Kita Belum 100% Merdeka, Camkan Itu! - Tinta Media

Selasa, 12 September 2023

Kita Belum 100% Merdeka, Camkan Itu!

Tinta Media - Peringatan kemerdekaan Indonesia ke 78 telah berlalu. Namun, faktanya rakyat negeri ini belum mampu memahami makna dan cara mengisi kemerdekaan yang disebut oleh bangsa ini sebagai rahmat dari Allah SWT. Sebab, kemerdekaan diperingati sebagai formalitas belaka dan justru diisi dengan berbagai kegiatan yang tak ada korelasinya dengan kemerdekaan. Bahkan, banyak peringatan tersebut yang diisi dengan aktivitas kekufuran, seperti berbagai perlombaan yang banyak menjerumuskan pada perjudian, serta karnaval yang banyak melanggar aturan agama. Sebut saja dengan karnaval banyak salat wajib ditinggalkan, aurat dibuka, bernyanyi dan bergoyang, tabarruj, ikhtilat, dsb.

 

Usia 78th merupakan usia matang. Seharusnya pada usia ini negara sudah berada dalam kondisi sejahtera, berkeadilan, serta berdaulat tanpa tekanan dari pihak manapun. Namun, bak jauh panggang dari api. Pencapaian tersebut masih jauh dari harapan.

 

Sungguh ironis. Merdeka dari penjajahan fisik sudah diperingati dengan begitu gegap gempita hingga melalaikan dari kondisi yang sesungguhnya. Seharusnya, kemerdekaan ini disyukuri dengan muhasabah demi terwujudnya kemerdekaan hakiki. Sebab, faktanya negeri ini belum 100% merdeka.

 

Ya, negeri ini masih terlilit utang riba ribuan triliun rupiah, pembangunan belum merata dirasakan oleh seluruh rakyat, ketimpangan ekonomi masih tinggi, masih banyak lulusan SMA tak mampu kuliah akibat biaya pendidikan tinggi, jutaan rakyat masih mengalami gizi buruk, jutaan rakyat masih menempati rumah tak layak huni atau bahkan tak memiliki rumah, keadilan hukum belum sepenuhnya terwujud, SDA masih banyak dikuasai korporasi lokal, asing, maupun Aseng, rendahnya moral generasi hingga terjerumus pergaulan bebas dan tindak kriminalitas, jutaan rakyat masih terlilit pinjaman online, kekerasan seksual dan berbagai tindak kriminal masih menghantui, dan masih banyak lagi problematika masyarakat di negeri ini yang tidak teratasi. Maka, sangat tak layak beruforia memperingati kemerdekaan dengan berbagai aktivitas kemaksiatan. Padahal, berbagai kerusakan di depan mata.

 

Wajar hal tersebut terjadi. Sebab, memang begitulah paradigma kehidupan Kapitalis-Sekuler yang berorientasi pada kepuasan materi dan mengabaikan aturan agama dalam kehidupan. Artinya, selama sistem kufur tersebut diterapkan, ya, akan terus seperti itu kemerdekaan diperingati dan diisi dengan bersenang-senang.

 

Menghadapi kondisi saat ini, harus ada segolongan umat yang disebutkan dalam surat Ali-Imran ayat 104 untuk menegakkan amar makruf nahi mungkar. Seperti yang dilakukan oleh aktivis dakwah Hizbut Tahrir. Sayangnya, di Indonesia justru HTI telah dicabut badan hukumnya. Namun, bukan berarti aktivitas dakwah menyerukan Islam kaffah terhenti. Umat Islam harus melanjutkan perjuangan tersebut, karena apa yang diserukan merupakan kebenaran dari Allah sebagai sebuah bentuk ketaatan.

 

Umat harus dipahamkan, bahwa ketaatan merupakan bentuk syukur terhadap salah satu nikmat Allah, yakni kemerdekaan. Jadi, pihak yang menghalangi dan melarang aktivitas ketaatan semestinya menyesal, karena sama saja dengan menghalangi aktivitas untuk mengisi kemerdekaan dengan benar. Juga menghalangi terwujudnya kemerdekaan hakiki sepenuhnya yang hanya bisa dicapai ketika negara telah memiliki kedaulatan penuh untuk melaksanakan hukum Allah.

 

Ya, keberadaan para pengemban dakwah harus teguh menyeru kepada umat untuk masuk ke dalam Islam secara kaffah. Dengan begitu, rakyat akan dapat memaknai dengan sahih arti perjuangan dan kemerdekaan. Maka, rakyat akan mampu mengisi kemerdekaan yang merupakan rahmat Allah dengan bersyukur, yakni dengan mewujudkan ketaatan kepada Sang Pemberi kemerdekaan itu, bukan justru dengan mengingkari perintah-Nya dan mengkufuri nikmat kemerdekaan ini.

 

Jika setelah terwujud kemerdekaan 100% saja tak layak bagi kita untuk bermaksiat kepada-Nya. Apalagi jika belum 100% merdeka, maka lebih tak layak lagi mengabaikan perintah-Nya. Camkan itu, wahai umat yang berakal!

Oleh: Wida Nusaibah (Pemerhati Masalah Sosial)

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :