Sejahtera dalam Kapitalisme Hanya Fatamorgana - Tinta Media

Senin, 04 September 2023

Sejahtera dalam Kapitalisme Hanya Fatamorgana



Tinta media - Pada momentum Kemerdekaan Republik Indonesia (17/08/2023) lalu, Bupati Bandung HM. Dadang Supriatna menyampaikan  harapannya untuk mewujudkan kesejahteraan Kabupaten Bandung melalui 3 aspek, yaitu ekonomi, kesehatan, serta terealisasinya Kabupaten Bandung yang bangkit, edukatif, dinamis, agamis, dan sejahtera (BEDAS) seperti jargon politiknya pada pilkada 2020 lalu yang kini menjadi visi Pemerintah Kabupaten Bandung. (Bedanews.com 17/8/2023 )

Sejak menjabat menjadi bupati Kabupaten Bandung Dadang telah meluncurkan beberapa program kerja di antaranya yang berfokus pada sektor ekonomi. Salah satunya program pinjaman modal bergulir tanpa bunga bagi para pelaku usaha, pemberian insentif guru ngaji, insentif linmas, program pembangunan Rutilahu ( rumah tidak layak huni ), program kartu tani untuk membantu petani membeli sarana produksi pertanian atau peternakan dan membebaskan pajak bumi dan bangunan untuk lahan pertanian padi di Kabupaten Bandung.

Di sektor pendidikan, program yang diluncurkan adalah penambahan 28 unit SMP dan pengajuan 22 unit SMA baru ke Pemprov Jabar dengan tujuan supaya pendidikan dapat terjangkau hingga ke wilayah-wilayah pelosok. 

Pada sektor kesehatan, guna memperluas layanan kesehatan serta memberikan akses yang mudah untuk masyarakat, Pemkab  membangun 5 rumah sakit daerah, di antaranya RSUD Cimaung, RSUD Kertasari, RSUD Banjaran, RSUD Pacira, dan RSUD Tegalluar.

Namun, beberapa program tadi nyatanya belum mampu membawa kesejahteraan bagi warga Kabupaten Bandung, baik dari persoalan ekonomi, pendidikan, maupun kesehatan. 

Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung, angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) selama kurun waktu 3 tahun terakhir, yakni dari tahun 2020 - 2022 masih menyisakan 6,98%. Meskipun ada penurunan  dari tahun 2020 yang masih ada di kisaran 8,58%, tetapi angka tersebut masih tergolong besar dibanding 2019 lalu, sebelum terjadinya pandemi Covid-19, yaitu di kisaran 5,51%. 

Oleh karena itu, salah satu upaya untuk mengurangi angka pengangguran, Pemkab Bandung mengadakan acara Job Fair di Gedung Budaya Soreang Pemkab Bandung. Dengan menggandeng 30 perusahaan yang keseluruhannya menyediakan 1500 lowongan pekerjaan, diharapkan masyarakat mendapatkan pekerjaan yang diinginkan dan dapat mengurangi angka pengangguran. 

Adanya program pinjaman bergulir tanpa bunga bagi para pelaku usaha diharapkan dapat memberikan modal untuk mengembangkan usaha mereka. Namun, upaya-upaya tersebut belum efektif menggerakkan roda perekonomian masyarakat. 

Kemudian dalam hal pendidikan, penambahan jumlah unit gedung sekolah juga belum mampu memberikan pelayanan pendidikan yang diinginkan. Mahalnya biaya pendidikan serta kurangnya fasilitas yang dimiliki sekolah-sekolah juga menjadi salah satu persoalan yang pelik hingga saat ini, sehingga masih banyak masyarakat yang kurang mampu akhirnya putus sekolah. 

Menurut Dadang sendiri saat ditemui Tribunnews.com (4/1/2022), rata-rata lama sekolah warga Kabupaten Bandung hanya 8,79 tahun. Artinya, pendidikan mereka banyak yang hanya sampai lulusan SD. 

Belum lagi adanya praktik suap di dunia pendidikan seolah sudah menjadi rahasia umum. Sistem PPDB Zonasi yang diharapkan mampu menyamaratakan kasta pendidikan dinilai menjadi salah satu penyebab adanya praktik suap-menyuap yang dilakukan orang tua yang ingin anaknya masuk ke sekolah negeri favorit.

Dalam masalah kesehatan pun Kabupaten Bandung masih memiliki PR. Salah satunya adalah masalah stunting pada anak, meskipun Pemkab Bandung gencar  melakukan upaya penanganan dan pencegahan. Salah satunya dengan bantuan pemberian protein telur dan ayam yang di lakukan beberapa waktu lalu oleh ketua TP PKK Kabupaten Bandung. 

Pemberian makanan tambahan ini diberikan kepada daerah dengan angka stunting yang tinggi, yaitu di Kecamatan Pameungpek dan Pangalengan. Namun, upaya ini belum menyentuh pokok permasalahan yang mendasar, yakni tidak terjangkaunya harga kebutuhan pokok bagi masyarakat yang kurang mampu. Sehingga, kebutuhan gizi bagi ibu hamil dan balita pun tidak dapat terpenuhi karena kemampuan ekonomi yang tidak memadai. 

Adanya bantuan makanan tambahan pun tidak efektif dalam mengurangi angka stunting dengan cepat dikarenakan bantuan tersebut hanya bersifat temporal.

Sudah 78 tahun Indonesia merdeka dan terbebas dari penjajahan secara fisik. Namun, faktanya negeri ini masih memiliki segudang persoalan yang belum tertuntaskan dari awal kemerdekaannya hingga saat ini, meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk menuntaskan masalah kesejahteraan rakyat. Semua itu hanyalah fatamorgana belaka. 

Sesungguhnya biang keladi dari seluruh persoalan ini adalah karena penerapan sistem ekonomi kapitalis liberalis yang hanya menguntungkan para pemilik modal. Kebijakan dan aturan  yang diterapkan adalah pesanan dari para pengusaha atau para pemilik modal. Sehingga, harga-harga kebutuhan pokok semakin naik. 

Sementara itu, angka pengangguran semakin tinggi akibat banyaknya PHK serta minimnya lapangan pekerjaan. Inilah salah satu faktor penyebab angka kemiskinan semakin bertambah. Harapan sejahtera bagi rakyat yang tidak mampu, ibarat mimpi di siang bolong, jauh dari kenyataan. 

Meskipun negeri ini memiliki sumber daya alam yang luar biasa melimpah, tetapi dengan pengelolaan yang salah kaprah, maka kekayaan hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang yang berduit saja. Kekayaan alamnya dikuasai oleh individu, bahkan dijual ke pihak asing. Sementara, rakyat masih banyak yang mati akibat kelaparan karena tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Miris memang. Ibarat ayam mati di lumbung padi, itulah istilah yang pantas disematkan untuk rakyat negeri ini. 

Selain itu, rakyat juga harus dihadapkan pada mahalnya biaya pendidikan, terutama bagi yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Ini seolah mustahil bagi rakyat miskin untuk dapat mengenyamnya. 

Sekolah negeri yang gratis nyatanya tidak benar-benar gratis karena fasilitas yang minim, dan tetap ada pembayaran di sana sini. Yang diharapkan dapat memfasilitasi anak-anak tidak mampu, ternyata hanyalah isapan jempol belaka. 

Mahalnya harga seragam sekolah dan juga adanya pungli serta iuran rutin dengan alasan ini dan itu menjadi beban bagi orang tua, sehingga banyak anak yang terpaksa putus sekolah dikarenakan faktor biaya. 

Kurikulum yang diterapkan di sekolah pun alih-alih mencetak generasi yang cerdas dan berkepribadian Islam, yang ada adalah generasi yang lemah akal, mental, dan rusak moralnya. 

Pelayanan kesehatan tidak mau kalah. Pemerintah lepas tangan dalam menjamin kesehatan rakyat dan semakin  memberikan peluang besar bagi swasta lokal maupun asing untuk mengelolanya. Apalagi dengan disahkannya UU Kesehatan yang baru, maka biaya layanan kesehatan semakin mahal. Tenaga nakes dalam negeri terancam dengan dibuka lebarnya para nakes asing. 

Selain itu, adanya sistem kasta bagi rakyat untuk mendapatkan fasilitas layanan kesehatan, juga dinilai sebagai sebuah permasalahan yang berbahaya. Banyak kasus pasien diterlantarkan dan akhirnya meninggal dunia karena tidak mampu membayar. Aspek kemanusiaan pun sangat jauh didapatkan dalam sistem kesehatan kapitalis-liberalis saat ini.

Berbeda dengan sistem Islam, penerapannya yang bersifat komprehensif akan menjamin kebutuhan primer setiap warga negara, baik dalam hal sandang, pangan, maupun papan. Islam mewajibkan setiap laki-laki bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Tentu dengan jaminan adanya lapangan pekerjaan yang halal dan upah yang layak, serta lingkungan kerja yang kondusif sehingga setiap keluarga mampu memenuhi kebutuhan pokoknya dengan baik.

Sementara dalam urusan pendidikan dan kesehatan, Islam menjamin setiap warga negara untuk mendapatkan layanannya secara maksimal. Hai ini didukung dengan fasilitas-fasilitas yang memadai, bahkan berkualitas tinggi bagi seluruh rakyat tanpa memandang miskin ataupun kaya. Ini karena pendidikan dan kesehatan merupakan hak warga negara secara keseluruhan, yang akan dipermudah dalam mendapatkannya, bahkan digratiskan. Sehingga, para laki-laki dewasa bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok saja.

Selain itu, negara juga akan memberikan bantuan kepada rakyat yang membutuhkan jika mereka sulit mendapatkan pekerjaan, karena mereka lemah atau tidak mampu secara fisik, akibat usia tua ataupun cacat misalnya, dengan diberikan santunan dari baitul mal (kas negara). Sehingga, kesejahteraan masih tetap dirasakan oleh mereka yang tidak mampu. 

Sistem keuangan negara yang kokoh karena berbasis emas dan perak, juga pos pemasukan Baitul Mal yang hidup, baik dari pemasukan dari kekayaan milik umum berupa SDA ataupun dari pemasukan lainnya, menjadikan negara mandiri dalam menyediakan segala sarana prasarana bagi pemenuhan kebutuhan rakyat. 

Hal ini diperkuat dengan konsep kepemilikan dalam Islam, yang membagi kepemilikan dalam tiga bentuk, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara.

Sumber daya alam yang merupakan milik umum, dilarang oleh syara untuk dimiliki oleh individu, baik domestik ataupun asing. Kekayaan alam yang termasuk ke dalam kepemilikan umum akan sepenuhnya dikelola oleh negara dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang ada. Hasilnya akan dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat. 

Inilah jaminan Islam untuk kesejahteraan rakyat, sehingga tidak akan terjadi kemiskinan dan kelaparan yang merajalela, yang dapat mengancam kualitas generasi semisal gizi buruk dan stunting. Kalaupun ada kasus tersebut, negara akan menanganinya secara cepat dan efisien. Kondisi tersebut hanya dapat terwujud dalam penerapan syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah. Wallahu alam bi shawab

Oleh: Dini A Supriyatin, 
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :