Tinta Media - Menanggapi ditembaknya seorang warga Seruyan Kalimantan Tengah oleh aparat hingga tewas, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana meminta Propam memeriksa aparat yang melesatkan peluru tajam.
“Dalam kasus ini, Profesi dan Pengamanan (Propam) Kalimantan Tengah diharapkan memeriksa aparat yang melesatkan peluru tajam ke arah warga Bangkal Seruyan Kalimantan Tengah,” ungkapnya, dalam video: Usut Dugaan Polisi Tembak Warga di Seruyan, melalui kanal Youtube Justice Monitor, Senin (9/10/2023).
Pengusutan ini, lanjutnya, untuk memastikan apakah terjadi pelanggaran prosedur dan pidana dalam penanganan demo warga sehingga terjadi insiden yang mengakibatkan seorang warga meninggal dunia.
Sebagaimana diberitakan seorang warga dilaporkan meninggal dalam bentrokan aparat kepolisian saat demo PT Hamparan Masawit Bangun Persada (PT HMBP), Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, Sabtu (7/10/2023). Bentrokan terjadi saat warga sedang melakukan aksi menuntu haknya pada perusahaan tersebut.
Menurut Agung, sejumlah pihak menyayangkan tindakan aparat yang menggunakan peluru tajam dalam menangani aksi ini.
“Peluru tajam boleh digunakan jika ada serangan dari pendemo yang membahayakan nyawa warga dan petugas,” tandasnya.
Ia menduga, mungkin terlihat di lapangan bahwa masyarakat yang demo itu membawa senjata tajam. “Tapi dari satu sisi perlu dipertimbangkan tradisi masyarakat yang kebiasaannya memang membawa senjata tajam di wilayah tersebut. Entah untuk kerja di lapangan atau untuk apa misalnya. Harusnya itu mendapat perhatian,” ulasnya.
Penanganan aksi yang tepat, ucapnya, menggunakan gas air mata dan tameng. Sedangkan senjata digunakan untuk melumpuhkan dan bukan untuk membunuh.
“Sebelum menggunakan senjata api mesti ada aba-aba dan memperingatkan pendemo yang akan menyerang. Setelah diberikan peringatan baru dilakukan tembakan peringatan dengan membidik kaki. Menjadi persoalan serius apabila langsung tembak ke dadanya,” terangnya.
Oleh karena itu, Agung menegaskan, harus diperiksa sekali lagi apakah prosedur dilakukan, dan apakah korban ini membahayakan petugas atau masyarakat atau tidak.
“Terkait pihak yang harus dimintai pertang jawaban, komandan lapangan dan atasannya harus segera diperiksa dengan cermat dan juga terbuka,” tukasnya.
Agar tidak terulang , sambungnya, satgas investigasi wajib memberi panduan penanganan konflik agraria dan mengedapankan peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Perkap nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia .
“Kami meminta agar cermat dalam menggunakan senjata, serta menghormati hak masyarakat adat,” tukasnya.
Islam
Agung menuturkan, menyikapi konflik agraria yang sering terjadi di Nusantara, Islam mewajibkan negara melindungi kepemilikan rakyat termasuk tanahnya. Tidak boleh ada seorang pun yang menggusur tanah milik rakyat meskipun untuk kepentingan negara.
“Sebagaimana kisah Khalifah Umar Bin Khattab r.a. di mana beliau didatangi seorang Yahudi yang rumahnya digusur oleh Gubernur Mesir Amru bin Ash. Yahudi tersebut mengadukan kepada Umar dan Umar pun memberikan tulang yang diberi goresan lurus agar tulang itu disampaikan kepada gubernurnya. Ketika tulang ini diberikan, wajah Amru bin Ash pucat pasi. Saat itu pula ia mengembalikan rumah Yahudi yang diusurnya,” ucapnya mengisahkan.
Ini, jelasnya, merupakan contoh perlindungan negara kepada rakyat. Perlindungan bisa diberikan dalam bentuk pemberian bukti kepemilikan berupa sertifikat. Dengan begitu hak kepemilikan tanah bagi rakyat tidak ada yang bisa mengganggu gugat bahkan mengambil secara paksa.
“Ini harus didekepankan, dan petugas harus betul-betul bergerak dengan benar, dengan tepat , dan yang paling penting mengembalikan hukum tanah sesuai dengan perspektif Islam,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun