Tinta Media - Bupati Bandung Dadang Supriatna mengusulkan tentang dibangunnya fasilitas transportasi darat, khususnya stasiun kereta api. Rencananya stasiun ini akan dibangun di Tegalluar agar mudah di akses oleh masyarakat di berbagai wilayah di Bandung.
Stasiun tersebut akan menghubungkan stasiun kereta api cepat dari stasiun Bandung ke stasiun Tegalluar sampai ke kawasan Gedebage, Kota Bandung.
Agar proyek tersebut bisa terlaksana, maka dibutuhkan dukungan dari semua pihak, termasuk dari pemerintah pusat dan daerah, karena transportasi stasiun Tegalluar ke kawasan Gedebage dibangun untuk kebutuhan masyarakat, sehingga dapat meningkatkan taraf ekonomi mereka.
Benarkah pembangunan infrastruktur berupa stasiun kereta api cepat jalur Jakarta-Bandung ini dapat menaikkan taraf ekonomi rakyat?
Kereta api cepat Bandung-Jakarta dari sejak proyek tersebut digulirkan, tidaklah terlalu dibutuhkan oleh masyarakat banyak. Dengan ongkos kereta api cepat yang mahal, yaitu kisaran Rp250.000 sampai Rp300.000 per orang, tentu hanya terjangkau oleh masyarakat ekonomi menengah ke atas. Sementara, kebanyakan dari masyarakat yang notabene dalam ekonomi menengah ke bawah, sulit menjangkaunya, cukup mengakses kereta api kelas ekonomi atau bisnis yang sesuai dengan kantong mereka.
Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur kereta api cepat yang memakan biaya fantastis tersebut, tidak signifikan untuk menaikkan taraf ekonomi rakyat, karena tidak berefek kepada aktivitas ekonomi mereka.
Justru keberadaannya hanyalah untuk memudahkan kalangan pengusaha besar (kapitalis) dalam memudahkan distribusi barang dan jasa mereka. Hal ini membuktikan bahwa sistem kapitalisme-sekularisme, yang diterapkan saat ini bukan untuk kemaslahatan masyarakat, tetapi hanya demi kepentingan para pemilik modal (kapitalis) semata.
Inilah konsekuensi yang harus terjadi ketika negeri ini menerapkan sistem kapitalisme-sekularisme liberalisme, yang membebaskan investasi swasta (lokal dan asing) dalam pengadaan dan pengelolaan sarana umum, termasuk transportasi darat, sebagai bisnis yang sangat menguntungkan bagi para investor besar.
Asas manfaat yang melandasi sistem ini mengakibatkan keberadaan fasilitas umum memberi manfaat pada segelintir orang, tetapi tidak untuk kemaslahatan masyarakat banyak. Penguasa saat ini, hanya berfungsi sebagai regulator, sedangkan yang bertindak sebagai operator, diserahkan kepada mekanisme pasar.
Berbeda dengan sistem Islam, pembangunan fasilitas berupa infrastruktur adalah tanggung jawab negara, dan sifatnya bukan sekadar tempat lalu lalang manusia. Pengadaan dan pengelolaannya adalah untuk memenuhi kebutuhan publik, termasuk transportasi umum. Bukan untuk mengambil keuntungan semata, akan tetapi untuk kemaslahatan masyarakat.
Sehingga, biaya transportasi untuk masyarakat bisa digratiskan, dengan pendanaan dari Baitul Mal (kas negara) dari pos kepemilikan umum (salah satunya hasil SDA). Kalaupun harus membayar, sekadar untuk mengganti biaya operasionalnya saja, tanpa ada unsur bisnis.
Contohnya pada masa Khalifah Sultan Hamid II pada tahun 1900 Masehi, dibangun proyek Kereta Api Hejaz and Railways, yang merupakan jalur kereta api yang terbentang dari Kota Istambul, ibu kota Khilafah Utsmaniyah, hingga Mekkah melewati Damaskus, Jerusalem, dan Madinah, hingga terus ke Timur menghubungkan seluruh negeri Islam lainnya. Keberadaannya diumumkan ke seluruh dunia Islam sehingga menjadi sarana umum untuk memudahkan akses masyarakat dalam beraktivitas, termasuk aktivitas ekonomi, sehingga benar-benar dapat meningkatkan taraf perekonomian masyarakat.
Hal tersebut dapat terjadi melalui penerapan sistem Islam secara kaffah (komprehensif) yang dijalankan oleh sebuah negara (khilafah). Keberadaan negara sebagai pengatur urusan umat (rakyat), menjadikan peran negara begitu strategis dan sentral dalam memberikan jaminan keadilan dan kesejahteraan, serta meminimalisasi bahkan menghilangkan kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat.
Penyediaan infrastruktur transportasi yang aman dan memadai untuk seluruh lapisan masyarakat, tanpa membedakan si miskin dan si kaya, dengan teknologi canggih, menjadikan negara maksimal dalam pelayanannya, tanpa pamrih, karena tanggung jawabnya terhadap rakyat.
Rasulullah Saw, bersabda:
"Imam (Khalifah) adalah pengurus (ra'in) rakyatnya dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya yang dia urus
(H.R. Al-Bukhari).
Wallahu' Allam Bishawab
Oleh: Yuli Ummu Shabira,
Sahabat Tinta Media