Pencegahan Kekerasan Seksual terhadap Anak Tidak Cukup Peran Keluarga - Tinta Media

Rabu, 06 September 2023

Pencegahan Kekerasan Seksual terhadap Anak Tidak Cukup Peran Keluarga



Tinta Media - Kasus kekerasan seksual pada anak sering kali terjadi, khususnya di Indonesia. Dari tahun ke tahun, laporan kasus kekerasan bukannya menurun justru semakin meningkat, tanpa kejelasan solusi yang dapat menuntaskannya.

Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan mengatakan, keluarga dan masyarakat dapat berkontribusi dalam mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan seksual. Fenomena banyak anak yang menjadi korban kekerasan seksual, tetapi enggan menceritakan serta melaporkannya karena takut menjadi aib dan mencoreng nama keluarga masih sering terjadi. 

Indra mengatakan, orang tua perlu menciptakan ruang yang aman dalam keluarga dan membuat anak nyaman dalam berkomunikasi.

“Cara mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dapat dimulai dari lingkup keluarga, sebab keluarga adalah tempat terkecil yang aman bagi anak-anak mereka dari tindakan kekerasan seksual. Pencegahan dapat dilakukan dengan  memberikan edukasi kepada seluruh anggota keluarga, terutama anak-anak, serta membangun komunikasi yang berkualitas bagi anggota keluarga,” ungkap Indra dalam kegiatan Media Talk di kantor KemenPPPA, Jakarta, Jumat (25/8/2023) 

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) selama tahun 2023 KPA telah menerima laporan kasus kekerasan seksual pada anak di beberapa daerah di Indonesia, yaitu mencapai 2.739. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan 2022. Parahnya lagi, sebagian besar pelakunya adalah orang terdekat anak, seperti ayah kandung, kakek, kakak korban, ayah tiri, paman, dan teman dekat. (Kompas, 31-7-2023).

Ia pun menegaskan bahwa meningkatnya angka kekerasan seksual anak di negeri ini adalah tanggung jawab bersama, baik dari pemerintahan, penegak hukum, dan masyarakat luas, yakni dalam rangka melindungi anak-anak.

Akar Masalah 

Kasus kekerasan seksual yang menimpa anak masih menjadi persoalan yang sulit dipecahkan. Banyak peraturan dan UU yang dibuat, tetapi justru kasus kekerasan seksual tak pernah usai. 

Memang benar, keluarga memiliki andil dalam masalah ini. Hanya saja, kasus kekerasan seksual bukan disebabkan rapuhnya keimanan seseorang semata atau minim literasi terkait hal itu, tetapi karena lemahnya pendidikan agama dari orang tua kepada anak-anak yang  disebabkan mereka bekerja demi kebutuhan ekonomi. Alhasil, anak menjadi korban. 

Sejatinya, kasus kekerasan seksual yang merajalela adalah buah dari penerapan sistem sekularisme kapitalisme. Sistem ini menjauhkan manusia dari agama sehingga orientasi kehidupan hanya digunakan untuk meraih kemenangan dan kepuasan duniawi semata, sehingga melahirkan kerusakan di semua sendi kehidupan.

Di sisi lain, masyarakat mudah mengakses berbagai film, video, maupun situs-situs porno di berbagai media. Pergaulan di masyarakat pun menganut kebebasan dan permisif yang menormalisasi perzinaan untuk memuaskan syahwat. Akhirnya, anak menjadi sasaran empuk predator seksual. 

Lebih mirisnya, kekerasan seksual banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat anak. Mereka yang semestinya melindungi justru malah merusak kehormatan anak tersebut.

Di sisi lain, sanksi yang diberikan kepada pelaku terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera. Faktor penegakan hukum ini cukup memberi andil sehingga kasus-kasus kekerasan terhadap anak terus terulang. 

Jadi, akar masalah kasus ini bukan terletak dari minimnya peran orang tua, tetapi karena kegagalan sistem sekularisme kapitalisme. Telah tampak kerusakan dan kegagalan sistem buatan manusia ini di segala lini kehidupan.

Pandangan Islam

Sangat berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam adalah agama sempurna yang mampu menyelesaikan segala problem kehidupan, khususnya masalah kekerasan seksual anak. Islam memandang negara adalah pengatur urusan seluruh rakyat. Rasulullah saw bersabda:

“Imam/khalifah adalah pemelihara urusan rakyat, ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Islam sebagai ideologi yang memiliki seperangkat aturan baku yang sangat terperinci dan sempurna mencakup seluruh aspek kehidupan. Untuk menyelesaikan kasus kekerasan seksual, Islam menyelesaikan dengan cara menerapkan sistem ekonomi, sistem pergaulan, dan sistem sanksi yang tegas bagi pelaku kejahatan. 

Tidak hanya itu, Islam mewajibkan tiga pilar, yakni orang tua, masyarakat, dan negara menjalankan perannya masing-masing untuk mencegah kekerasan seksual. 

Peran orang tua adalah mendidik anak-anak dengan syariat Islam. Orang tua wajib menanamkan akidah kepada anaknya hingga terbentuk kesadaran di dalam diri mereka bahwa dia adalah hamba Allah yang wajib menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. 

Masyarakat memiliki peran menciptakan kehidupan yang berasaskan Islam, yaitu sebagai wadah terwujudnya amalan praktis amar ma’ruf nahi munkar dan saling tolong menolong (ta’awun) dalam kebaikan. Masyarakat seperti ini hanya terbentuk ketika Islam kaffah dijadikan sebagai maqayis (standar nilai), mafahim (pemahaman), dan qanaah (penerimaan) dalam masyarakat.  

Dari sisi negara, Islam mewajibkan khilafah sebagai penerapan hukum Islam dan penjamin keamanan rakyat. Sebab, salah satu faktor utama kejahatan tersebut adalah karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar bagi masyarakat itu sendiri. 

Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin setiap laki-laki mendapatkan pekerjaan. Dengan bekerja, mereka akan bisa menafkahi keluarganya secara makruf. Jaminan ini akan membuat tugas ayah dan ibu dalam mendidik anak tidak tumpang tindih. 

Apalagi media dalam khilafah digunakan sebagai sarana edukasi masyarakat terkait hukum-hukum syariah. Media juga menjadi sarana meningkatkan taraf berpikir mereka dengan informasi politik, iptek dan sejenisnya. Selain itu, media juga berfungsi sebagai sarana menumbuhkan cinta kepada Islam dengan menayangkan haibah negara khilafah. 

Dengan penerapan sistem semacam ini, masyarakat akan tersuasanakan dalam kebaikan.  Islam akan menerapkan sanksi tegas kepada pelakunya.

Syaikh Abdurrahman al-Maliki dalam kitabnya sistem sanksi Islam menjelaskan bahwa hukuman bagi pemerkosa mendapat 100 kali cambuk bila belum menikah, dan hukuman rajam bila sudah menikah. Hukuman bagi penyodomi adalah dibunuh. Jika melukai kemaluan anak-anak kecil dengan persetubuhan, terkena denda 1/3 dari 100 ekor unta atau sekitar 750 juta rupiah selain hukum zina. 

Beginilah Islam dalam menyelesaikan kekerasan seksual pada anak, yang tidak bisa dilakukan dalam sistem kapitalisme. Dengan penerapan Islam kaffah dalam kehidupan maka otomatis perlindungan terhadap anak akan sangat mudah diwujudkan. Sebab, anak adalah generasi penerus bangsa.  Bahkan, anak akan merasakan keamanan dan kesejahteraan yang sesungguhnya saat hidup di bawah naungan daulah Islamiah. Wallahu a’lam bish shawwab.

Oleh: Hamsia 
(Pegiat Opini)
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :