Tinta Media - Menanggapi kebijakan Golden Visa yang resmi disahkan oleh pemerintah, Narator MMC mengatakan bahwa ini menunjukkan perekonomian negara bergantung pada investasi.
"Inovasi kebijakan golden Visa sejatinya menunjukkan bahwa perekonomian negara ini sangat bergantung pada investasi selain utang," tuturnya dalam Serba Serbi: Aturan Golden Visa Disahkan; Asing Dianakemaskan, Rakyat Dianaktirikan, Jumat (8/9/2023) di kanal Youtube Muslimah Media Center.
Ia melanjutkan, negeri ini sangat kaya akan sumber daya alam yang memampukan negeri ini memiliki kemandirian ekonomi. Namun lagi-lagi negara membiarkan sumber daya alam tersebut dikelola dan dikeruk keuntungannya oleh asing.
“Kebijakan ini menyebabkan risiko fiskal dan makro ekonomi seperti fluktuasi ekonomi yang cepat atau boom and buat cycle. Sebab pihak asing sangat mungkin memindahkan investasinya ke negara lain yang memiliki skema investasi yang lebih menarik,” ujarnya.
Keuntungan terbesar dari golden Visa ini, ucapnya, sejatinya hanya akan didapatkan oleh pihak negara asing, melalui investasi asing yang makin masif. “Dengan kekuatan monopoli asing, kebijakan negara akan mudah disetir oleh mereka," ungkapnya.
Menurutnya, penentuan harga barang atau jasa yang menjadi objek investasi, seperti migas, listrik, tarif tol, pelayanan publik lainnya, bahkan termasuk bidang pendidikan dan kesehatan, pada akhirnya akan ditetapkan asing, rakyat pun akan semakin sengsara.
“Kebijakan ini juga menampakkan perlakuan istimewa negara terhadap warga negara asing yang berinvestasi di negeri ini dengan dalih memajukan negara. Padahal kebijakan pemberian izin tinggal dan kewarganegaraan berbasis investasi ini adalah kebijakan yang tidak adil dan diskriminatif bagi rakyat, mengingat orang yang memiliki uang dalam jumlah banyaklah yang akan mendapatkan hak eksklusif untuk tinggal bekerja dan melakukan usaha di suatu negara," ujarnya.
Kondisi ini, jelasnya, menggambarkan watak sistem ekonomi kapitalis yang berjalan di negeri ini. dimana negara hanya menjadi pihak yang condong kepada kepentingan para pemilik modal, baik lokal maupun asing.
“Negara selalu memperluas ruang bagi para kapitalis untuk membuka dan memperbesar usahanya. Sementara rakyat di negeri sendiri yang sebagian besar tidak memiliki modal usaha dipersempit lapangan pekerjaannya. Inilah gambaran negara dalam sistem demokrasi kapitalis yang terus menerus mengabaikan kepentingan dan urusan rakyatnya," tukasnya.
Islam
Ia membandingkan, ini berbeda dengan sistem Islam yang diterapkan dalam institusi negara. Islam memiliki aturan dalam mengatur investasi asing yang menjadi bagian dari politik luar negeri negara khilafah.
Ia menambahkan, Islam tidak menampik keberadaan investor baik warga negara khilafah maupun asing. Hanya saja investasi tersebut harus sesuai dengan hukum syariat. "Islam membolehkan investasi asing dengan tiga syarat yang sangat ketat," jelasnya.
Pertama, sebutnya, investasi asing tidak boleh masuk dalam hal pengelolaan sumber daya alam milik umum, pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dan kebutuhan orang banyak.
“Kedua, investasi asing tidak boleh mengandung riba baik dengan bunga atau kontrak-kontrak yang bertentangan dengan syariat,” jelasnya.
Ketiga, sambungnya, investasi asing tidak boleh menjadi sarana terciptanya penjajahan ekonomi dan terciptanya monopoli ekonomi.
“Jika investasi terjadi pada harta milik individu yang dibolehkan syariat maka Khilafah hanya membolehkan warga negara yang berasal dari negara yang tidak termasuk negara _kafir harbi fi'lan_ atau negara yang menerangi khilafah secara fisik,” imbuhnya.
Pendapatan Negara
Ia membeberkan bahwa dalam sistem Islam yang diterapkan oleh Khilafah, pendapatan negara tidak terpaku hanya pada investasi semata.
“Abdul Qodim Zallum dam bukunya _Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah_ atau Sistem Keuangan Negara Khilafah menjelaskan secara lengkap sumber pemasukan negara yang dikumpulkan oleh lembaga negara Islam yaitu Baitul Mal, secara garis besar ada tiga sumber, yang pertama dari pengelolaan negara atas kepemilikan umum yakni air, padang rumput, api atau energi listrik, barang-barang tambang, jalan raya, sungai, laut danau, tanah-tanah umum, teluk, selat dan sebagainya. Pada kepemilikan umum ini, negara hanya sebagai pengelola dan wajib menyediakannya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk mengurusi kepentingan rakyat," ujarnya.
Kedua, ucapnya, dari pengelolaan fai', kharaj, ghanimah dan jizyah serta harta milik negara. Dan ketiga, dari harta zakat yang mencakup zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat unta, sapi dan kambing.
“Islam mengharuskan negara membuat kebijakan yang memberikan kemudahan bagi rakyatnya. bahkan memberikan subsidi dan bantuan untuk meningkatkan perekonomian rakyat dan menjamin kesejahteraan rakyat. Sungguh hanya penerapan syariat Islam yang menjamin terwujudnya kebaikan dan keberkahan hidup bagi umat manusia," pungkasnya.[] Ajira