Tinta Media - Ulama Aswaja Samarinda Ustadz Fery Ibrahim mempertanyakan kemerdekaan negara.
"78 tahun yang lalu kita berhasil mengusir penjajah dan mengambil momentum untuk memproklamasikan kemerdekaan RI, tentu kemerdekaan itu atas rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Namun pertanyaannya adalah apakah negara kita sudah benar-benar merdeka? "tuturnya dalam kegiatan Multaqa Ulama Aswaja Kalimantan Timur: Kemerdekaan Hakiki Milik Siapa? di Samarinda, Ahad (27/8/2023).
"Dengan adanya penjajah politik, penjajahan ekonomi, penjajahan hukum menunjukkan kita belum bebas, belum merdeka secara hakiki," imbuhnya.
Hal ini disampaikan dalam sambutannya dalam acara Multaqa Ulama tersebut.
Para ulama yang hadir dalam kegiatan Multaqo Ulama tersebut bergantian menyampaikan pandangannya terkait kemerdekaan.
Futuhat dan Penjajahan
Pimpinan Pondok Alam Darul Inqilabiyah Samarinda Ustadz Muliadi Abu Fikri menyampaikan soal perbedaan antara futuhat dan penjajahan.
“Terkadang ada dari kita yang menyamakan makna antara penjajahan dan futuhat, padahal dua hal tersebut adalah berbeda. Karena penjajahan adalah istilah khas dari ideologi kapitalisme, sedang-kan istilah futuhat adalah istilah khas dalam Islam” ucapnya.
Ia menjelaskan bahwa secara motif, sangat jelas bahwa penjajahan adalah karena materi, motif kekuasaan, motif politik, dan motif budaya dimana ujungnya cengkraman kepada yang dijajah. "Sedangkan motif futuhat dalam Islam adalah dorongan aqidah, yakni untuk menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru alam” jelasnya.
Memaknai Kemerdekaan
Ulama Samarinda Ustadz Hudzaifah menyatakan bahwa menjadi manusia yang bermanfaat adalah hak terbaik untuk mengisi kemerdekaan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.
Menurutnya, ada tiga cara pandang dalam memaknai kemerdekaan. "Yang pertama adalah cara pandang dimana orang telah melihat kebutuhan nya sudah terpenuhi. Yang kedua, pemikiran secara mendalam yakni saat seseorang telah merasa terbebas dari penjajahan, sedangkan cara pandang yang ketiga yakni pemikiran secara cemerlang adalah saat seseorang telah merasa bebas dalam melakukan penyembahan kepada Allah SWT," ujarnya.
Kemerdekaan Hakiki
Ulama Aswaja Samarinda Ustadz M. Yuslie kemudian melempar pertanyaan kepada para jama’ah yang hadir. “Jika kita merasa belum merdeka secara hakiki, maka harus ditanyakan di dalam diri kita apakah sudah ada upaya dari kita untuk mewujudkan kemerdekaan secara hakiki?” tanyanya.
“Kemerdekaan hakiki adalah saat kita bisa bebas melakukan penyembahan kepada Allah SWT,” ungkapnya.
“Hanya dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah maka baru bisa terwujud kemerdekaan hakiki bagi manusia, dan ini juga merupakan bagian dari konsekuensi keimanan,' pungkasnya.[] Ajira