Tinta Media - Terkait putusan MK yang dinilai memuluskan putra Presiden Jokowi untuk bisa ikut dalam kontestasi pilpres 2024, Peneliti Pusat Kajian Peradaban Islam Gus Uwik menegaskan bahwa politik dinasti tidak diperbolehkan dalam Islam.
"Politik dinasti tidak diperbolehkan dalam Islam," tuturnya kepada Tinta Media, Sabtu (28/10/2023).
Adanya politik dinasti dengan kasus Gibran, katanya, walau berbeda namun ada kemiripan. Proses peralihan kekuasaan dengan adanya putra mahkota, atau kekuasaan diwariskan pada anggota keluarganya. Ini melanggar kaidah rida dan ikhtiyar dalam bai'at itu sendiri.
Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa dalam Islam memilih pemimpin itu bebas, tidak ada paksaan.
"Islam mensyaratkan dalam memilih pemimpin harus bebas, tidak ada paksaan pemilihan calon, apalagi saat memilihnya," ujarnya.
Adanya putra mahkota, imbuhnya, menunjukkan rakyat 'di paksa' menerima pilihan raja sebelum atas siapa yang nanti akan meneruskannya, rakyat wajib menaatinya. Ini bertentangan dengan Islam.
Rezim Brutal
Gus Uwik, sapaan akrabnya juga menilai bahwa putusan MK mengindikasikan rezim saat ini telah merusak tatanan perpolitikan yang ada.
"Rezim dengan sadar 'merusak' tatanan perpolitikan yang ada. Jika ada aturan yang menghalangi nafsu politiknya maka aturan itu akan diubah melalui perangkat kekuasaannya. Termasuk keluarga yang menduduki posisi jabatan strategis. Tidak peduli lagi kepentingan rakyatnya. Semua dikorbankan untuk kepentingan nafsu politik diri dan keluarganya," cecarnya.
Jelas, tegasnya, ini membahayakan kehidupan berpolitik dan menjadi legasi buruk bagi rezim yang ada. Ternyata brutal dalam berpolitiknya, menghalalkan segala macam cara untuk meraih kepentingannya.
Terakhir, ia mengatakan ketika rezim brutal dalam perpolitikan, maka ketika berkuasa akan semakin brutal dan rakyat akan kembali menjadi korban.
"Untuk kepentingan nafsu politiknya saja berani dan brutal mengutak-atik peraturan, apalagi nanti saat berkuasa. Maka akan lebih brutal lagi. Karena punya kuasa dan power. Ujungnya rakyat yang menjadi korban," pungkasnya.[] Nur Salamah