Tinta Media - Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan menilai bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah by design dan jalan khusus menjadi Cawapres.
“Putusan MK itu memang putusan yang by design? By design seperti apa? Putusan untuk memberikan jalan khusus kepada Gibran untuk bisa menjadi Cawapres,” ujarnya kepada Tinta Media, Ahad (29/10/2023).
Menurutnya, ada tiga alasan kenapa putusan MK tersebut adalah by design.
Pertama, yang menarik disini katanya, adalah MK mengabulkan gugatan bahwa usia Cawapres itu minimal 40 tahun. Tetapi dia ternyata juga mengabulkan gugatan bahwa seorang kepala daerah yang berusia kurang dari 40 tahun boleh juga diajukan menjadi Cawapres. “Jadi saya kira ini by design yang pertama,” ungkapnya.
Kedua, adalah kebetulan ketua MK-nya yaitu pamannya Gibran. Sehingga muncul berita yang santer menyatakan bahwa desakan mencalonkan Gibran menjadi cawapres itu berasal dari lingkaran relawan-relawan Jokowi.
Rupanya, singgung Fajar, desakan-desakan itu dalam enam bulan terakhir ini semakin menguat. Dari situlah kemudian disampaikan aspirasi itu kepada adiknya presiden yang kemudian menyampaikan kepada suaminya yang ketua umum MK itu.
Walaupun mungkin, ungkap Fajar, pada awalnya tidak dianggap tetapi karena desakan-desakan itu terus bergulir maka akhirnya dipertimbangkan dan diputuskan.
“Hal ini tentu karena Jokowi sangat ingin akan legacy yang dibagun selama ini bisa dilanjutkan oleh orang-orang yang diyakini bisa dipercaya begitu,” bebernya.
“Terlebih mungkin dalam rangka untuk melindungi kepentingan keluarga Jokowi pasca lengser begitu,“ imbuhnya.
Ketiga, adalah dari sisi Gibran sendiri. Menurutnya, sejak awal anak ini bersikap ambigu. Bolak-balik ditanya tentang pengusungan menjadi cawapres begitu saja gak jelas. Kalau dia punya sikap, punya ketegasan dan tidak mau atau tidak punya ambisi ke arah sana, ya dia bisa menolak dengan tegas bahwa saya tidak berniat atau punya niat mencalonkan atau dicalonkan menjadi bakal calon presiden.
Tapi dari awal anak ini kan selalu menghindar, selalu mengulur dan seterusnya. “Ini sebenarnya menggambarkan dalam enam bulan ini dikondisikan agar memang pada waktunya nanti Gibran yang eligible (memenuhi syarat) untuk menjadi bakal Cawapres gitu,” ungkapnya.
Carut Marut
Dari sini, papar Fajar, menggambarkan betapa carut marutnya aspek hukum pada MK ini. Khususnya yang seharusnya tidak masuk dalam ranah substansi atau menambahkan substansi perundang-undangan tetapi malah menambahkan.
“Jadi yang bermasalah di sini adalah penambahan kalimat oleh MK, “Atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah yang dipilih melalui pemilihan langsung” kan gitu,” singgungnya.
Padahal menurutnya, persyaratan itu yang harusnya masuk dalam open legal policy atau kebijakan hukum terbuka.
“Nah, kebijakan hukum terbuka itu adalah kewenangannya si pembentuk undang-undang dalam hal ini adalah DPR dan pemerintah gitu,” terangnya.
“MK sebenarnya tidak punya hak untuk menambahkan substansi perundang-undangan, tetapi dia hanya mengkaji apakah UU itu sah atau tidak,” tandasnya. [] Langgeng Hidayat