Tinta Media - Pandemi Covid-19 telah berakhir, tetapi efeknya masih terasa hingga kini. Salah satunya adalah kondisi ekonomi yang buruk alias kemiskinan. Bukan kemiskinan biasa, tetapi kemiskinan ekstrem yang terjadi di kawasan Asia Pasifik yang diperkirakan oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) sebanyak 155,2 juta orang atau 3,9% dari populasi kawasan. Jumlah ini meningkat 67,8 juta dibandingkan masa sebelum pandemi dan inflasi tinggi. (detikNews.com)
ADB mengategorikan kemiskinan ekstrem jika pendapatan kurang dari US$2,15 (setara Rp32.000) per hari atau sekitar kurang dari Rp1 juta per bulan. Angka ini belum disesuaikan dengan kenaikan inflasi akibat perang di Ukraina yang melumpuhkan rantai suplai makanan global.
Sistem kapitalis tidak memiliki batasan baku tentang kemiskinan sehingga setiap negara memiliki standar kemiskinan yang berbeda-beda.
Pada 2030, ADB memperkirakan 1,26 miliar penduduk di Asia akan rentan secara ekonomi. Hal ini ditafsirkan melalui pendapatan antara US$3,65 hingga 6,85 atau sekitar Rp100 ribu per hari, setara Rp3,1 juta per bulan. Untuk itu, pemerintah di Asia diimbau untuk memperkuat jejaring pengaman sosial guna mencegah krisis bereskalasi.
Kepala Ekonom ADB, Albert Park mengatakan bahwa lonjakan inflasi telah membuat masyarakat miskin menjadi pihak yang paling dirugikan karena mereka kehilangan kemampuan dalam membeli kebutuhan pokok, seperti makanan dan bahan bakar karena harganya semakin mahal.
Masyarakat miskin juga kehilangan kemampuan untuk menabung, membayar layanan kesehatan, dan berinvestasi di bidang pendidikan. Mereka seperti terjebak dalam jurang kemiskinan dan sangat sulit keluar. Akhirnya, mereka tetap bahkan semakin miskin.
Mirisnya, kondisi yang bertolak belakang pun terjadi, yaitu dengan tumbuhnya angka populasi ultra-high net worth (UHNW) atau individu yang berpenghasilan sangat tinggi di kawasan Asia Pasifik sekitar 51% selama periode 2017-2022.
Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang mencetak orang-orang kaya ini atau yang sering disebut para sultan. Dalam edisi terbaru The Wealth Report (segmen Wealth Sizing Model) dari Knight Frank disebutkan bahwa Singapura, Malaysia, dan Indonesia memiliki pertumbuhan UHNW tercepat di Asia, yaitu sebesar 7-9%.
Fakta ini menunjukkan bahwa dalam sistem kapitalis fenomena yang kaya makin kaya dan yang miskin semakin miskin itu benar adanya. Ketimpangan sosial sangat terpampang nyata. Ada yang punya rumah mewah lengkap dengan fasilitas serba wah, koleksi kendaraan mewah, barang-barang bermerek, jalan-jalan keliling dunia, dan segala kenikmatan dunia yang melimpah.
Sementara, di tempat lain ada yang tidak bisa makan hingga mati kelaparan, tidak mampu mengakses layanan kesehatan hingga meregang nyawa, putus sekolah, bahkan melakukan kejahatan demi bertahan hidup. Bahkan, tidak sedikit yang bunuh diri karena tidak lagi sanggup menghadapi kerasnya hidup. Para konglomerat hartanya kian bertambah, sementara rakyat kelas menengah ke bawah semakin susah.
Pemerintah melalui presiden Jokowi berencana akan menggelontorkan dana sebesar Rp493,5 triliun dari APBN 2024 untuk mempercepat penurunan kemiskinan tahun depan.(CNN Indonesia.com, 16/8/2023)
Dana ini juga dialokasikan untuk pembangunan sumber daya manusia (SDM).
Dilansir dari situs sepakat.bappenas.go.id, ada beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah guna menanggulangi kemiskinan ekstrem ini dengan tiga strategi utama, yaitu penurunan beban pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat, dan meminimalkan kantong wilayah kemiskinan.
Pemerintah juga berusaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan memudahkan investasi, pendataan penduduk, dan sinergi antarlembaga terkait.
Namun, semua ini belum mampu menuntaskan masalah kemiskinan ekstrem ini karena terjadi secara sistemik, jadi hanya bisa diselesaikan dengan solusi yang sistemik pula.
Akar Masalah Kemiskinan
Kemiskinan yang terjadi hari ini disebabkan karena penerapan sistem ekonomi kapitalis. Dalam sistem ini, prinsip ekonominya adalah meraih keuntungan atau materi sebanyak-banyaknya. Tidak peduli halal haram, asal bisa mendatangkan keuntungan materi akan dilakukan.
Dalam sistem ini, kepemilikan umum bebas dikuasai individu atau swasta. Imbasnya adalah masyarakat terhalang untuk menikmatinya. Fasilitas publik juga dijadikan lahan untuk dikomersialkan.
Kesehatan, pendidikan, dan keamanan yang seharusnya menjadi hak rakyat harus dibayar mahal. Ditambah dengan mental para pejabat yang buruk, tidak amanah yang justru memanfaatkan kekuasaan demi kepentingan pribadi dan melakukan berbagai kezaliman. Korupsi kian menggurita dari level bawah hingga atas.
Islam Solusi Atasi Kemiskinan Ekstrem
Apapun masalahnya, Islam punya solusinya. Ini bukanlah slogan semata. Telah terbukti dan teruji bahwa sistem Islamlah satu-satunya yang mampu menuntaskan masalah kemiskinan dan memberikan kesejahteraan bagi setiap individu yang hidup di dalamnya.
Dalam Islam kemiskinan diukur sejauh mana seseorang mampu memenuhi kebutuhan pokoknya berupaya sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Dalam kitab Nizam Iqtishadi karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, kata fakir secara bahasa sama dengan ihtiyaj, yaitu membutuhkan. Sementara, secara syariah fakir adalah orang yang membutuhkan, yang keadaannya tidak bisa dimintai apa-apa. Atau orang yang menjadi lemah oleh kesengsaraan.
Islam menganggap masalah kemiskinan manusia dengan standar yang sama, di negara mana pun, serta kapan pun. Kemiskinan dalam Islam adalah ketika tidak terpenuhinya kebutuhan primer secara menyeluruh. Kebutuhan primer dalam Islam ada tiga yaitu sandang, pangan, dan papan. Hal ini Allah jelaskan dalam QS At-Thalaq ayat 6, Al-Baqarah ayat 233 dan hadis riwayat Ibnu Majah.
Islam telah menjadikan pemenuhan kebutuhan primer serta mengusahakannya untuk orang yang tidak bisa memperolehnya adalah fardhu. Jika bisa dipenuhi sendiri oleh seseorang, maka pemenuhan itu menjadi kewajibannya. Jika ia tidak mampu memenuhinya, maka harus ditolong oleh orang lain.
Mekanismenya ialah dengan pemenuhan nafkah ini oleh kerabat terdekat yang memiliki hubungan darah. Jika tidak ada, maka negara wajib menanggungnya dari baitul mal pada pos zakat. Apabila pos zakat tidak cukup maka diambil dari pos lain. Jika di Baitul mal tidak ada harta sama sekali, maka negara memungut pajak dari orang-orang kaya.
Negara Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan primer secara tidak langsung, yaitu dengan menyediakan lapangan pekerjaan. Dengan adanya lapangan pekerjaan, maka laki-laki sebagai penanggung jawab nafkah dapat memenuhi kewajibannya. Negara tidak akan memberikan secara gratis makanan, pakaian, dan rumah sehingga masyarakat jadi malas.
Negara juga bisa memberikan kesempatan pada setiap orang untuk menghidupkan tanah mati dan membeberikan hak untuk memilikinya. Negara juga bisa memberikan lahan pada mereka yang mampu menggarapnya. Jika mereka membutuhkan modal, negara bisa memberikan pinjaman modal tanpa riba, bantuan fasilitas penunjang seperti bibit, alat pertanian, teknologi dan lainnya.
Dalam Islam, kepemilikan ada tiga, yaitu individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu memungkinkan bagi siapa saja untuk memperoleh harta guna memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang dibolehkan Islam, di antaranya bekerja, waris, kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup, pemberian negara, dan harta yang diperoleh tanpa kompensasi harta atau tenaga.
Sementara, kepemilikan umum adalah izin Asy-Syari' kepada suatu komunitas masyarakat untuk sama-sama memanfaatkan benda/ barang, yaitu fasilitas umum, barang tambang yang tidak terbatas, dan sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara perorangan. Negara wajib mengelolanya dan hasilnya dikembalikan pada rakyat untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Ketiga kepemilikan negara yang merupakan hak semua kaum muslim yang pengelolaannya menjadi wewenang Khalifah. Ia bisa mengkhususkan sesuatu untuk sebagian kaum muslim sesuai ijtihadnya. Contohnya fai', kharaj, jizyah, dan sebagainya.
Negara Islam juga akan menjaga agar distribusi kekayaan merata agar tidak berkumpul hanya pada sekelompok orang saja. Negara akan mengambil tanah pertanian yang tidak dikelola pemiliknya lebih dari tiga tahun dan memberikannya pada siapa saja yang membutuhkan.
Dalam Islam juga ada kewajiban zakat, anjuran untuk berinfak, membantu sesama, memberikan utang, hibah, dan hadiah. Islam juga memiliki mekanisme pengelolaan harta, hukum seputar tanah, perdagangan dan industri, serta hukum muamalah. Islam melarang cara-cara terlarang dalam pengembangan harta. Dengan mekanisme ini, keseimbangan ekonomi dalam masyarakat akan terwujud.
Pembangunan ekonomi dalam Islam bertumpu pada sektor riil. Ini berbeda dengan sistem kapitalis yang ditopang ekonomi nonriil yang rentan krisis. Selain itu, Islam memakai sistem uang emas, bukan kertas (fiat money) seperti sekarang yang rentan kena inflasi.
Dengan semua mekanisme ini, kemiskinan ekstrem memungkinkan diatasi. Kalau pun ada, biasanya terjadi dalam skala individu, dan itu semua bagian dari ujian Allah untuk hamba-Nya, bukan karena kesalahan sistem. Maka, sudah saatnya kita campakkan sistem kapitalis ini dan beralih pada sistem Islam. Sampai kapan kita harus merasakan kesulitan hidup ini, akibat kita tidak menerapkan aturan Allah? Hukum siapa yang lebih baik dari pada hukum Allah? Wallahua'lam bishawab.
Oleh: Yuli Ummu Raihan
Penggiat Literasi