Tinta Media - Kasus bullying kembali mewarnai dunia pendidikan, terus berulang seperti tak ada habisnya. Setahun silam, seorang siswa di Tasikmalaya, Jawa Barat meninggal dunia akibat menerima bullying secara fisik, seksual, dan psikologis.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengategorikan bahwa tindakan bullying ini termasuk yang terberat dan terkompleks. Meski demikian, kasus bullying terus berlanjut.
Akhir Juli kemarin, di Banjarmasin, seorang siswa Sekolah Menengah Atas tega menusuk temannya dengan senjata tajam hingga tak berdaya. Penusukan ini dilatarbelakangi dendam tersangka terhadap korban yang terus membullynya sejak duduk di bangku SMP.
Pertengahan September kemarin, seorang siswa sekolah dasar di Gresik, Jawa Timur mengalami luka di mata sebelah kanan setelah ditusuk dengan tusuk sate oleh kakak kelasnya. Latar belakangnya adalah pemalakan kakak kelas kepada korban. Korban juga mengalami trauma dan tidak berani untuk masuk sekolah. (Okezone.com)
Memasuki akhir September, di Cemanggu, Cilacap, Jawa tengah, dunia maya kembali dihebohkan dengan video bullying siswa Sekolah Menengah Pertama. Korban bahkan mengalami cedera patah tulang rusuk. Tindakan ini dilatarbelakangi karena tersangka tidak terima dengan pernyataan korban yang mengakui sebagai anggota kelompoknya. (Liputan6.com)
Di berbagai tingkat pendidikan, bullying seolah menjadi budaya waris yang turun-menurun. Berbagai bentuk bullying, baik secara verbal maupun fisik sering dilakukan siswa yang dianggap 'kuat' terhadap siswa yang dianggap 'lemah'. Bullying dalam bentuk apa pun tentu bukan hal yang dibenarkan.
Mengingat efek domino dari bullying ini bisa memengaruhi psikis generasi, Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbutristek) sendiri sejak tahun 2020 lalu telah membuat program penguatan karakter peserta didik, guna menanggulangi tindak kekerasan di lingkungan sekolah, yaitu Program Roots, program yang diinisiasi dan dikembangkan UNICEF sejak tahun 2017 lalu bersama pemerintah, akademisi, praktisi pendidikan, dan perlindungan anak.
Program ini adalah bentuk intervensi yang wajih dikembangkan sekolah bersama para guru dan murid demi menciptakan kondisi yang positif dan berperilaku, baik antar sesama sehingga perilaku perundungan dapat dihindari.
Program ini juga akan memberikan modul kepada para siswa untuk mencegah perlindungan dengan melalui upaya-upaya tertentu.
Program ini sudah dijalankan di 7.369 sekolah jenjang SMP, SMA, dan SMK dari 489 kabupaten dari 34 provinsi. Melakukan pelatihab terhadap 4.517 fasilitator guru anti perundungan untuk jenjang SMP dan 9.237 untuk jenjang SMA/SMK tahun 2021 silam.
Berdasarkan monitoring yang telah dilakukan, tahun 2021 telah terbentuk 43.442 agen perubahan anti perundungan dan ditargetkan jumlah ini akan terus meningkat.
Jauh panggang dari api, data-data dari KPAI justru menunjukkan bahwa angka bullying terus mengalami peningkatan. Dari data yang dikutip dari kompas, Forum Serikat Guru Indonesia merilis sejak bulan Januari hingga September 2023 bahwasanya terjadi 23 kasus bullying dan 2 di antaranya sampai mengakibatkan korban meninggal.
Ini belum termasuk kasus yang tidak terpantau. Survey yang dilakukan Programme For Student Assesment dari 78 negara yang disurvey, Indonesia masuk dalam lima besar kasus bullying tertinggi.
Akar Masalah Bullying dan Perlunya Langkah Strategis dan Komprehensif
Maraknya kasus bullying tentu tidak terlepas dari jauhnya karakter anak terhadap iman, apalagi dalam sistem kapitalis sekuler saat ini. Pemisahan antara agama dalam kehidupan, tidak menjadikan agama sebagai basis dalam pembentukan karakter anak.
Bahkan di dunia pendidikan hari ini, agama menjadi hal yang kurang diperhatikan. Pengajaran ilmu agama cenderung minim, bahkan tak berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini karena agama tidak dijadikan sebagai ilmu praktis, yakni ilmu untuk beramal.
Materi-materi dalam ilmu agama sering sekali jauh dari realita kehidupan. Pembahasan yang hanya itu-itu saja, sering menjadi alasan bagi generasi muda untuk malas mempelajari ilmu agama. Misalnya saja, pembahasan ilmu agama dalam sekolah hanya mencakup perkara ibadah.
Padahal, Islam adalah agama komprehensif yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan dirinya dan manusia dengan manusia lain. Sayangnya, hampir tidak pernah kita temui materi pelajaran agama yang membahas secara rinci bagaimana Islam mengatur sistem pergaulan, sistem sanksi, dan lain sebagainya.
Realita ini diperkeruh lagi dengan sistem hukum yang sering tidak memberikan efek jera bagi pelaku dan efek pencegahan bagi yang lain. Sering sekali pelaku bullying diringankan atau bahkan dihapuskan sanksinya karena dianggap sebagai anak di bawah umur. Padahal, korban bullying telah rusak, baik mental, fisik, dan psikisnya tanpa memandang cukup umur atau di bawah umur.
Belum lagi, tontonan anak-anak yang juga sering menampilkan adegan-adegan kekerasan dapat diakses dengan mudah di media.
Menyelesaikan kasus bullying ini tentu memerlukan langkah yang komprehensif. Perlu kerjasama yang baik antara orang tua, lingkungan, baik di sekolah ataupun masyarakat, dan negara.
Sejatinya, manusia sebagai makhluk ciptaan Allah, haruslah senantiasa menyandarkan diri kepada aturan Rabbnya, pun dalam pembentukan karakter seseorang. Karakter terbaik adalah karakter yang patuh terhadap Allah.
Oleh karenanya, pembentukkan karakter anak yang beriman dan bertakwa perlu menjadi poin paling utama yang harus diwujudkan oleh seluruh pihak. Hal ini karena hanya generasi yang beriman dan bertakwalah yang mengerti bagaimana cara bersikap, bertindak, dan berbuat kepada manusia lain sebagai wujud keterikatan perbuatannya dengan Allah.
1. Peran Keluarga
Keluarga sebagai madrasah ula, harus mampu membekali anak dengan ilmu agama, mengenalkan sejak dini tentang Allah dan bagaimana harusnya seorang muslim bersikap dengan meneladani rasulullah saw.
Allah Swt. telah menjadikan Rasulullah sebagai role model dalam menjalani kehidupan dunia. Bagaimana sifat rasul terhadap sesama manusia, penuh kasih sayang, penuh kelembutan harus senantiasa ditanamkan dalam benak anak.
2. Peran sekolah dan Masyarakat.
Perlunya budaya amar ma'ruf nahi mungkar menjadi kontrol yang tak kalah penting dalam memutus rantai bullying. Setiap insan yang melihat tindak kekerasan, baik verbal maupun fisik, harus memiliki keberanian untuk melakukan amar ma'ruf. Suasana lingkungan dalam sekolah ataupun masyarakat juga harus saling memahami bahwa tidak ada manusia yang kuat ataupun lemah secara fisik. Hal ini karena pada dasarnya seluruh manusia di hadapan Allah adalah sama. Yang membedakan mereka hanyalah tingkat ketakwaannya.
3. Peran negara
Terakhir, tetapi juga paling berpengaruh untuk memutus rantai bullying adalah negera. Negara memiliki seperangkat sistem dan pengaturan yang sempurna untuk bisa menghentikan bullying.
Melalui penerapan sistem pendidikan berbasis Islam, maka negara secara langsung akan menjamin setiap penduduknya mengenal Islam sejak dini. Artinya, negara memiliki kemampuan besar membentuk generasi yang beriman dan bertakwa lewat sistem dan kurikulum pendidikan berbasis Islam.
Kemudian, negara juga wajib menerapkan sistem sanksi bagi para pelaku bullying. Dalam Islam, penetapan sanksi kepada pelaku bullying tidak harus menunggu ia berusia 17 tahun. Akan tetapi, standarnya adalah akil baligh. Jika seseorang telah akil baligh, berarti ia telah dianggap dewasa dan harus bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya.
Sanksi yang diberlakukan juga harus sesuai dengan syariat Islam. Sanksi di dalam Islam juga akan memberikan efek jera bagi pelaku dan efek pencegahan agar tak diikuti oleh anak yang lain. Kondisi ini tentu berlaku setelah negara membekali generasi muda dengan ilmu Islam melalui penerapan sistem pendidikan Islam.
Dari kondisi ini, bukan berarti anak yang belum akil baligh akan memiliki kesempatan membully karena peran kelurga, masyarakat, dan negara telah direalisasikan terlebih dahulu. Dalam Islam, justru anak-anak akan paham dengan syariat Islam sedari dini.
Itulah langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menghentikan kasus bullying. Tegaknya khilafah rasyidah yang akan menerapkan sistem Islam menjadi hal yang urgen untuk mengatasi problematika umat, termasuk bullying. Oleh karena itu, dakwah menuju tegaknya syariat Islam harus semakin gencar kita lakukan ke seluruh lini masyarakat untuk memahamkan umat bahwa memang hanya Islam satu satunya solusi bagi generasi muda saat ini. Wallahu'alam.
Oleh: Arum Indah (Guru dan pemerhati Generasi)