Tinta Media - Sejahat-jahatnya harimau tak akan memakan anaknya. Peribahasa tersebut artinya, bahwa sejahat-jahatnya orang tak akan tega menyakiti dan mencelakai anaknya. Namun, saat ini peribahasa tersebut tampak tak relevan lagi. Sebab, banyak sekali kasus kejahatan dan kekerasan berujung pembunuhan justru dilakukan oleh anggota keluarga termasuk orang tua kepada anaknya. Padahal, sejatinya orang tua adalah pelindung bagi anak-anaknya.
Fungsi utama keluarga adalah memberikan perlindungan dan kenyamanan bagi anggota keluarganya. Dalam keluarga harus terwujud rasa aman, tenang, dan tentram bagi seluruh anggota keluarga. Namun sayang, fungsi tersebut telah hancur lebur seolah tanpa sisa. Sebab, tak ada lagi perlindungan yang didapatkan dari keluarga.
Seperti kasus pembunuhan oleh anggota keluarga kepada seorang remaja bernama Muhamad Rauf (13), warga Desa Parigimulya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat. MR ditemukan tewas di saluran irigasi atau sungai di Blok Sukatani, Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Rabu (4/10/2023). Rauf ditemukan di pinggir sungai dalam kondisi berlumuran darah dengan tangan terikat ke belakang. Rauf ternyata dihabisi nyawanya oleh ibu kandungnya N (43), paman S (24) serta kakeknya, W (70). (Kompas.com, 7/10/23)
Kemudian, Suprapto (48), seorang ayah yang tega membunuh anak kandungnya sendiri, DLK (20) di Desa Bangle, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri, Jawa Timur ditetapkan tersangka. (Kompas.com, 18/07/2023)
Tak hanya itu, di Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, JA (37) ditetapkan sebagai tersangka karena melakukan penganiayaan kepada anak kandungnya DN (7). Selain JA, Ibu tiri korban EN (42), Kakak tiri korban PA (21), Paman korban S (43) dan Nenek tiri korban M (65) juga menjadi tersangka karena turut melakukan penganiayaan kepada DN. (Detik.com, 13/10/23)
Jauh di tahun sebelumnya, seorang pria berinisial J membunuh istrinya dengan gunting dan pisau di rumah kontrakan mereka di Jalan Dukuh V, Kramat Jati, Jakarta Timur, pada 6 Agustus 2019 hanya karena ditolak berhubungan badan. (Kompas.com, 30/08/2019)
Sekularisme Merusak Fungsi Keluarga
Terus berulang seolah tiada akhir. Begitulah kian maraknya kasus kekerasan berujung kematian korban yang dilakukan oleh anggota keluarga yang terjadi saat ini ketika kehidupan berada di bawah naungan sistem kufur Kapitalis-Sekuler. Bagaimana tidak? Kapitalisme mewujudkan kehidupan yang berorientasi pada manfaat dan keuntungan materi. Sedangkan Sekularisme menjauhkan kehidupan dari agama. Tak heran, kesulitan ekonomi, tak mampu menahan emosi, kerusakan moral, hingga lemahnya keimanan timbul akibat penerapan sistem kufur tersebut yang menjadikan anggota keluarga tega menyakiti anggota keluarganya.
Tatanan masyarakat Kapitalis menjadikan individu maupun orang tua lebih sibuk bekerja demi memenuhi kebutuhan yang kian mahal akibat tidak terwujudnya kesejahteraan secara merata di tengah masyarakat. Akhirnya, hubungan orang tua dengan anak dan dengan anggota keluarga lain hanya sekadar hubungan darah karena kurangnya waktu berkomunikasi dan bercengkrama. Kesibukan dan tuntutan pekerjaan juga sering menjadi pemicu lemahnya kontrol terhadap emosi.
Sistem pergaulan dalam masyarakat Kapitalis juga menjadikan individu-individu yang kurang bermoral, karena kebebasan yang diagung-agungkan dalam sistem kufur ini. Ditambah lagi Sekularisme telah mewujudkan individu-individu yang jauh dari agama, sehingga mengabaikan halal haram dan mudah terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan, termasuk menghilangkan nyawa orang lain bahkan keluarganya sendiri. Sungguh, Sekularisme Kapitalisme hari ini memiliki peran yang sangat dahsyat dalam mengakibatkan berbagai masalah, termasuk sampai merusak fungsi keluarga.
Islam Mewujudkan Fungsi Keluarga yang Benar
Paradigma Kapitalis-Sekuler jelas berbeda dengan paradigma Islam. Sebab, Islam tegak di atas akidah yang melahirkan seperangkat aturan dari Sang Pencipta dan semua yang manusia perbuat di dunia kelak dimintai pertanggungjawaban. Oleh karena itu, setiap perbuatan manusia akan terikat dengan hukum syarak. Maka terwujudlah individu-individu yang memiliki rasa takut pada Tuhannya, sehingga tak akan mudah melakukan dosa. Apalagi, dalam Islam sangat berharga nyawa seorang manusia baik muslim maupun kafir, sehingga tidak boleh membunuh tanpa alasan yang dibenarkan syariat.
Islam juga memberikan kewajiban kepada seorang lelaki sebagai kepala keluarga, yakni melindungi dan menjadi pemimpin bagi keluarganya. Hal ini disebutkan dalam Al-Quran surat An-Nisa’ ayat 34 yang artinya: "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya."
Begitulah Islam merupakan aturan sempurna yang sesuai dengan fitrah manusia dan menjadikan negara sebagai pelaksana demi optimalisasi penerapan aturan tersebut. Maka, kewajiban negara dengan landasan keimanan adalah menjamin terwujudnya berbagai hal penting dalam kehidupan, termasuk terwujudnya fungsi keluarga yang benar. Sebab, dengan terwujudnya keimanan individu, kontrol masyarakat yang kuat, dan optimalnya peran negara, maka akan terwujud kesejahteraan, ketenteraman jiwa, terjaganya iman dan takwa kepada Allah SWT. Jadi, sudah saatnya meninggalkan sistem kufur yang terbukti menyebabkan fungsi keluarga hancur dan beralih menerapkan Islam secara total dalam seluruh lini kehidupan. Wallahu a'lam bishawab!
Oleh: Wida Nusaibah (Pemerhati Masalah Sosial)