Paradoks PLTU: Sumber Listrik dan Sumber Polusi - Tinta Media

Kamis, 12 Oktober 2023

Paradoks PLTU: Sumber Listrik dan Sumber Polusi

Tinta Media - Di tengah maraknya polusi udara dan gelombang WFH di kalangan masyarakat, berembus isu mengenai kelanjutan pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10. Hal ini diutarakan oleh para aktivis lingkungan yang mengecam adanya proyek berkelanjutan ini. Tentu bukan tanpa sebab mengingat dampak yang ditimbulkan dari pembangunan PLTU ini. 

PLTU ini disinyalir akan terus dilanjutkan karena bank dunia sudah setuju dan mau mendanai proyek pembangunannya. Padahal, sudah jelas bahwa pembangunan proyek ini hanya akan berpotensi memperkeruh polusi udara. Bukan hanya polusi udara, bahkan akan terjadi penggusuran tempat tinggal warga sekitar dan penyakit yang muncul akibat limbah dari PLTU tersebut. Namun di sisi lain, negara membutuhkan adanya PLTU ini guna menyokong kebutuhan listrik. 

Dilansir dari trendasia.org, Juru Kampanye Energi Trend Asia, Novita Indri mengatakan bahwa sama sekali tidak ada urgensi untuk terus membangun PLTU Jawa 9 dan 10. Pasalnya, kebutuhan listrik di daerah tersebut sudah terpenuhi dan jaringan listrik Jawa-Bali sudah kelebihan pasokan. Ekspansi ini hanya akan menghancurkan masyarakat setempat dan membawa dunia semakin dekat pada bencana iklim. Kita tahu, Indonesia dan warganya sangat rentan. Ini juga berlawanan dengan upaya untuk mencapai target net zero emission dan gagalnya target Perjanjian Paris.

Tak hanya itu, pengaduan tersebut juga menguraikan bahwa PLTU Jawa 9 dan 10 akan memperparah iklim, kesehatan, dan lingkungan yang sudah buruk di Banten. Bahkan, untuk bertani dan melaut pun semakin sulit dilakukan. Ditambah pula banyak keluarga digusur secara paksa tanpa kompensasi yang memadai hanya untuk memuluskan pembangunan proyek tersebut. 

Penghancuran pantai yang tersisa di Suralaya juga berdampak signifikan pada sektor pariwisata dan bisnis lokal. Peningkatan emisi karbon dioksida juga sangat memprihatinkan karena Indonesia rentan terhadap perubahan iklim dan cuaca ekstrem. 

Keberadaan PLTU juga makin memperparah kerusakan lingkungan yang sudah terjadi dan meningkatkan penyakit ISPA. 

Ternyata, sebagaimana dikutip dari www.tagar.id, menurut koalisi kelompok lingkungan hidup pada Kamis, 14 September 2023, anak perusahaan Bank Dunia di sektor swasta, International Financial Corporation (IFC) merupakan salah satu penyandang dana proyek dan pendukung tidak langsung kompleks PLTU Suralaya di Banten melalui investasi ekuitasnya di Hana Bank Indonesia. 

Dalam surat yang dikirim atas nama Inclusive Development International, sebuah organisasi non-pemerintah di AS, dampak buruk terhadap masyarakat lokal, termasuk penggusuran paksa terhadap mereka yang tinggal di lokasi proyek, sudah terjadi. 

IFC, Bank Dunia dan Hana Bank Indonesia tidak segera menanggapi permintaan komentar. Namun, IFC berjanji akan berhenti berinvestasi di sektor batu bara pada 2020. Namun IFC tetap menjadi pemegang saham di lembaga-lembaga keuangan yang memiliki investasi di industri batu bara, seperti Hana Bank, selama mereka mempunyai rencana untuk menghentikan eksposur mereka secara bertahap (voaindonesia.com, 14/9/2023).

Miris, ketika kita harus melihat kondisi bahwa cemaran ini berdampak kepada masyarakat, tetapi diabaikan keberadaannya oleh penguasa. Tentu ini merupakan watak asli yang tidak bisa ditutupi oleh sistem kapitalisme hari ini. Telinga mereka seakan tidak mendengar, mata mereka seakan buta, dan tangan mereka lumpuh seakan akan mati rasa. 

Perlu diketahui bahwa adanya dukungan dari bank dunia ini tidak terlepas dari pembangunan ala kapitalisme yang senantiasa mencari keuntungan dan mengabaikan potensi risiko yang mengacam kesehatan dan keselamatan masyarakat. Sehingga, mereka akan terus membangun proyek yang sekiranya bernilai materi, walaupun pembangunan ini justru membuat keselamatan dan kesehatan. 

Bahkan, proyek ini pun bisa saja terjadi pada lokasi yang tidak layak dan terbatas. Watak kapitalisme memang sejatinya abai terhadap yang lain karena memang yang diagungkan adalah kebebasan, sehingga siapa saja yang ingin membangun proyek, tidak akan dipermasalahkan perizinannya. 

Berbanding terbalik dengan sistem kapitalisme, Islam memiliki konsep pembangunan yang terstruktur dan memikirkan dampak yang ditimbulkan. Dalam hal pembangunan, Islam memiliki konsep berupa kebijakan pembangunan berorientasi untuk kebaikan hidup manusia dalam menjalankan perannya sebagai hamba Allah. Kebijakan negara pun tidak boleh membawa dharar dan kezaliman. 

Apabila ada pembangunan proyek seperti PLTU, tentu akan dipertimbangkan jumlah kebutuhannya, lokasinya, analisis mutu dan lingkungannya, dampaknya, bahkan adakah sekiranya alternatif pengganti lainnya agar proyek ini tidak merusak lingkungan. 

Selain itu, tentu saja kesehatan dan keselamatan masyarakat turut diperhitungkan keberadaannya. Maka, kewajiban negaralah yang mewujudkan maslahat dan menghindari mafsadat bagi umat.

Oleh: Alifvia An Nidzar, Mahasiswi di Depok
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :