Tinta Media - Ramai diperbincangkan seorang guru SMP Negeri 1 Sidodadi, Lamongan, Jawa Timur membotaki kepala 19 siswi kelas IX karena tidak mengenakan dalaman kerudung alias ciput. Tanpa ciput, rambut yang merupakan aurat memungkinkan bisa kelihatan.
Pegiat HAM menyatakan bahwa tindakan tersebut “paling intimidatif” dan mendesak agar dinas pendidikan segera mencabut peraturan wajib jilbab. (bbc.com, 30/8/2023)
Andreas Harsono, seorang pegiat HAM dari Human Right Watch mengatakan bahwa selama dua dekade terakhir, banyak perempuan muslim di Indonesia kerap menghadapi tuntutan hukum dan tekanan sosial untuk mengenakan apa yang disebut busana Muslimah.
"Saya tidak mempermasalahkan jilbabnya. Yang saya permasalahkan itu peraturan yang mewajibkan disertai hukuman," ungkap Andreas kepada BBC News Indonesia.
Padahal, pihak sekolah telah mengklaim bahwa sudah ada mediasi dengan keluarga siswa. Namun, Andreas mengaku kurang yakin dengan klaim pihak sekolah, sebab menurutnya sering kali orang tua murid hanya setuju untuk berdamai karena adanya tekanan dari pihak sekolah, dinas pendidikan, maupun aparat penegak hukum.
Perlu diketahui bahwa pemakaian ciput memang penting untuk model berkerudung anak-anak zaman sekarang yang rambutnya sering kelihatan, meski sudah berkerudung. Dalam pandangan Islam, rambut adalah bagian aurat perempuan yang wajib ditutupi, bahkan tidak boleh terlihat meski hanya satu helai saja.
Hanya saja, esensi berkerudung bagi para Muslimah saat ini tidak dipahami sebagai sebuah kewajiban yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka cenderung mengenakan kerudung hanya karena tren, sehingga tidak memerhatikan aturan-aturan ketika menutup aurat.
Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, dan kerudung adalah kain penutup kepala yang menjulur menutupi dada. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Quran surah An-Nur ayat 31:
وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ
"Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung (penutup kepala) ke dadanya." (QS. An-Nur: 31)
Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu menyatakan bahwa makna "Perhiasannya (auratnya) kecuali yang (biasa) terlihat" adalah muka dan telapak tangan. Imam At Thabari dalam kitab Jami' Al-bayan Fi Tafsiril Quran juz 18 halaman 94, juga menyatakan pendapat yang paling kuat dalam masalah ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa sesuatu yang biasa tampak pada wanita adalah muka dan telapak tangan.
Dari Aisyah Radhiyallahu anha, "Asma binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan memakai pakaian yang tipis, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun berpaling darinya dan bersabda: "Wahai Asma sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haid atau sudah baligh tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini. Beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya." (HR Abu Daud no 4140. Dalam Al Irwa [06/203] Al Albani berkata Hasan dengan keseluruhan jalannya)
Maka jelas, siapa pun yang mengaku sebagai muslim dan orang beriman, tidak ada perbedaan atau khilafiah dalam memahami aurat dan bagaimana cara menutup aurat yang sempurna, termasuk mengenakan kerudung. Hanya saja, sekalipun Allah dan Rasul-Nya telah jelas dan gamblang menjelaskan perkara ini, tetapi perintah tersebut begitu susah dipahami dan diamalkan pada masa sekarang.
Kaum muslimin memahami bahwa kerudung adalah busana muslimah, tetapi sekadar sebagai pilihan bukan kewajiban. Akibatnya, muncul pendapat bahwa kewajiban berkerudung di sekolah adalah tindakan intoleran dan tindakan bullying. Pendapat inilah yang diambil oleh para penggiat HAM. Oleh karena itu, mereka akan bersuara nyaring mengecam setiap upaya mewajibkan kerudung bagi siswa muslim sebagai bentuk pemaksaan alias intoleran.
Sistem sekularisme liberalisme yang mendominasi pemikiran kaum muslimin saat ini membuat kewajiban mulia sebagai paksaan. Tidak mengherankan sebab paham sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Aturan agama hanya dianggap sebuah pilihan, bukan kewajiban yang harus ditaati. Dari situlah muncul ide liberalisme yang membuat manusia berpikir dan bertingkah laku bebas sesuai dengan kenyamanan dan keinginannya, bukan bertingkah laku sesuai syariat Allah.
Sangat berbeda dengan sistem Islam ketika diterapkan secara praktis oleh negara bernama Khilafah. Dalam negara Khilafah, perintah Allah untuk menutup aurat secara sempurna tidak akan menjadi masalah.
Semua yang diberikan kewajiban tersebut akan dengan senang hati menjalankannya karena baik individu, masyarakat, maupun negara sama-sama menjalankan syariat Islam dalam segala aspek kehidupan.
Sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitabnya Daulah Islam bab Siyasah Ad Daakhiliyah (Politik Dalam Negeri) menjelaskan bahwa sumber aturan negara Khilafah adalah Al-Qur'an dan Sunnah, sehingga seluruh kebijakan, perundang-undangan, maupun ketetapan khalifah (pemimpin) akan bersumber darinya.
Terkait menutup aurat, Islam telah menetapkan bahwa para muslimah wajib mengenakan kerudung atau khimar berdasarkan Qur'an surah An-Nur ayat 31 dan memakai baju panjang tanpa potongan seperti gamis atau jilbab berdasarkan Qur'an surah Al-Ahzab ayat 59 yang berbunyi:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فَلَا يُؤۡذَيۡنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا
"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha penyayang." (QS. Al-Ahzab: 59)
Meskipun seruan syariat ini menjurus pada aktivitas individu, tetapi Khilafah merupakan penerap syariat Kaffah dan penjaga agar setiap individu warganya senantiasa dalam ketaatan. Karena itu, Khilafah sebagai institusi negara wajib menyuasanakan hal tersebut melalui kebijakannya.
Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitab yang lain, yakni Nidhomul Ijtima'iy (Sistem Pergaulan Islam) menjelaskan bahwa jilbab atau pakaian lorong adalah pakaian wajib untuk para perempuan ketika keluar rumah. Khalifah berhak menetapkan sanksi ta'zir kepada mereka yang tidak mengenakannya.
Kebijakan ini akan memiliki implikasi kepada warga Khilafah, khususnya para perempuan. Bagi warga Khilafah yang muslimah, mereka akan menjalankan kebijakan tersebut dengan penuh kesadaran sebagai hamba Allah dan aturan negara.
Sedangkan bagi warga Khilafah yang nonmuslimah, perempuan kafir misalnya, mereka akan menjalankan aturan ini sebagai bentuk ketundukan pada kebijakan negara. Dengan begitu, masyarakat dalam Khilafah akan memahami dan menjalankan kewajiban, termasuk menutup aurat sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan pasti tidak ada lagi perdebatan tentang seragam sekolah bagi muslimah seperti saat ini. Hal ini karena di tempat umum seperti sekolah, semua muslimah akan menutup aurat mereka dengan senang hati. Wallaahu A'lam bis Shawab.
Oleh: Nur Itsnaini Maulidia (Aktivis Dakwah)