Tinta Media - Tahun ajaran baru 2023/2024 sudah dimulai. Banyak harapan dan doa orang tua untuk anak-anaknya agar mendapatkan pendidikan yang baik sehingga mampu mengantarkan pada cita-cita yang tinggi. Dengan bermodal nilai yang didapat, setidaknya mereka mampu mendapatkan sekolah yang diinginkan.
Namun, faktanya nilai bukanlah jaminan untuk bisa masuk sekolah sesuai harapan karena mereka terganjal dengan aturan zonasi yang diberlakukan pemerintah saat ini, yakni jarak tempat tinggal dengan sekolah bisa menentukan calon siswa diterima di sekolah tersebut.
Sungguh ironis melihat kondisi pendidikan saat ini. Calon siswa yang secara akademis mumpuni tidak bisa mendapat ruang gerak yang mampu menunjang daya pikirnya agar melesat tinggi. Yang ada malah melemahkan daya pikir karena terbesit dalam benak, "Percuma getol belajar, toh tidak bernilai dalam pendidikan saat ini."
Di dalam Permendikbud no 51 thn 2018, Pemerintah bermaksud menghapuskan kastanisasi dalam dunia pendidikan, yakni dengan sistem zonasi. Jadi, tidak ada perbedaan antara sekolah unggulan dan sekolah biasa. Semua bebas memilih asal memenuhi kriteria zonasi, yakni dengan jarak rumah dan sekolah kira-kira 500 km.
Namun, aturan ini membuat peluang kecurangan terjadi, seperti tawar-menawar agar dapat diterima di sekolah yang mereka inginkan. Ada orang tua yang rela merogoh kocek lebih agar anaknya diterima di sekolah yang mereka inginkan.
Ternyata langkah yang diambil sebagai kebijakan oleh pemerintah saat ini tidak tepat. Dalam sistem sekuler kapitalisme, standar sekolah yang berhasil diukur dengan ukuran materi. Walhasil, output yang dihasilkan pun sangat tidak berkualitas. Faktanya bisa kita lihat dari makin banyaknya kerusakan dan kejahatan yang dilakukan oleh remaja, yang sebagian besar dari mereka adalah peserta didik.
Berbeda halnya dalam Islam, semua berhak mendapatkan pendidikan yang sama, tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin, baik muslim maupun non muslim karena sekolah merupakan kebutuhan dasar setiap individu.
Rasulullah sebagai kepala negara membuat kebijakan pada sebagian tawanan perang yang tak sanggup membayar tebusan. Maka, diwajibkan bagi mereka untuk mengajarkan pada sepuluh anak Madinah untuk belajar baca tulis.
Sebuah jaminan di dalam Islam bahwasanya semua sekolah memiliki kualitas yang sama dari segi infrastruktur dan fasilitas, dalam mendukung proses belajar mengajar. Tenaga kerja yang mumpuni di bidangnya akan dikerahkan .
Calon siswa di dalam Islam bebas memilih sekolah yang diinginkan. Tidak ada sekat yang menghalangi langkah mereka, karena dari segi fasilitas, semua sama dan merata. Kurikulum yang dipakai berbasis akidah Islam. Dalam kurikulum ini, anak senantiasa diingatkan, dibentuk kesadarannya bahwa mereka sebagai seorang hamba Allah.
Inilah yang menjamin keberhasilan pendidikan karena tidak adanya kecurangan. Dengan akidah yang kuat, umat mampu menunjukkan hasil yang memuaskan. Keberhasilan pendidikan dalam Islam bukanlah terletak pada prestasinya, tetapi lebih ditekankan pada terbentuknya syaksiyah islamiyah, yaitu pola pikir dan pola sikap yang mencerminkan sosok pribadi yang mempunyai kemampuan yang bisa diandalkan.
Di samping itu, Islam juga membekali siswa dengan ilmu alat yang menunjang kehidupannya di dunia, yakni dengan sains dan teknologi yang bisa diperoleh siapa pun yang membutuhkan, dengan semua fasilitas yang sama. Tentulah harapan terbesarnya semata-mata hanya untuk kemuliaan dinul Islam.
Oleh : Rina Setyaningrum
(IRT Ideologis)