Tinggalkan Sistem Buatan Manusia, Mengapa? - Tinta Media

Minggu, 17 September 2023

Tinggalkan Sistem Buatan Manusia, Mengapa?


Tinta Media - Manusia sebagai makhluk hidup di bumi, tidak boleh berbuat sekehendak diri dan semaunya. Semua ada aturan dalam segala bidang dan permasalahan, aturan tersebut semata-mata bertujuan untuk keselamatan dan kesejahteraan umat manusia. Lantas, aturan dan sistem bagaimana yang seharusnya diterapkan?

Semua sistem yang ada dalam kehidupan masyarakat, baik itu sistem ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, termasuk sistem pergaulan, itu semua tidak akan bisa diterapkan. Sebab, semua sistem hanya bisa menjadi konsep (rancangan) yang dibuat serta dipikirkan. Apabila sistemnya tidak diterapkan dengan baik, berarti tidak ideal secara penerapan.

Perlu ditegaskan kembali dan penting jadi perhatian terutama dalam sistem pemerintahan politik. Karena, adanya sebuah sistem dalam kehidupan bermasyarakat, sangat dipengaruhi keberadaannya. Dimana, mereka hidup, tumbuh, dan berkembang dalam sistem pemeliharaan apapun modelnya.

Jadi dalam suatu pemerintahan, jika yang dipakai sistem otoriter, maka rakyatnya akan menjadi otoriter. Jika sistem yang digunakan dalam masyarakat itu sekuler demokrasi, maka otomatis rakyatnya juga sekuler. Namun, disisi lain yang berbeda yaitu jika sistem Islam diterapkan, maka yang akan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, semuanya menjadi Islam.

Oleh karena itu, kita harus lebih memahami bahwa tidak mungkin berharap sistem Islam bisa diterapkan dalam kehidupan, kalau pemerintahannya saja masih berada dalam sistem sekuler demokrasi. Jadi, harus diubah menjadi sistem Islam.

Sistem Pemerintahan di Dunia

Sistem kepemimpinan pemerintahan yang paling tua di dunia yaitu monarki atau kerajaan (otokrasi), pada awal kurun abad ke-19, (Wikipedia). Dimana hanya satu orang saja yang akan tampil untuk menjadi pemimpin, sekaligus menentukan kebijakan, membuat aturan hukum benar dan salah, baik ataupun buruk.

Seiring berjalannya waktu, muncullah gagasan baru, masyarakat kini mulai berpikir kalau untuk menentukan kebijakan baik dan buruk, benar atau salah, dalam kehidupan, seharusnya jangan diserahkan kepada satu orang saja atau raja. Oleh karenanya, muncul pemahaman perubahan dari sistem kerajaan (otokrasi) dengan istilah publik (demokrasi). Kekuasaannya berada di tangan rakyat. Kemudian levelnya naik menjadi kedaulatan di tangan rakyat. Padahal, sesungguhnya mereka pada saat itu, belum bisa membedakan antara kedaulatan dan kekuasaan tertinggi.

Sistem Islam Harus Diterapkan

Sistem Islam jelas berbeda dengan sistem sekuler demokrasi. Walaupun demokrasi terlahir lebih tua dari sistem Islam yang kita sebut Khilafah sekitar abad ke-4 sampai dengan abad ke-6 atau 507/508 SM. Sedangkan masa kekhalifahan Rasyidin tahun (631-661) M, (Wikipedia). Jadi, lebih tua sekitar 1000 tahun lebih kisarannya.
Dengan demikian kehadiran Khilafah merupakan hipotesa dari sistem kerajaan dan demokrasi. Jadi, kalau sistem otokrasi kedaulatannya ada pada satu orang (kerajaan). Sedangkan demokrasi sebagai penentu benar dan salahnya oleh banyak orang atau rakyat.

Sistem Islam (Khilafah) hadir untuk mengoreksi kedua sistem tersebut. Dalam Islam, untuk menentukan bentuk benar dan salah, baik ataupun buruk, tidak boleh diletakkan pada satu orang (kerajaan) atau juga tidak boleh banyak orang (demokrasi). Tetapi, harus diletakkan pada satu pencipta orang-orang tersebut, yaitu hanya kepada Allah Swt, untuk menerapkan hukum syariat. Inilah yang membedakan antara sistem demokrasi, otokrasi, dengan Islam.

Jadi sangat jelas mana sistem yang harus ditinggalkan, dan mana yang harus diterapkan dalam kehidupan. Tidak lain hanya sistem Islam yang layak. Saatnya meninggalkan sistem sekuler demokrasi buatan manusia, menggantinya dengan aturan pencipta yaitu Islam di bawah naungan Khilafah. Wallahualam.[]

Oleh: Mariyam Sundari (Pers-Jateng)
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :