Tinta Media - Karut- marut masalah negeri ini kian hari kian runyam, bahkan tak kunjung menemukan solusi terbaik. Setiap hari ada saja kasus pembunuhan yang berakhir sadis. Seperti beberapa kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi di beberapa daerah.
Dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID, seorang suami bernama Nando (25 tahun) membunuh istrinya, Mega Suryni Dewi (24 tahun) di rumah kontrakan Kampung Cikedokan, Desa Sukadanau, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi (Kamis, 07/09/2023)
Kapolsek Cikarang Barat AKP Rusna Wati mengatakan, pelaku membunuh korban lantaran kesal saat ditanya masalah uang belanja. Sebelum melakukan pembunuhan, pelaku dan korban sempat cekcok masalah ekonomi.
Dikutip dari Kompas.com pada kamis tanggal 07/09/2023, di Kalimantan Barat, Kota Singkawang, seorang suami berinisial BSK menusuk istrinya NSL karena tak terima digugat cerai hingga korban pun dinyatakan meninggal dunia.
Masih dari sumber yang sama, pada minggu 10/09/2023 di Jawa Barat, Kabupaten Ciamis, seorang juru parkir bernama Asep Malik (51 tahun) diamankan polisi karena telah melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kepada istri sirinya bernama Teti Maryati (40 tahun). Korban pun meninggal dunia. Peristiwa tersebut terjadi di kediaman pelaku di Dusun Warung Wetan Kecamatan Ciamis.
Miris, ketika menyaksikan berbagai kasus pembunuhan di atas. Banyak faktor yang menjadi sebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, seperti masalah ekonomi, pekerjaan, perselingkuhan, hingga lemahnya iman. Hal ini disebabkan karena lemahnya pengelolaan emosi dan daya tahan dalam menghadapi beratnya kehidupan.
Ditambah gagalnya negara dalam membangun hubungan sosial yang didasari ideologi sekuler kapitalisme.
Sistem saat ini menganggap bahwa penyebab KDRT adalah budaya patriarki yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dalam kepemimpinan, terutama di rumah tangga. Laki-laki dianggap memiliki otoritas terhadap keluarganya, seperti istri, anak-anak, dan harta bendanya.
Padahal, penyebab KDRT bukanlah karena kepemimpinan suami terhadap keluarganya, melainkan karena sistem saat ini tidak mengatur hubungan antara suami dan istri sedang baik. Artinya, hubungan antara pemimpin dan orang yang di pimpinnya tidak berjalan dengan baik.
Inilah potret buram kehidupan sekuler kapitalistik yang jauh dari keimanan, yaitu menjadikan Individunya lemah dan sadis, ditambah penegak hukum saat ini yang tidak memberikan efek jera kepada pelaku. Hukum saat bahkan bisa dinegosiasi oleh mereka yang memiliki banyak uang sehingga kasus pembunuhan akan terus ada.
Hal tersebut sangat berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, kehidupan rumah tangga diatur dengan aturan Islam yang berasal dari Allah ta'ala sehingga mampu menjadikan rumah tangga tenteram, jauh dari pertengkaran yang menyebabkan kekerasan, apalagi sampai terjadi pembunuhan.
Dalam Qur'an surat Al_A'raf 189 dan Ar-Rum 21, Allah menetapkan bahwa kehidupan rumah tangga seperti kehidupan persahabatan sehingga mampu memberikan kedamaian dan ketenteraman.
Islam juga memerintahkan pergaulan yang baik antara suami dan istri, seperti firman Allah dalam Qur'an surat (An-Nissa ayat 4)
“Dan bergaullah dengan mereka secara makruf (baik).”
Begitu pun riwayat Nabi saw. mengatakan,
“Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada keluarga (istri)nya. Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluarga (istri)ku.” (HR Al-Hakim dan Ibnu Hibban dari jalur Aisyah ra.)
Kemudian masalah kepemimpinan, Islam menetapkan bahwa seorang suami merupakan pemimpin atas istri dalam rumah tangganya, sebagaimana firman Allah ta'ala,
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS An-Nisa: 34)
Namun, tanggung jawab atau kepemimpinan suami atas istri bukan berarti suami bertindak otoriter terhadap istri atau seperti penguasa yang tidak boleh dibantah.
Akan tetapi, kepimpinan suami adalah mengatur rumah tangga, memelihara urusan rumah tangga, termasuk mendidik dan membimbing istri dan anak-anaknya agar senantiasa taat kepada Allah Swt. Kalaupun dalam rumah tangga terjadi masalah yang dapat mengancam ketenteraman, maka Islam memerintahkan untuk bersabar dan memendam kebencian karena bisa jadi pada kebencian terdapat kebaikan (Q.S An-Nissa:19)
Akidah Islam memberikan kekuatan dan kesabaran pada seorang hamba dalam menghadapi kesulitan dan beratnya kehidupan. Keimanannya menjadi perisai untuk sabar dan tetap dalam kewarasan ketika bertemu masalah sehingga tidak berbuat maksiat.
Dalam sistem Islam, negara berperan untuk membantu rakyat agar hidup tenang, aman, dan damai dalam suasana keimanan dengan memenuhi kebutuhan manusia dan menyejahterakannya melalui penerapan Islam secara keseluruhan.
Negara berperan dalam menegakkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam aturan keluarga. Dengan penerapan Islam, akan terwujud masyarakat aman, damai, dan sejahtera sehingga mampu menciptakan lingkungan yang kondusif. Jika terjadi pelanggaran syariat seperti tindakan kekerasan yang mengancam keselamatan, maka negara yang akan menerapkan sanksi sesuai dengan syariat Islam.
Oleh: Nasiroh (Aktivis Muslimah)