PROGRAM MODERASI BERAGAMA TIDAK ADA URGENSINYA - Tinta Media

Jumat, 06 Oktober 2023

PROGRAM MODERASI BERAGAMA TIDAK ADA URGENSINYA




Tinta Media - Apakah ada urgensinya di tengah berbagai problematika yang mendera negara ini pemerintah malah fokus ke moderasi beragama? Program ini terkesan mengada-ada dan tidak ada urgensitasnya sama sekali. Program sekretariat bersama moderasi beragama ini seperti tidak punya kerjaan aja, padahal masih banyak persoalan bangsa yang justru harus menjadi skala prioritas pemerintah. 

  

Program ini juga terlalu berlebihan karena harus melibatkan beberapa kementerian menteri dalam negeri, menteri luar negeri, mendikbudristek, menkominfo, menkumham, menteri perencanaan pembangunan nasional, menpora, menpan RB, menparekraf, menteri sosial, menteri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, menteri ketenagakerjaan, menteri koperasi dan UKM, serta jaksa agung. 

  

Program ini tidak akan berjalan dengan baik, karena di negeri ini yang kurang justru fungsi koordinasi organisasi. Dua kementerian saja kadang sulit berkoordinasi, apalagi program moderasi beragama ini melibatkan begitu banyak kementerian. Program ini akan memunculkan pro kontra di tengah masyarakat. Sebab program ini tentu saja akan menyerap anggaran negara, sementara ada kebutuhan yang lebih urgen di masyarakat terkait perekonomian. 

  

Program moderasi beragam sendiri sejak awal telah menimbulkan pro kontra dan kegaduhan sosial, karena diduga narasi ini bagian dari islamophobia dan deradikalisasi yang merupakan proyek dari Barat. Terlebih program ini digagas di tahun-tahun politik, maka program ini bisa saja dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan politik praktis. Selain tidak ada urgensitasnya, program ini tidak akan memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat, sebab narasi moderasi beragama adalah narasi yang sudah basi.   

  

Menteri agama mestinya melakukan upaya perbaikan kualitas pendidikan berbasis agama di tengah tantangan era disrupsi 4.0 sekarang ini. Menteri agama mestinya melakukan semacam revitalisasi bagaimana agama ini bisa berkontribusi bagi kemajuan peradaban negeri ini. Menteri agama juga mestinya memperbaiki karakter para siswa yang kini tengah terjebak pada disorientasi di berbagai aspek seperti : seks bebas, pergaulan bebas, LGBT, bullying, tawuran, pornograsi, pornoaksi, konten-konten negatif di sosial media, yang semua ini jelas-jelas telah meruntuhkan moral para pelajar di negeri ini. 

  

Menteri agama juga mestinya melakukan akselerasi kemampuan membaca Al Qur’an generasi muslim, sebab ternyata masih sangat banyak siswa muslim yang belum mampu membaca al Qur’an. Menteri agama juga semestinya fokus kepada penguatan kompetensi sains bagi para santri agar pesantren bisa mewarnai masa depan bangsa ini dengan menjadikan agama sebagai aspirasi dan inspirasi. 

  

Menteri agama juga semestinya membuat program penguatan pemahaman agama di tengah gempuran ideologi sekularisme ini yang telah menjauhkan umat dari agamanya sendiri. Jika umat ini jauh dari agama, maka berbagai bentuk kerusakan akan terjadi di negeri ini. 

  

Jika pemerintah menginginkan penguatan harmoni dan kerukunan umat beragama, penyelarasan relasi cara beragama dan berbudaya, peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama, serta pengembangan ekonomi umat dan sumber daya keagamaan, maka bukan dengan program moderasi beragama. Sebab moderasi beragama sejak awal lahirnya telah menimbulkan berbagai kegaduhan dan kontraproduktif. 

  

Jika pemerintah hendak merawat kerukunan, merawat toleransi, sikap saling menghargai, sikap saling menolong agar bangsa menjadi bangsa yang bersatu bukan dengan program moderasi beragama, sebab program ini justru sering kali menyasar agama Islam sebagai tertuduh dan tersangka sebagai agama intoleran dan radikal. 

  

Moderasi beragama itu kan istilah politik yang sebenarnya memiliki misi anti kebangkitan Islam. Moderasi beragama bukan istilah dalam khasanah keilmuwan Islam. Jadi sebenarnya dibalik  program moderasi agama adalah upaya untuk melanggengkan ideologi kapitalisme sekuler dan menghadang kebangkitan Islam. Itulah mengapa, narasi moderasi agama selalu menjadikan Islam sebagai sasarannya. 

  

Bisa jadi presiden salah paham hakikat moderasi agama ini atau pahamnya salah. Presiden mestinya paham sebagai seorang muslim, bahwa narasi ini adalah bagian dari proyek deradikalisasi akibat islamophobia barat yang tujuan intinya adalah gerakan anti Islam. Narasi moderasi beragama adalah bagian dari perang pemikiran (ghozwul fikir) yang digencarkan oleh barat. Sebab secara normatif, justru satu-satunya agama yang paling toleran adalah Islam sebagai telah ditetapkan dalam Al Qur’an : lakun dinukum waliyadin dan la iqroha fiddin. 

Oleh: Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 04/10/23 : 12.00 WIB)
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :