MEMBACA KARAKTER ‘LONDO IRENG’ JONGOS PENJAJAH, DULU DAN SEKARANG - Tinta Media

Jumat, 01 September 2023

MEMBACA KARAKTER ‘LONDO IRENG’ JONGOS PENJAJAH, DULU DAN SEKARANG



Tinta Media - Jongos menunjuk pada orang laki-laki yang bertugas membantu seorang tuan. Jika jongos merujuk orang laki-laki, maka babu merujuk perempuan. Keduanya sama-sama bermakna pembantu atau orang yang melayani.


Prinsipnya, jongos diasosiasikan untuk menyebut pembantu rumah tangga laki-laki. Sebutan jongos populer di masa kemerdekaan Indonesia masih mimpi. Qaris Tajudin, dalam tulisan di Majalah Tempo, Jongos, Babu, Pembantu (2012), menjelaskan, kata jongos mengandung unsur antikemanusiaan yang berat.

 

Jongos dalam tulisan ini adalah para pembantu penjajah belanda pada zaman kolonial yang mengkhianati bangsanya sendiri demi kepentingan duniawi semata. Jongos atau pengkhianat bangsa pada saat itu sering juga disebut sebagai londo ireng. Disebut londo karena bekerja untuk penjajah dan disebut ireng karena berasal dari pribumi. "Londo Ireng" dalam konteks ini mengacu pada orang Jawa yang bekerja sama atau bekerja sebagai mata-mata untuk pihak penjajah Belanda.

Pengkhianatan oleh "Londo Ireng" ini sangat dikecam oleh masyarakat Jawa karena dianggap sebagai penghianatan terhadap tanah air dan masyarakatnya sendiri. Mereka dianggap berkolaborasi dengan penjajah Belanda untuk kepentingan pribadi atau untuk mendapatkan keuntungan tertentu, sementara rakyat biasa menderita akibat penjajahan.

 

Karakter "Londo Ireng" dalam konteks sejarah ini memiliki konotasi negatif sebagai pengkhianat bangsa. Istilah ini mencerminkan perasaan marah dan kekecewaan masyarakat terhadap individu atau kelompok yang membantu penjajah dan bekerja melawan perjuangan kemerdekaan Indonesia.

 

Jika dahulu banyak pribumi yang rela mengkhianati bangsanya sendiri dengan menjadi seorang jongos penjajah, apakah darah jongosnya itu lantas mengali ke anak cucu, sangat mungkin tidak. Tapi jika pertanyaannya diganti, apakah saat ini masih ada penjajah di negeri ini ?. Jawabnya sangat mungkin masih. Jika demikian, masih adakah jongos penjajah di zaman ini. Jawabnya, pasti ada dan mungkin malah lebih banyak.

 

Karakter pertama jongos penjajah atau londo ireng zaman kolonial adalah selalu berkolaborasi dengan penjajah. Mereka bekerja sama dengan penjajah Belanda dan mungkin memiliki hubungan atau ikatan dengan mereka. Mereka mungkin memberikan informasi strategis kepada penjajah, membantu penjajah dalam mengendalikan masyarakat, atau bahkan menjadi agen atau mata-mata.

 

Seperti halnya dulu, tidak sedikit diantara pribumi yang memilih menjadi jongos pengkhianat yang anti terhadap semangat perjuangan tentara kemerdekaan, karena mereka memilih tergabung dalam beberapa organisasi bentukan Belanda. Salah satunya adalah Nederlands Indie Civil Administration (NICA).

 

Jongos modern tentu saja tidak jauh berbeda, mereka bergabung dengan organisasi-organisasi bentukan asing dan aseng, sebab di dalamnya ad aiming-iming duniawi. Meski banyak organisasi yang jelas-jelas memusuhi Islam dan ingin merusak Islam, seperti liberalisme, propaganda lgbt, dll, namun jongos tetap setia menjadi budaknya. Banyak organisasi aseng asing yang membutuhkan komprador pribumi dan tentu saja yang memilih sebagai jongos penjajah dengan hati membantunya. Berbagai bentuk kezoliman, seperti perampasan tanah rakyat biasanya juga dibekingi oleh para jongos penjajah ini.

 

Karakter kedua dari para londo ireng jongos penjajah adalah kerakusannya atas materi dunia. Mereka hanya mengejar kepentingan pribadi semata, namun rela mengkhianati bangsanya sendiri. Londo ireng jongos penjajah itu sangat pragmatis, materialistik dan hanya menjadi budak perutnya sendiri. Motivasi mereka cenderung didorong oleh keinginan untuk mempertahankan atau meningkatkan posisi sosial, ekonomi, atau politik mereka sendiri, bahkan jika itu berarti mengorbankan kesejahteraan dan kebebasan masyarakat yang lebih luas.

 

Londo ireng jongos penjajah demi mengejar isi perutnya tidak peduli akan merugikan saudara sebangsa dan setanah airnya. Londo ireng jongos penjajah tidak peduli apakah uang yang didapat itu adalah uang haram hasil pengkhianatan. Jongos penjajah itu tetap menjadikan penjajah sebagai tuan yang dipuja-puja setinggi langit dengan terus merendahkan saudaranya sendiri. Bahkan tak segan-segan, demi isi perutnya, jongos penjajah akan mengadu domba sesame anak bangsa.

 

Karakter ketiga dari londo ireng jongos penjajah penentangan terhadap gerakan kebangkitan Islam. Sejak zaman dulu, penjajah membenci dan mendengki para ulama yang memperjuangkan kemerdekaan negeri ini dengan seruan semangat jihad fi sabilillah. Sebab yang diinginkan belanda adalah para ulama itu bergabung dengan belanda dan menjadi jongosnya juga. Penolakan para ulama itu lantas dituduh oleh belanda sebagai kaum ekstrimis.  

Jadi jika hari ini masih ada orang yang justru membela kapitalisme dan komunisme serta menolak kebangkitan perjuangan Islam, maka pada hakikatnya mereka adalah londo ireng jongos neokolonialisme. Mereka menentang gerakan kebangkitan dan usaha-usaha untuk membebaskan bangsa dari penjajahan aseng dan asing. Mereka rela menjadi komprador pemuja aseng asing. Mungkinkah mereka itu anak cucu para londo ireng zaman belanda ?.

 

Karakter keempat londo ireng jongos penjajah, selain menginginkan kehidupan mapan secara mudah, serangkaian alasan politis juga menjadi penyebab mata hati mereka terhadap saudara sebangsa dan tanah air tertutup rapat. Alih-alih membantu di medan juang menjaga kedaulatan, mereka bahkan rela menjadi pengkhianat bagi saudara sebangsa, sehingga menorehkan kisah buram di tanah air pada zaman itu.

 

Disorientasi politik sebagai kelanjutan hegemoni kekuasaan penjajah seringkali menjadikan para jongos penjajah menjadi para pejabat negara atau pemimpin politik untuk melanjutkan berbagai kepentingan tuannya. Selain itu, tentu saja untuk mendapatkan duniawi lebih banyak, sebagaimana telah dilakukan oleh tuannya. Terlebih saat penjajah pergi, maka mereka meninggalkan para jongosnya untuk menjadi penguasa, agar negara tetap bisa dikendalikan.  Mungkin bagi londo ireng jongos penjajah belanda, harta dan kenyamanan hidup lebih berharga daripada kemerdekaan dan bisa hidup berdaulat di atas tanah dimana Allah mentakdirkannya hidup untuk merawatnya sebagai ‘Khalifah fil Ardl’.

Belanda yang telah menanamkan pengaruh kolonialnya di tanah air kita tercinta, membuat sebagian rakyat takluk yang kemudian menjadi tunduk dan patuh. Bagi mereka, nasionalisme dan angin kemerdekaan, hanyalah buaian mimpi belaka yang mustahil terjadi. Alhasil, banyak kalangan terpelajar Indonesia, lebih memilih menjadi pegawai kolonial Belanda. Kemapanan, finansial dan jaminan hidup, lebih mudah dibanding bersimbah darah di medan pertempuran dengan ancaman kematian.

 

Bisa jadi, itulah alasan mereka membela Belanda demi jabatan dan hidup mapan. Tak hanya di kalangan terpelajar, para aristokrat dan bangsawan (raja-raja), juga ikut termakan rayuan duniwai yang ditawarkan para penjajah. Pada zaman itu, bukanlah hal aneh jika para raja, bangsawan maupun pejabatnya dekat dengan pemerintahan kolonial. Motivasi mereka pun beragam. Ada yang dekat karena ingin diangkat menjadi raja atau pemangku wilayah karesidenan, menjadi pegawai sipilnya saja. Dan bagi rakyat biasa, ia rela menjadi centeng hingga mata-mata Belanda karena tergiur oleh upah.

 

Karakter kelima londo ireng jongos penjajah belanda adalah mengadu domba anak bangsa dengan menebarkan berbagai bentuk fitnah, khususnya kepada umat Islam dan para ulamanya. Bisa juga melakukan berbagai bentuk adu domba antar agama yang berbeda, Islam dan Kristen misalnya.

 

Adu domba sesama muslim dengan membesar-besarkan perbedaan, atau isu-isu tentang radikal radikul serta terorisme pada zaman ini sebanarnya hanya kelanjutan dari kerjaan londo ireng jongos penjajah. Hanya saja sekarang sudah berganti tuannya saja.

Lalu, kemanakah para pribumi pengkhianat bangsa jebolan NICA dan KNIL atau londo ireng itu kini ?.  Secara ukuran usia normal mungkin sudah mati dan tinggal menyisakan kisah memalukan dan memilukan. Kemudian pertanyaannya, apakah jiwa londo ireng itu masih terbawa oleh faktor genetika kepada anak cucu keturunannya sampai sekarang dalam masa neoimperialisme ideologi kapitalisme dan komunisme saat ini ?. Rasa-rasanya makin banyak ya londo ireng jongos penjajah saat ini.

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 09/08/23 : 09.12 WIB) 

Oleh: Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :