Hal yang demikian itu menjadi pegangan dan kebiasaan hidup beliau. Beliau selalu bersyukur kepada Allah setiap menerima nikmat-Nya.
Yang dilarang ialah memakai perhiasan secara berlebih-lebihan, bersenang-senang tanpa mengingat adanya kehidupan abadi di akhirat nanti. Memakai perhiasan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak menimbulkan iri hati orang lain itu dibolehkan. Allah berfirman:
Katakanlah (Muhammad), "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik- baik? Katakanlah, "Semua itu untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, dan khusus (untuk mereka saja) pada hari Kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu untuk orang-orang yang mengetahui. (al-A'raf/7: 32)
Sobat. Oleh karena itu, wahai pejuang kesempurnaan ibadah dan hidup mulia nan berkah, hendaklah kau berhati-hati dan waspada dalam urusan makanan agar kau tidak terjerumus dalam perkara haram atau syubhat, yang menjadikanmu menerima azab.
Oleh: Dr. Nasrul Syari, M.Si.
( DR Nasrul Syarif M.Si. Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur )