Tinta Media - Sejauh ini, di sekolah mana pun belum ada yang mengajarkan pada kita_para orang tua_secara detail agar mempersiapkan diri menjadi orang tua, terutama kesiapan ilmu dalam mendidik anak, psikologis, dan mental. Sehingga, cara kita mengasuh anak saat ini sangat ditentukan oleh pola pengasuhan masa lalu.
Saat jadi orang tua, kita mendapati diri sering lepas kontrol, dikuasai emosi, terutama saat anak banyak tingkah alias tidak nurut orang tua. Sehingga, sering keluar kata-kata yang melukai perasaan anak, bahkan bisa sampai melukai fisik, seperti memukul, menjewer, dan lain-lain. Padahal, setiap insan telah terinstal pada dirinya fitrah kasih sayang yang telah Allah ciptakan sebagai manifestasi gharizah nau' (naluri berkasih sayang). Hanya saja, fitrah ini terkalahkan dengan beban berat yang dipikul orang tua hari ini, khususnya kaum ibu.
Merupakan suatu kewajaran jika luka pengasuhan tersebut masuk ke alam bawah sadar sehingga menjadi sisi kepribadian seseorang di saat dewasa. Inilah yang disebut inner child. Akibat adanya inner child yang terluka ini, atau kesalahan dalam pengasuhan, maka anak menjadi korban, bahkan dapat pula memicu ketidakharmonisan dengan pasangan.
Hubungan Inner Child dengan Kenakalan Remaja
Salah satu penyebab anak bisa berhadapan dengan kasus hukum ialah ketidakharmonisan keluarga alias keluarga broken home. Minimnya peran keluarga wa bilkhusus peran ibu dalam pengasuhan anak, bisa meningkatkan kemungkinan terjadinya kasus pelanggaran hak anak atau kenakalan anak.
Maraknya kasus-kasus pelanggaran hak anak, kasus-kasus kenakalan remaja, kasus narkotika, seks bebas, bullying, termasuk juga rokok adalah dampak ketidakmampuan atau ketidakoptimalan peran orang tua dalam mengasuh maupun mendidik mereka
Padahal, anak merupakan amanah yg dititipkan Allah Swt. kepada orang tua. Maka, sejatinya orang tua yang punya kendali untuk membentuk anak menjadi pribadi yang bertakwa kepada Allah Swt. Sebelumnya, mereka pun harus bertakwa terlebih dahulu.
Walhasil, luka pengasuhan ini berkorelasi positif dengan kenakalan remaja karena tidak hadirnya pengasuhan optimal pada level keluarga, terutama orang tua.
Memutus Rantai Luka Pengasuhan
Tentu saja, orang tua mana yang ingin melakukan pengulangan terhadap kesalahan orang tuanya di masa lalu? Namun sayangnya, kenyatakan tak semudah impian dan angan-angan. Sering muncul situasi yang membuat seseorang tersadar bahwa yang baru saja dilakukannya sama persis dengan perilaku orang tuanya dahulu.
Apabila tidak ada kesadaran untuk memperbaiki situasi, bahkan bukan tidak mungkin akan terjadi sebuah “rantai” pola pengasuhan yang selalu berulang.
Jadi, untuk memutus rantai luka pengasuhan atau berdamai dengan inner child, langkah penting pertama adalah melibatkan Allah Swt. dalam pengasuhan yang akan menjadi penawar ampuh dan langkah terbaik untuk membasuh luka pengasuhan menjadi perilaku yang positif.
Tahapan-tahapannya sebagai berikut :
Pertama, luruskan niat semata karena Allah
Keinginan segera punya anak setelah menikah, tentu tak ada yang melarang, bahkan dianjurkan. Karena itulah Allah menentukan tujuan dari pernikahan, yakni melestarikan keturunan. Namun, yang perlu diingat dan disadari orang tua adalah bahwa anak merupakan amanah yang dititipkan Allah Swt. untuk dijaga dengan baik, diberi kasih sayang, dan diberikan pendidikan agama yang baik sebagai pondasi dan bekal hidupnya nanti saat dewasa, bukan semata-mata bangga memiliki garis keturunan.
Kedua, memaafkan, mendoakan, dan menjalin hubungan baik dengan orang tua
Setiap orang merupakan produk dari pengasuhan di masa lalu dan mengalami perjalanan hidup yang berbeda-beda. Saat masih kecil, mungkin saja pernah mengalami sebuah kejadian buruk atau trauma yang hingga kini belum bisa hilang begitu saja. Maka dari itu, jika luka ini tidak disembuhkan, akan berdampak pada tindakan agresif saat dewasa, emosi tidak stabil, mudah marah, hingga melakukan perbuatan yang destruktif. Caranya dengan memberikan cinta kepada orang tua yang jauh lebih besar dari pada luka yang didapat.
Ketiga, mengkaji Islam kaffah untuk mencari role model positif dalam pengasuhan
Menjadi orang tua merupakan sebuah momen pembelajaran luar biasa. Bukan semata masalah finansial, tetapi lebih kepada tuntutan untuk bisa menjadi contoh bagi anak-anaknya. Selama ini ada anggapan yang keliru bahwa dalam parenting, yang harus berubah adalah anak-anaknya, padahal yang pertama kali harus berubah adalah kita sebagai orang tuanya.
Menjadi orang tua terbaik dan mendukung anak kita melewati masa remajanya membutuhkan pemahaman terhadap Islam secara kaffah, yakni mulai dari cara kita menangani emosi, seperti frustasi dan kemarahan, cara kita menghormati dan berhubungan dengan orang lain, hingga cara kita merespons stres dan mengatasi kesulitan. Ini juga memengaruhi pola makan, olahraga, cara kita menjaga diri, dan pemecahan masalah.
Islam sebagai aturan hidup yang lengkap memiliki role model positif dalam pengasuhan sehingga melahirkan generasi-generasi hebat di masanya. Boleh jadi, jika setiap orang tua menjadikan Islam sebagai landasan dan pijakan dalam berpikir dan bertindak, maka luka pengasuhan akan terminimalisir, bahkan tersingkir.Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Yusseva, S.Farm. (Peduli Ibu dan Generasi)