Sistem Ekonomi Anti Miskin, Mungkinkah? - Tinta Media

Sabtu, 23 September 2023

Sistem Ekonomi Anti Miskin, Mungkinkah?

Tinta Media - Sebanyak 10,646 warga miskin di Palembang belum mendapatkan bantuan sosial (bansos). Berdasarkan hasil verifikasi dan validasi (verval) Dinas Sosial Kota Palembang, sebanyak 23,458 keluarga belum tersentuh bansos dari total keseluruhan 33.839 keluarga warga miskin ekstrem. 

 

Menurut pemerintah setempat, warga dikatakan miskin ekstrem jika pendapatan per harinya rata-rata Rp10.000 per hari atau sekitar Rp300.000 per bulan, dan mereka yang belum sama sekali menerima bantuan ini bisa disebabkan banyak faktor, seperti  belum masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) atau mungkin sudah masuk tapi belum diverval lagi. (sumselsatu.com, 31/8/2023).

 

Sungguh ironis, bagi suatu kota modern serta banyak kemajuan di bidang infrastruktur, namun masih banyak sekali warga miskin. Bahkan, untuk menerima bantuan saja masyarakat harus melalui proses administrasi dengan aturan yang rumit. Padahal mereka butuh bantuan dengan cepat karena ini menyangkut hajat hidup mereka. Seharusnya dipermudah bukan malah dibuat pusing dengan data-data yang entah mereka mengerti atau tidak.

 

Penguasa adalah Pelayan Umat

Ekonomi dalam suatu negara atau bangsa memang pondasi utama untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Apabila ekonomi sebuah negara kuat, maka negaranya akan kuat pula. Akses terhadap kemudahan dalam bidang ekonomi, yang meliputi ketersediaan lapangan pekerjaan, daya beli masyarakat, dan kemudahan mengakses kebutuhan pokok akan mendorong terjadinya dinamika kehidupan yang normal dan maju.

 

Sayang, kenyataan yang terjadi malah pemerintah justru terlihat kewalahan dalam mengatur hal tersebut, seperti halnya  bansos  yang kerap kali tidak datang  bahkan sekalinya datang pun  tidak tepat sasaran. Dari sini, pentingnya peran pemimpin dalam mengurus itu semua. Ekonomi dan kawan-kawannya tidak bisa berjalan sendiri melainkan dijalankan oleh penguasa yang cerdas, bijaksana dan tepat dalam mengerjakan tugasnya.

 

Tapi, tentu saja tidak cukup sampai di sana, sebab harus dilandasi aturan yang memadai, terutama aturan yang lugas dan jelas. Seorang penguasa idealnya memang harus paham agama. Bagaimana tidak, agama sendiri adalah pondasi segala aspek terutama politik dalam mengatur tatanan negara. Agama tidak bisa di pisahkan dari kehidupan, sebab agama adalah suatu aturan yang bersumber langsung dari sang pencipta. 

 

Allah Swt. menurunkan syariat, seperangkat aturan sebagai acuan kita dalam mencari kriteria seorang pemimpin adil dan bertanggung jawab serta mampu mengemban tugasnya dengan baik sehingga tidak ada hukum tumpang tindih, pilih kasih serta rakyat yang terzalimi atas kepemimpinannya.

 

Allah berfirman : “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kalian menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (TQS An-Nisa: 58)

 

Dan hadist Rasulullah saw. terkait pentingnya peran pemimpin hingga sanksi atas apa yang di perbuatannya : “Tiada seorang yang diamanati Allah memimpin rakyat kemudian ketika ia mati, ia masih menipu rakyatnya, melainkan pasti Allah mengharamkan baginya surga.” (HR Bukhari).

 

Carut Marut Ekonomi Kapitalisme

Pemimpin yang shalih dan bertakwa akan mampu menggerakkan baik itu roda ekonomi, penegakan hukum, dan tatanan  sosial suatu negara sesuai dengan syariat-Nya, sehingga tidak amburadul dan menyebabkan ketidakadilan. Sejatinya, seorang pemimpin dalam pandangan Islam adalah meri’ayah atau mengurusi masyarakatnya dengan baik dan benar.

 

Pemimpin yang shalih dan bertakwa juga akan mampu menjadikan rakyatnya beriman pada Allah swt. Namun, selain pemimpin, negara juga membutuhkan sebuah sistem untuk  mengatur. Sistem yang akan menyelesaikan segala problematika kehidupan. Lalu, sistem apa yang dianut  pemerintah saat ini, sehingga masih banyak masyarakat yang miskin, bahkan seperti fakta yang di kutip di atas, bahwasanya bantuan sosial saja tidak mereka dapatkan.

 

Sistem saat ini adalah sistem kapitalisme. Sebuah pandangan kehidupan yang membuat orang kaya semakin kaya, orang miskin semakin miskin. Tanpa disadari telah membudaya di setiap lapisan masyarakat  dunia, tidak terkecuali di negara Indonesia. Kapitalisme sendiri telah menaungi ke seluruh  penjuru dunia  dan menyebabkan bergesernya tatanan dunia perekonomian.

 

Sehingga, terjadilah carut-marut sebuah ekonomi negara. Selain kapitalisme, negara kita juga telah menganut ajaran sekuler dimana agama dijauhkan dari kehidupan. Padahal agama adalah pondasi politik dalam suatu negara. Apabila politik tidak dilandaskan pada agama maka yang terjadi adalah seperti sekarang, mengadopsi hukum buatan manusia yang lemah dan mudah diubah demi kepentingan golongan. Hidup sudah susah malah makin susah karena jauh dari Allah SWT. Ibarat kata sudah jatuh tertimpa tangga, sakit sekali rasanya.

 

Solusi Satu untuk Semua

Sudah saatnya kita berganti sistem kehidupan dengan kembali kepada aturan yang sudah Allah swt berikan, yang bersumber langsung dari sang pencipta alam semesta. Tidak ada keraguan sedikit pun atas apa yang sudah Allah swt. tetapkan di dalamnya.

 

Allah swt. menciptakan dunia dan isinya seperangkat dengan aturannya. Sederhananya, ketika kita membeli suatu produk elektronik maka kita akan dapati sebuah buku panduan cara pemakaian. Begitu juga dengan hidup ini, Allah sudah memberikan Al-Quran dan As-Sunah sebagai panduan hidup, maka itulah satu-satunya cara untuk mengembalikan kehidupan menjadi normal, teratur, adil, dan sejahtera.

 

Pun dalam masalah ekonomi, mengentaskan kemiskinan, maka Islam juga memiliki pandangan yang khas untuk mengatur kepemilikan harta baik untuk individu, masyarakat, atau negara. Maka, tidak pernah di dalam Islam seseorang / perusahaan tertentu yang menguasai sumber daya alam tertentu, karena statusnya adalah milik umat. Begitu pun sistem ekonomi Islam mempunyai mekanisme tertentu dalam perputaran harta kekayaan dengan memaksimalkan potensi zakat yang disalurkan ke delapan asnaf. Serta, sumber-sumber pendapatan negara yang terbebas dari ribawi dan utang. Semuanya bisa terlaksana jika seluruh elemen masyarakat, dan penguasa mau mengambil Islam sebagai aturan kehidupan.

 

Wallohua’lam bishowwab

 

Oleh: Mulia (Photographer, dan Aktivis Dakwah)

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :