SDM Minim, Apa Kabar Bonus Demografi? - Tinta Media

Minggu, 03 September 2023

SDM Minim, Apa Kabar Bonus Demografi?



Tinta Media - Dalam Studi Komparasi Disperkimtan di Bali, Jumat (26/8/2023), Bupati Bandung Dadang Supriatna menuturkan tentang minimnya pegawai yang hampir terjadi di setiap organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Bandung. Tentu hal ini berdampak pada pelayanan masyarakat. 

Salah satunya adalah Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtan). Instansi ini kewalahan mengurus banyak kompleks perumahan, pemakaman, pertanahan, termasuk pertamanan. Namun, jumlah personil tak sebanding atau minim. Hingga Pemkab Bandung saat ini perlu melakukan kajian akademis untuk mengetahui idealnya jumlah pegawai yang dibutuhkan. 

Karena pengawasan terhadap pengembang perumahan sendiri kurang dari pemda dan SDM-nya kurang, alhasil penyerahan fasos fasum perumahan terkendala. Padahal, Disperkimntan merupakan salah satu OPD yang melayani kebutuhan dasar masyarakat (BALEBANDUNG.com).

Mengingat saat ini sedang memiliki bonus demografi, seharusnya negeri ini mampu memenuhi permasalahan SDM dalam rumahnya sendiri di tengah takhta ramainya negara-negara lain yang mengalami depopulasi, seperti Jepang, Bulgaria, Ukraina, dan negara lainnya yang minim dan kekurangan pewaris. Bonus kekayaan sumber daya manusianya ini menjadi peluang untuk memengaruhi dan berkontribusi dalam memajukan negeri, serta mampu diperhitungkan di mata dunia Internasional. Jadi, apa yang salah? 

Menurut Ida Fauziah (Menteri Ketenagakerjaan), Jepang mampu menjadi negara maju karena kemampuan mengelola bonus demografinya dengan baik. Oleh sebab itu, jika ingin negara maju, maka semua pihak di Indonesia harus bisa mengelola demografi dengan baik. (Republika, 13/2/2023)

Mungkinkah dapat terwujud, mengingat bonus demografi dalam sistem rusak bisa melahirkan banyak risiko. Misalnya, tingginya angka pengangguran, kemiskinan, dan beragamnya masalah sosial seperti kriminalitas. Bonus demografi tanpa persiapan matang tentu dapat menjadi beban bagi negara. 

Selain itu, negara yang maju bisa tampak dari kualitas pendidikannya. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) melakukan survei ke 44 negara anggota OECD, Indonesia berada di urutan paling bawah setelah Afrika Selatan. Dari 277 juta populasi, 26% lulusan SMA, 62,1% lulusan SD atau SMP , dan hanya 11% penduduk Indonesia yang berhasil menyelesaikan jenjang perguruan tinggi. (Kumparansains, 16/03/2023)

Hal ini menunjukkan kualitas intelektual SDM di negeri ini masih rendah sehingga berdampak pada sulitnya masyarakat dalam mengembangkan diri, berinovasi dan melakukan terobosan, terutama dalam bidang teknologi. Akhirnya, banyak tenaga asing dan aseng yang diperkerjakan di Indonesia. Lapangan kerja pun makin sulit. 

Kualitas intelektualitas yang rendah ditambah kurangnya penanaman akidah menyebabkan generasi usia produktif justru banyak yang melakukan kemaksiatan. Lihat saja, banyaknya kasus tawuran, perzinaan, pencurian, pecandu dan pengedar narkoba, dan kriminalitas lain, pelakunya didominasi pemuda. 

Negara seyogyanya berperan dan sangat bertanggung jawab untuk memajukan pendidikan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan tidak hanya dapat dirasakan oleh segelintir orang, tetapi harus merata dari pusat sampai ke pelosok. Begitu pun dalam jasa pelayanan. 

Jasa pelayanan harus menjangkau masyarakat secara umum, dan menjadi keperluan masyarakat. Maka, jasa pelayanan termasuk kemaslahatan yang wajib disediakan secara gratis oleh negara. 

Ibnu ‘Abbas ra. Berkata, “Orang-orang dari tawanan Perang Badar tidak memiliki tebusan. Lalu Rasulullah saw. Menjadikan tebusan mereka adalah dengan mengajari anak-anak Anshar menulis.” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi dan Al-Hakim)

Hadis ini menggambarkan tentang perlakuan terhadap tawanan perang. Sebagian dari mereka yang tidak memiliki harta, tebusannya adalah dengan mengajarkan baca tulis untuk kaum muslimin yang diperlukan kala itu. Jasa pada masa sekarang disebut dengan jasa pelayanan publik yang manfaatnya dirasakan oleh seluruh masyarakat. Jika negara tidak menyediakannya, maka masyarakat akan mengalami permasalahan dan dharar atau bahaya. 

Terkait pelayanan publik, banyak riwayat yang menguatkan dari Rasulullah saw. Misalnya, Rasulullah saw. Mengangkat wali, qadi, amil (penguasa setingkat bupati), juga para khatib untuk mengurusi berbagai urusan kaum muslimin. Ketika Rasulullah saw. Mendapat hadiah seorang tabib (dokter) dari Muqausis, beliau menjadikannya dokter umum untuk seluruh kaum muslimin. 

Dalam paradigma Islam, negara berperan membentuk SDM yang memiliki intelektualitas tinggi dan berkualitas. Islam memiliki strategi dalam membangun kemampuan SDM menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Langkahnya adalah dengan membangun sistem pendidikan yang visioner sejak jenjang dasar hingga pendidikan tinggi. Keilmuannya bersumber hanya dari akidah Islam sehingga mampu melahirkan generasi berkualitas yang terintegrasi dengan karakter mukmin yang berkepribadian Islam.

Alhasil, pendidikan Islam akan menghasilkan generasi atau SDM yang jauh dari persaingan duniawi, individualisme, dan materialisme karena orientasi mereka adalah kemaslahatan umat dan memberikan kebaikan bagi dunia. Semangat kolaborasi dan  persatuan atas dasar ukhuwah Islamiyah akan menghiasi karya-karya mereka sebagai investasi terbaik bagi kehidupan akhirat kelak. Wallaahu ‘alam.

Oleh: Nia Umma Zhafran
(Ibu Rumah Tangga)
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :