Semula Halal Lalu Haram, UIY: Ada Kesalahan Dua Pihak - Tinta Media

Rabu, 06 September 2023

Semula Halal Lalu Haram, UIY: Ada Kesalahan Dua Pihak


 
Tinta Media - Pencabutan Sertifikasi halal yang diberikan Kementerian Agama bagi produk Wine Nabidz karena ada manipulasi dan terbukti haram, dinilai Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) ada kesalahan pada dua pihak.
 
“Dalam kasus ini yang semula dinyatakan halal lalu kemudian jadi haram, itu berarti ada kesalahan, kesalahan pasti datang dari dua pihak. Pertama pada yang melakukan, kedua pada yang mengontrol,” ujarnya, di rubrik Fokus To The Point: Aneh! ‘Wine Halal’ Nabidz Tak Sesuai Aturan, Tapi Kok Terdaftar? Rabu (30/8/2023) di kanal YouTube UIY Official.
 
Adanya manipulasi seperti ini menimbulkan keraguan di tengah masyarakat, maka menurut UIY, bisa menghindarinya dengan cara berikut:

“Pertama tentu kembali kepada orang per orang, memastikan bahwa ketika dia mengatakan ini halal betul-betul  halal. Itu tanggung jawabnya di hadapan Allah,” tegasnya.
 
Kedua, sebutnya, negara atau lembaga yang mewakili tidak boleh percaya begitu saja terhadap self declare, karena lembaga itu harus bertanggung jawab ketika sudah ditempelkan halal, padahal haram.
 
Self Declare
 
UIY menjelaskan, self declare adalah basis dari pengamalan seluruh hukum Islam. “Artinya bahwa memang ketika seorang muslim itu melakukan kebaikan menurut ketentuan ajaran Islam, itu memang harus tumbuh dari dirinya. Itu sebagai cerminan dari iman dan takwanya,” jelasnya.
 
Karena itu, menurutnya jika seseorang tahu bahwa itu haram maka harus tinggalkan, kalau tahu bahwa itu halal, boleh diteruskan. “Di situlah pentingnya kita memahami ketentuan hukum  syariah,” tegasnya.
 
Menurutnya, tidak cukup hanya dengan self declare atau self assessment . Ia memberikan alasan, tidak semua orang punya kemampuan, punya kapasitas, juga tidak semua orang punya kedalaman iman dan takwa yang sama.
 
“Karena itulah maka masih diperlukan dua lagi alat kontrol, pertama pengawasan masyarakat, kedua penerapan aturan oleh negara,” imbuhnya.
 
Pengawasan oleh masyarakat menurut UIY , akan membuat masyarakat selalu dalam posisi taat  kepada Allah Swt. “Kalau di dalam lingkungan kehidupan Islam akan seperti itu, zero opportunity. Karena kalau kita bicara tentang peluang orang untuk melakukan penyimpangan itu, dengan pengawasan yang begitu rupa tertutup kesempatan melakukan penyimpangan,” terangnya.
 
Kemudian, ia menjelaskan, peran negara kedudukannya mengawasi setiap penerapan ketentuan-ketentuan agama, agar bisa memastikan bahwa seluruh anggota masyarakat itu taat.
 
“Karena itu jika pun umpamanya  kalau tadi disebut _self declare_ itu tidak boleh _taken for granted_ , percaya begitu saja bahwa masyarakat itu akan sepenuhnya atau keseluruhannya patuh terhadap ketentuan,” jelasnya.
 
Bahaya
 
UIY menyebutkan, masyarakat barat sendiri sebenarnya menyadari bahaya miras, hanya saja mereka tidak bisa mencegahnya. “Mereka tidak bisa mencegah, mereka tidak punya basis untuk mencegahnya,” tuturnya.
 
Menurutnya basis itu ada dua, yaitu basis empirik dan basis keyakinan. “Kalau empirik itu biasanya masih bisa dibantah gitu ya. ‘Itu kan karena kelebihan, itu kan karena tidak ada pengawasan, itu kan karena begitu masih bisa di ini kan,’ tapi kalau basis keyakinan kan itu muncul dari sesuatu yang lebih dalam lagi,” jelasnya.
 
Ia menilai Indonesia itu masih _in between_, antara punya basis keyakinan dan empirik, karena itu pasti ada  kontroversi menyangkut tiga hal.

“Pertama, itu menyangkut bahwa ini mendukung pariwisata, kemudian yang kedua cukai atau pajak, kemudian yang ketiga, lapangan pekerjaan,” terangnya.
 
Menurutnya, lapangan pekerjaan (dari miras) kalau dilihat hanya kurang  lebih sekitar 5000. “Itu enggak banyak dibanding dengan jumlah angkatan kerja kita yang lebih dari 130 juta,” paparnya.
 
Kemudian pariwisata, ia mempertanyakan, “Apakah jika tidak ada minuman  keras itu lalu orang pergi?” tanyanya.
 
UIY menambahkan, kadang-kadang dikaitkan dengan standarisasi internasional. “Kalau hotel bintang lima memang mempersyaratkan ada semacam bar yang di dalamnya dijual minuman beralkohol. Tapi itu ditetapkan oleh orang yang memang mengabaikan basis keyakinan tadi,” jelasnya.
 
Terakhir UIY menegaskan bahwa sebenarnya ini berhubungan kepada keyakinan. “Apakah kita mau tunduk atau tidak? Kalau kita punya sendiri kriteria kenapa tidak? Saya kira bisa,” tutupnya.[] Raras.
 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :