Asing Disayang, Rakyat Sendiri Ditendang - Tinta Media

Kamis, 05 Oktober 2023

Asing Disayang, Rakyat Sendiri Ditendang




Tinta Media - Akibat proyek strategis nasional (PSN), tercatat ada 73 konflik agraria yang terjadi dalam kurun waktu 8 tahun pemerintah Joko Widodo. Dewi, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyatakan bahwa konflik agraria terjadi di seluruh sektor pembangunan, mulai dari pertanian, pembangunan properti dan tambang. Jakarta, CNN Indonesia. 

Dewi juga mengatakan dalam diskusi Peringatan Hari Tani Nasional 2023 yang disiarkan daring, Minggu (24/9) bahwa sepanjang tahun 2015 sampai dengan 2023, KPA mencatat telah terjadi 73 letusan konflik agraria akibat proyek-proyek strategis nasional yang terjadi di seluruh sektor pembangunan, baik infrastruktur, pertanian, properti, tambang dan juga agribisnis pesisir. 

Beberapa proyek penyebab konflik antara lain adalah pembangunan sirkuit Mandalika Nusa, pembangunan PLTA di Pinrang, pembangunan tol Padang-Pekanbaru, Bendungan Bulango Ulu Gorontalo, dan proyek kawasan ekonomi khusus di Gresik. Kemudian juga pembangunan Wadas, Lalu, Bandara Kayong Utara di Kalimantan Barat, dan masih banyak lagi. Itulah beberapa konflik agraria yang terjadi tiga tahun terakhir. Ini berakibat terjadinya perampasan tanah dan terjadi letusan konflik agraria.

Yang sedang hangat dibicarakan adalah kasus di pulau Rempang, Batam yang juga menjadi konflik agraria akibat dari proyek strategis nasional. Pembentukan badan atau lembaga yang terlalu berkuasa oleh pemerintah ini menjadi penyebab terjadinya letusan konflik. 

Dewi juga mengatakan bahwa peristiwa di Pulau Rempang, Batam, termasuk dalam konflik agraria akibat proyek strategis nasional. Dia menilai bahwa pecahnya konflik di Rempang salah satunya akibat pembentukan badan atau lembaga yang terlalu berkuasa oleh pemerintah. Pengelolaan pulau Rempang di bawah badan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (BP) Batam, sangat rentan terjadi korupsi dan kesewenang-wenangan. Ini akan berakibat terjadinya pematokan tanah dan penggusuran secara paksa oleh pemerintah.

Konflik agraria bukan hanya kali ini saja terjadi. Semakin hari, malah semakin parah. Inilah bukti kebobrokan sistem kapitalisme liberal. Pemerintah membentangkan karpet merah untuk para konglomerat yang ingin berinvestasi di negeri ini. Negara hanya menjadi tangan  oligarki untuk bisa melenggang bebas menguasai tanah negeri ini tanpa peduli dengan rakyat. 

Negara yang seharusnya menjadi pengurus urusan rakyat hanya omong kosong, terbukti dengan banyaknya kawasan lahan yang justru dijadikan proyek strategis nasional dengan mengorbankan perasaan rakyat. 

Banyak terjadi penggusuran paksa dengan alasan akan dibangun berbagai proyek strategis nasional. Dalam kapitalisme sekuler, negara hanya melihat keuntungan yang diperoleh dari proyek ini, dan lebih menguntungkan lagi bagi para oligarki yang berperan sebagai pemodal utama. 

Sebaliknya, rakyatlah yang menderita dan tersingkir. Walaupun sudah melawan, tetap saja pemerintah terkadang tidak bergeming karena ambisi yang serakah. Mereka abai terhadap keluhan masyarakat yang berusaha melawan ketika tanahnya hendak dirampas untuk pembangunan. 

Kebebasan dalam memiliki lahan menjadi angin segar bagi para investor untuk menanamkan modalnya di negeri ini. Sebaliknya, rakyatlah yang menderita dengan dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah tersebut. 

Negara yang seharusnya melindungi rakyat, faktanya justru menjerumuskan rakyat ke jurang penderitaan di balik agenda proyek strategis nasional. Begitulah fakta kehidupan di bawah sistem kapitalisme liberal, tidak akan  pernah memberi kesejahteraan bagi rakyatnya.

Dalam kapitalisme, hak kepemilikan tanah adalah sesuatu yang mudah dan bebas bagi yang mempunyai uang. Penguasa membuat kebijakan sesuai keinginan para oligarki. Dalam hal ini, pemerintah hanya bertindak sebagai regulator dan menjadikan hubungan rakyat dan penguasa ibarat penjual dan pembeli. Semua proyek strategis nasional adalah ladang bagi-bagi keuntungan bagi segelintir orang dengan mengorbankan perasaan rakyatnya sendiri. Bukankah itu sangat disayangkan?  

Bagaimana dalam Perspektif Islam?

Allah Swt. memberikan hamparan tanah yang luas, serta kekayaan alam berlimpah yang harus disyukuri dengan cara mengelolanya dengan baik. Manusia tidak boleh merusak ataupun mengelola dengan sewenang-wenang. Semua harus tunduk pada aturan yang telah ditentukan oleh Sang Pemberi karunia. 

Islam mengatur hal kepemilikan tanah  dengan sangat adil. Islam adalah sebuah ideologi yang diturunkan oleh Allah sebagai solusi untuk kemaslahatan umat manusia. Kepemilikan tanah dalam Islam bisa dimiliki oleh setiap individu dengan cara menghidupkan (mengelola) tanah mati (tanah yang dibiarkan oleh pemiliknya selama tiga tahun berturut-turut), yaitu dengan mengolah lahan tersebut dengan bercocok tanam, dan lain-lain. 

Rasulullah ï·º bersabda, 

“Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya dan tidak ada hak bagi penyerobot tanah yang zalim (yang menyerobot tanah orang lain).” (HR At-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad). 

Jadi, tidak seenaknya sendiri main gusur. Hal ini karena dalam Islam, lahan yang mati adalah hak semua individu. Bagi yang mau mengurusnya, maka bebas untuk memanfaatkannya. Negara tidak berhak untuk memaksakan kehendaknya dengan alasan apa pun. 

Terbukti, pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, ada seorang Yahudi yang tanahnya akan digusur. Namun, atas kebijakan Khalifah, maka akhirnya tidak terjadi penggusuran. Ini adalah contoh seorang pemimpin yang benar-benar mengurus rakyatnya dengan baik, dengan sistem yang terbaik. 

Oleh karena itu, masihkah betah dengan sistem kapitalisme liberal yang jelas-jelas menyengsarakan rakyat? Bangunlah, wahai kaum muslimin dari tidur panjangmu! Mari, sadar dan berjuanglah demi tegaknya hukum Islam di muka bumi! Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :