Tinta Media - Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan berpendapat bahwa akar masalah konflik Palestina dan penjajah Yahudi yang kembali memanas adalah adanya aneksasi kaum Yahudi.
“Kalau bicara tadi, akar masalah itu adalah adanya aneksasi kaum Yahudi ke tanah Palestina,” tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (19/10/2023).
Menurutnya, hal ini tak bisa dilepaskan dari Inggris dan Perancis yang waktu itu sebagai salah satu bagian dari pemenang perang dunia ke-2, kemudian mereka bersepakat, bersekongkol dengan zionis Yahudi untuk menganeksasi wilayah Palestina.
“Adanya intensitas Yahudi di Palestina itu adalah suatu tindakan yang ilegal, dan memang Inggris pada waktu itu memfasilitasi orang-orang Yahudi untuk bermukim di Palestina, yaitu setelah sebelumnya, 50 tahun sebelumnya, Herzl Sebagai Bapak Zionis itu melobi Sultan Abdul Hamid II waktu itu untuk membeli sejengkal tanah Palestina,” ungkapnya.
Tetapi, lanjut Fajar, lobi itu ditolak mentah-mentah oleh Sultan Hamid II, karena Sultan sebagai Khalifah Turki Utsmani waktu itu, berpandangan bahwa tanah Palestina adalah tanahnya kaum muslimin dan Sultan Hamid II tidak punya hak apapun untuk melepas tanah itu sejengkal saja.
“Karena tanah itu tanahnya kaum muslimin, karena itu Sultan merasa tidak berhak untuk kemudian melepaskan tanah itu sejengkal saja,” lanjutnya menjelaskan.
Namun, dipaparkannya bahwa hal itu bukan lantas membuat gerakan zionis itu kemudian berhenti. Mereka terus melakukan makar-makar, termasuk bersekutu dengan salah satu pendukungnya, Inggris.
“Maka, ketika Inggris keluar sebagai pemenang dari perang dunia ke-2, mereka membagi-bagi tanah-tanah bekas wilayahnya kehilafahan Utsmaniyah, yang ada di deklarasi Balfour, kalau gak salah,” paparnya.
“Termasuk adalah tanah Palestina, Yordan, Libanon, Mesir, dan seterunya itu semua seolah-olah itu adalah rampasan perang yang kemudian di bagi antara Inggris, ada yang Perancis, dan sekutu-sekutunya. Nah itu kemudian kesempatan yang dimanfaatkan oleh Yahudi untuk akhirnya masuk ke Palestina dan memproklamasikan berdirinya Negara Israel,” sambungnya.
Fajar melihat publik ada yang tidak mau tahu, sehingga dianggap Hamaslah biang kerok dari konflik hari ini, sementara Israel itu dalam posisi untuk membela diri mempertahankan wilayah. “Padahal bukan begitu duduk persoalannya,” ujarnya.
“Duduk persoalannya adalah karena tindakan entitas Yahudi laknatullah itu yang kemudian mendeklarasikan berdirinya Israel di tanah orang lain. Itu yang jadi akar masalahnya,” lanjutnya menegaskan.
Ia mengibaratkan adanya seseorang yang membangun rumah di pekarangan orang lain.
“Bagaimana mungkin kemudian ada orang yang datang ke rumah atau ke pekarangan kita, yang itu menjadi hak milik kita, kemudian tiba-tiba bangun rumah di situ, dan bahkan kemudian mengusir kita. Itu kan kurang ajar!” ucapnya geram.
“Nah Tindakan seperti itu yang sebenarnya, potret sesungguhnya Israel itu,” tambahnya.
Jadi menurutnya, sebagai pemilik sah tanah Palestina maka, tindakan yang dilakukan oleh Hamas itu dalam rangka mengambil kembali haknya. Hak yang sudah puluhan tahun, lebih dari 70 tahun dirampas oleh Yahudi.
“Mengembalikan kembali hak mereka untuk hidup merdeka, untuk hidup dalam kedamaian, untuk hidup dalam ketenangan yang itu sudah puluhan tahun tidak mereka nikmati,” tuturnya.
Ia mengajak umat membuka pikiran, membuka hati, agar tahu sebenarnya siapa yang betul-betul melakukan tindakan biadab, yang kemudian menyebabkan konflik yang berkepanjangan ini.
“Nah, sementara tadi Palestina itu sebenarnya ingin mengembalikan atau mengambil kembali hak-hak mereka yang selama ini telah dirampas oleh Yahudi,” jelasnya.
Ia menilai justru yang harusnya disikapi itu adalah melenyapkan entitas Yahudi dari Palestina. “Mengusir mereka atau mengenyahkan mereka dari situ, karena bukan wilayahnya, itu bukan hak mereka,” nilainya.
Standar Ganda
Fajar mengungkapkan, seluruh atau sebagian besar persenjataan Israel itu disupport Amerika. “Termasuk kemudian ketika ada serangan dari Hamas itu kan Beberapa hari kemudian tiba-tiba menteri luar negeri Amerika melawat ke Israel yang menunjukkan dukungan mereka kepada Israel,” ungkapnya.
“Jadi ini adalah sikap-sikap Barat yang ditunjukkan dengan telanjang kepada kita semua termasuk pada kaum muslimin yang selama ini mungkin mengagung-agungkan HAM, yang mengaku-ngakuan demokrasi, tapi apa yang kita lihat? Adakah HAM bagi rakyat Palestina hari ini, atau dari 70 sekian tahun yang lalu itu sampai hari ini? Adakah hak asasi untuk mereka? Pernahkah dunia berteriak-teriak terkait hak asasi rakyat Palestina?” tanyanya bertubi.
Ia menyebut yang ada di kacamata mereka hak asasi untuk Israel, untuk Yahudi. “Ini kan hipokrit, ketika bicara tentang orang lain di luar mereka, tidak ada itu hak asasi manusia. Tapi ketika itu menyangkut sekutu-sekutunya, mereka bicara tentang hak asasi manusia,” tuturnya.
Ini yang menurutnya harus membuka mata semua bahwa apa yang selama ini dikemukakan oleh orang-orang kafir negara-negara kafir Barat itu terkait dengan hak asasi manusia, terkait dengan perdamaian dunia, terkait dengan PBB yang diharapkan bisa menjaga perdamaian dunia, dan sebenarnya itu memang kosong semua ya. “Omong kosong semua, termasuk lembaga-lembaga internasional itu, termasuk PBB dalam hal ini ya diciptakan oleh negara-negara Barat, tapi untuk kepentingan mereka,” ucapnya.
Menurutnya, itu hanya untuk melegitimasi kepentingan mereka. dicontohkannya Dewan Keamanan PBB, di situ ada Amerika yang punya hak veto, ada negara-negara lain juga punya hak veto.
“Jadi mana mungkin pernah lolos kalau itu terkait dengan tindakan-tindakan yang mengecam Israel yang kemudian meminta Israel Untuk menghentikan serangan dan seterusnya, nggak akan pernah bisa dilakukan karena apa? Karena selalu dibela oleh Amerika yang merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB,” tegasnya.
Fajar berharap standar ganda ini yang seharuskan membuka mata semua bahwa tidak ada itu sebenarnya spirit kesetaraan hak asasi manusia, kesetaraan berdamaian. “Yang ada adalah kepentingan-kepentingan negara Bbarat sepanjang itu terkait kepentingan, mereka pakai standar itu,” paparnya.
“Jadi, saya kira ini yang harus dipahami bahwa lembaga-lembaga internasional itu pun bagian dari instrumen penjajahan modern yang dibuat oleh Barat untuk melegimitasi kepentingan mereka,” tandasnya. [] Raras