Politik Tanpa Agama? No Way! - Tinta Media

Minggu, 24 September 2023

Politik Tanpa Agama? No Way!

Tinta Media - Pemilihan Presiden tinggal lima bulan lagi, para calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres)  beserta partai - partai pendukung sudah mulai berkampanye,  baik secara terang-terangan maupun secara terselubung di media sosial.

 

Dalam situasi panas kompetisi mengumpulkan pendukung,  Menteri Agama Yaqut Cholil mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan pertanyaan banyak pihak. Pak Menag memperingatkan masyarakat agar tidak memilih capres dan cawapres yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk mendapatkan kekuasaan. Agama Islam adalah rahmat untuk semesta alam,  bukan hanya rahmat bagi umat Islam saja, katanya. 

 

Pernyataan Menag ini mengandung pesan bahwa agama Islam jika menyatu dengan politik akan menjadi sesuatu yang buruk, harus dihindari. Pernyataan Menag juga menjadi bukti bahwa negara ini memang sekuler,  memisahkan agama dari kehidupan berpolitik. 

 

Pencitraan negatif agama Islam dalam politik asalnya datang dari Barat, dari kaum orientalis yang bertujuan untuk menciptakan Islamofobia.  Sungguh ironis kalau sekarang tuduhan itu keluar dari mulut seorang menteri agama yang notabene seorang muslim. 

 

Padahal kenyataannya politik sekularisme - demokrasi yang digunakan saat inilah yang rusak, karena menerapkan prinsip Machiavelli:  Menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan. Kegiatan pencitraan peduli pada rakyat,  blusukan ke pesantren dan pasar,  berpakaian bagai orang taat beragama,  berfoto saat beribadah dan politik uang atau bantuan adalah formula baku banyak politisi saat pemilu menjelang agar dipilih kaum muslim. 

 

Politik uang juga menjadi suatu hal yang lumrah dilakukan menjelang pemilu. Seorang cawapres dan anggota legislatif mengatakan bahwa bila seseorang dicalonkan untuk menjadi anggota legislatif pusat butuh dana Rp 40 Milyar,  untuk menjadi Bupati / Walikota butuh uang Rp 30 Milyar dan Gubernur bisa mencapai Rp 100 Milyar,  maka seorang calon presiden harus menyediakan dana sampai trilyunan. Tentu biaya yang besar ini tidak mungkin disediakan secara mandiri,  pasti ada bantuan dari pihak lain. Saking besarnya politik uang di negeri ini, menurut standar internasional,  menjadikan Indonesia sebagai negara dengan politik uang ke-3 terbesar di dunia. Bukan prestasi yang patut dibanggakan. 

 

Mekanisme pemilu demokrasi sekuler seperti itu dapat dipastikan hanya akan menghasilkan para eksekutif dan legislatif yang setelah terpilih, sibuk mencari cara bagaimana mengembalikan modal daripada bekerja memikirkan kesejahteraan rakyat. Jabatan dan kewenangan dimanfaatkan untuk mengganti ongkos politik saat pemilu. Tidak ada rasa takut kepada Allah SWT atas dosa perbuatan itu. 

 

Berbeda dengan sistem Islam, politik dan agama tidak dapat dipisahkan karena agama menjadi landasan pelaksanaan politik. Islam bukan saja mengatur masalah spiritual tapi juga mengatur masalah urusan duniawi seperti politik,  ekonomi, sosial,  pemerintahan dan lain-lain. Orientasi politik Islam adalah mengurusi urusan umat dengan menerapkan hukum-hukum Allah SWT dan menjadikan Islam sebagai Rahmatan lil 'alamiin. 

 

Kegiatan politik dilakukan oleh umat (rakyat) dan negara (Pemerintah).  Pemerintah mengatur urusan rakyatnya secara praktis dan rakyat mengontrol juga mengoreksi Pemerintah dalam melakukan tugasnya. Kedaulatan membuat hukum ada pada Allah SWT.

 

Dalil-dalil syariah merupakan kontrol terhadap aktivitas politik dalam Islam,  seperti HR Bukhari yang berbunyi: Seseorang yang ditetapkan Allah untuk mengurus kepentingan umat,  tetapi dia tidak memberikan nasihat kepada mereka,  tidak akan mencium baunya surga. 

 

Atau HR Bukhari - Muslim yang berbunyi: Tidaklah seorang hamba yang ditetapkan Allah untuk mengurus rakyat,  lalu ia mati dalam keadaan menipu mereka,  kecuali Allah mengharamkan dirinya masuk surga. 

Dengan begitu,  dalam Islam tidak ada satu pun aktivitas seorang muslim yang dapat terpisah dari syariah agama. Begitu pula dalam aktivitas politik.  Tidak mungkin kekuasaan terpisah dari agama, seperti pernyataan Ibnu Taimiyah,  Jika kekuasaan terpisah dari agama atau agama terpisah dari kekuasaan, niscaya perkataan manusia akan rusak. Hanya dengan agama Islam pelaksanaan politik dapat terjaga dari bermaksiat kepada Allah SWT. 

 

Wallahu a'lam bish shawwab

 

Oleh: Wiwin

Sahabat Tinta Media 

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :