Tinta Media - Direktur Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Dr. Erwin Permana menegaskan bahwa pemerintah jelas-jelas menjalankan proyek oligarki.
"Sangat-sangat jelas bahwa pemerintah menjalankan proyek oligarki. Proyek Strategis Nasional (PSN) yang jumlahnya itu 200 lebih dengan budget 4000 triliun lebih. Dari mana dananya? Ya dari para oligarki, dari para investor," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (13/9/2023).
Bentuknya berbagai macam jenis, ujar Erwin, seperti IKN, proyek kereta cepat, jalan tol, bandara dan segala macam jenisnya termasuk pelabuhan, dananya sebagian besar adalah dari investor.
Menurutnya, investor sangat berkepentingan dalam PSN, karena setelah itu negeri akan diserahkan ke mereka, pemerintah tinggal memberikan izin melalui kebijakan yang dikeluarkan.
"Investor sangat berkepentingan di sini, karena dengan berbagai proyek itu, kemudian negeri ini diserahkan ke mereka. Jadi enak betul, tinggal izin dari pemerintah mereka bisa memiliki konsesi lahan sedemikian lama, puluhan tahun bahkan ratusan tahun begitu," tukasnya.
Akhirnya, imbuhnya, oligarki menguasai negeri ini. Nantinya, tanah-tanah negeri ini ini milik segelintir orang, masyarakat hanya jadi penonton. "Bahkan menonton pun mereka sudah tidak sempat. Karena mereka tidak memiliki rumah, di mana mereka berdiri untuk menontonnya. Mereka bahkan tidak sanggup lagi berdiri, karena mungkin kelaparan. Jadi, sangat sedih tinggal di negeri ini. Potretnya lebih buruk dari zaman penjajahan," ungkapnya.
Situs Sejarah
Berdasarkan sejarah Rempang, selanjutnya Erwin menekankan bahwa negara wajib melindungi situs sejarah.
"Wajib ya negara melindungi sistem sejarah. Sebab, dari sejarah itu nanti akan terbentuk karakter, terbentuk profile kita sebagai sebuah negara. Nenek moyangnya siapa, bagaimana kisah perjuangannya, itu akan mengalir di dalam darah anak keturunannya, dengan catatan itu sejarah diceritakan, sehingga ada bukti sejarahnya," terangnya.
Kalau tidak ada sejarahnya, katanya kembali, tidak pernah diceritakan. Generasi ke depan ini menjadi generasi yang tidak memiliki jati diri. "Jangan-jangan nanti jati diri mereka itu berubah menjadi jati diri orang Cina. Jangan-jangan ke depan menjadi jati diri Jengis Khan. Karena jejak sejarahnya dihapuskan," ungkapnya.
Ia juga menceritakan bahwa Aceh tidak pernah berhasil dijajah karena disupport oleh Kesultanan Riau dan Lingga.
"Di Kepulauan Rempang itu penuh dengan sejarah heroik. Mereka dengan gagah mengusir Belanda yang akan menduduki pulau Sumatera. Itu berlangsung selama ratusan tahun. Tercatatkan bahwa Aceh sebagai daerah yang enggak pernah berhasil dijajah oleh Belanda, Kenapa, karena memang di support oleh Rempang oleh Kesultanan Lingga dan juga Kesultanan Riau," paparnya panjang lebar.
Semestinya, ungkapnya, yang menjadi gubernur di sana itu adalah anak-anak Sultan Riau, Sultan Lingga dulu. Akan tetapi mereka tidak menuntut itu. Mereka menuntut hidup tenang saja, jangan diganggu dari kampung halaman, mereka jangan diganggu dari tanah wilayah mereka, dari tanah leluhur mereka.
Erwin kembali menjelaskan peran besar Masyarakat Rempang dalam perjuangan merebut kemerdekaan. "Negara harusnya berdiri di depan dalam dalam menjaga tiap-tiap jiwa masyarakat. Misalnya ada orang lain mengganggu masyarakat kita, negara berada di garda paling depan. Bukan malah mengusik masyarakat yang hidup tenang di situ, sudah terbentuk komunitas ratusan tahun, bahkan mereka sudah ada sebelum Indonesia, nenek moyang mereka berkontribusi terhadap kemerdekaan negeri ini," bebernya.
Nah ini, imbuhnya, anak turunannya kok dianggap seperti orang yang menyerobot tanah di sana. Ini sangat kurang ajar. Ini tidak boleh. Nah inilah kemudian paradigma paradigma Maulana negara memang harus diluruskan.
Terakhir, ia menekankan bahwa paradigma kapitalisme ini terbukti bangkrut, sehingga perlu diganti.
Paradigma kapitalis demokrasi kita ini harus diganti. Karena terbukti bangkrut kok. Ini harus diganti dengan paradigma yang lebih baik yang memanusiakan manusia yang menjaga keutuhan masyarakat menjaga keutuhan negeri ini," pungkasnya.[] Nur Salamah