Tinta Media - Setiap pasangan suami istri pasti memiliki tujuan ingin hidup bersama di dunia dan akhirat. Bayangan kehidupan yang bahagia selalu menjadi impian setiap rumah tangga. Akan tetapi, dalam praktiknya, lika-liku perjalanan rumah tangga tidak semulus itu. Ada banyak ujian yang membutuhkan kesabaran dan keikhlasan dalam mempertahankan biduk rumah tangga.
Namun, tidak semua pasangan bisa bertahan dalam ujian. Ternyata, banyak pasangan yang tidak sanggup bertahan yang akhirnya berpisah. Nyatanya, angka perceraian di negara ini cukup tinggi, seperti yang diberitakan oleh republika.id, (22/9/2023). Setidaknya ada 516 ribu pasangan yang bercerai setiap tahun di Indonesia.
Dari banyaknya angka perceraian tersebut, berarti ada banyak pula anak-anak yang berada dalam keluarga tidak harmonis atau disebut broken home. Lalu, kenapa hal ini bisa terjadi?
Faktor Penyebab Perceraian
Ada berbagai penyebab terjadinya perceraian, yaitu ketidaksiapan pasangan suami istri akan tanggung jawab pernikahan, masalah ekonomi, kemiskinan, persoalan perselingkuhan, juga termasuk orientasi seksual pasangan yang menyimpang, salah satunya menderita gangguan kesehatan reproduksi, menderita penyakit seksual, hingga kekerasan dalam rumah tangga.
Efek dari perceraian ini bukan hanya akan muncul keluarga-keluarga yang tidak lagi utuh, akan tetapi mengakibatkan generasi yang lebih muda memiliki trauma tersendiri untuk melangkah ke pernikahan. Hal ini mengakibatkan generasi takut menikah dan lebih memilih untuk hidup sendiri, termasuk menjalankan hubungan tanpa ikatan pernikahan. Juga munculnya lifestyle seperti pilihan untuk childfree.
Ini sudah jelas merupakan suatu bentuk kemaksiatan karena memilih untuk kumpul kebo. Karena menurut pasangan tersebut, kumpul kebo lebih mudah dijalankan karena tidak harus memikirkan konsekuensi dari hubungan tersebut.
Jika hal ini terus dibiarkan, nantinya negara ini akan mengalami lost generation seperti negara Jepang, dan lainnya.
Keluarga merupakan lembaga terkecil di dalam masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang tenteram, aman, damai, dan juga sejahtera. Dalam keluarga, ada cinta kasih di dalamnya. Suami bisa menjalankan tanggung jawab dalam hal melindungi, memberikan nafkah, dan lain-lain.
Hal yang sama juga terjadi pada istri. Ia mempunyai tanggung jawab atas perannya sebagai istri, sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangga. Masing-masing dari suami dan istri yerset menjalankan kewajiban mereka dan mendapatkan hak mereka juga.
Sehingga, nantinya dari keluarga yang seperti itu, akan lahir generasi calon pemimpin masa depan. Nyatanya, menjadi keluarga yang ideal seperti itu saat ini tidaklah mudah. Sebaliknya, banyak keluarga-keluarga, termasuk keluarga muslim yang ternyata rapuh. Ini dibuktikan dengan banyaknya kasus perceraian.
Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian. Namun, akar permasalahannya adalah kehidupan yang sekuler kapitalisme. Kehidupan sekuler kapitalisme ini menjauhkan agama dalam mengatur kehidupan individu, masyarakat, dan negara. Kapitalisme ini menjadikan materi sebagai acuan sebuah kebahagiaan. Sehingga, ketika istri banyak menuntut hal yang sebenarnya bukan kebutuhan, hanya sebatas keinginan, lalu tidak terpenuhi, maka akan terjadi konflik. Konflik yang berkelanjutan ini dapat menyebabkan perceraian.
Di samping itu, terjadinya perceraian juga disebabkan karena permasalahan ekonomi. Tidak dapat dimungkiri bahwa saat ini mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup menjadi sangat sulit yang diakibatkan oleh sistem ekonomi kapitalis. Ditambah dengan keadaan seorang ibu yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini memungkinkan pudarnya peran masing-masing, sehingga ketahanan keluarga menjadi rapuh yang berujung pada perceraian.
Faktor lainnya adalah perilaku. Liberalisme dengan gaya hidup bebas mengakibatkan banyak perilaku seksual yang menyimpang, perselingkuhan, pelakor, dan pebinor. Hal ini membuat hubungan rumah tangga menjadi rusak dan mengakibatkan perceraian. Pemikiran sekuler yang dimiliki oleh individu juga dapat menjadikannya sebab perceraian.
Dari sini jelas bahwa fenomena meningkatnya angka perceraian ini bukan hanya karena faktor masing-masing pasangan suami istri yang kurang paham akan tuntunan agama dalam menyelesaikan persoalan kehidupan saja. Akan tetapi, ada faktor besar lain yang menyebabkan perceraian terjadi, yaitu tidak diterapkannya syariat Islam.
Islam Menjadi Solusi
Islam dengan hukumnya menuntun suami untuk memberi nafkah, menggauli istri dengan baik dan penuh kasih sayang, serta mengatur hak dan kewajiban tiap-tiap pasangan.
Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda,
“Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya (istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik dari kalian terhadap keluargaku (istriku).” (HR Al-Hakim dan Ibnu Hibban dari jalur Aisyah ra.).
Pergaulan antara suami dan istri merupakan pergaulan persahabatan sejati dalam segala hal. Mereka memberikan ketentraman dan kedamaian satu sama lain. Jika ada hal yang tidak disukai dalam diri pasangan, tidak boleh membencinya secara keseluruhan karena pasti ada kebaikan lain dalam diri pasangan yang dapat menutupi kekurangan tersebut.
Rasulullah saw. bersabda,
“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika si laki-laki tidak menyukai suatu akhlak pada si perempuan, hendaklah ia melihat sisi lain yang ia ridai.” (HR Muslim).
Dalam hadis lain, Rasulullah saw. juga bersabda,
“Perempuan mana saja yang meminta talak (cerai) tanpa ada alasan yang jelas, maka haram baginya mencium bau surga.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah).
Kehidupan yang sekuler membuat kebahagiaan rumah tangga terkikis. Faktor kemiskinan, penyimpangan seksual, media yang bebas, kekerasan dalam rumah tangga, dan lain sebagainya mengakibatkan rapuhnya rumah tangga. Oleh sebab itu, dalam Islam, negara berperan menjaga ketakwaan individu dan mengatur faktor-faktor tersebut agar tidak terjadi terus-menerus.
Dalam Islam, negara akan membuka lapangan pekerjaan seluasnya untuk suami agar dapat mencari nafkah. Negara juga akan menjauhkan individu dari pemikiran di luar Islam dengan cara slpendidikan menggunakan asas akidah Islam sehingga individu paham akan ajaran, Islam termasuk dalam berumah tangga.
Negara juga akan mengatur media dalam menampilkan tayangan, tidak merusak pemikiran dan pemahaman individu. Karena, keluarga yang rapuh akan memungkinkan menghasilkan generasi yang rapuh pula.
Oleh sebab itu, penerapan syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari di seluruh aspek kehidupan merupakan sebuah keharusan. Dengan Islam, seluruh permasalahan akan terselesaikan, kehidupan masyarakat akan tenang, tenteram, damai, dan sejahtera. Generasi pun akan menjadi generasi yang tangguh dan cemerlang. Wallahu 'alam.
Oleh: Ummu Azmi (Aktivis Muslimah)