Tinta Media - Menurut Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan Pencegahan Kekerasan Seksual. Dimulai dari keluarga sebagai satu lembaga terkecil, yang aman bagi setiap anggota dan bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual, oleh karenanya orang tua perlu menciptakan ruang yang aman dalam keluarga.
Memang benar keluarga, merupakan orang terdekat yang memiliki peran dalam menghindarkan anak dari kekerasan seksual, namun kita tidak bisa menutup mata, bahwa tidak sedikit juga, kasus tindak kekerasan seksual terjadi pelakunya adalah pihak keluarga. Selain itu banyak kasus kekerasan terjadi di ranah publik, korbannya pria juga wanita yang artinya kasus kekerasan ini bisa terjadi di mana pun tanpa mengenal usia, ruang, bahkan jenis kelamin.
Oleh sebab itu, menjadi sangat tidak tepat jika ingin melakukan pencegahan kekerasan seksual hanya memerlukan peran keluarga, sebab masyarakat dan negara juga punya hak dan kewajiban sama dalam mencegah kekerasan seksual. Terlebih dampak kekerasan seksual ini, bukan hanya menimpa korban, namun juga merusak tatanan sosial negara dan generasi kedepan.
Namun realitas hari ini, kendati kekerasan seksual adalah kejahatan yang besar, yang kerap terjadi di kehidupan sehari-hari. Namun kejahatan seksual menjadi sulit di ungkap hingga tuntas, akibat dari hukum dan undang-undang di negara saat ini kerap memosisikan kejahatan seksual seperti kejahatan biasa.
Sejatinya, banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi, menandakan bahwa nilai moral dan berpikir manusia kian menurun, dan ini adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme sekuler, sistem yang diciptakan oleh manusia yang rakus yang menuruti hawa nafsunya, sehingga menjadikan penganutnya menjadi makhluk individualis dan bahkan kehilangan identitasnya sebagai manusia.
Belum lagi sekularisme, paham yang menjadikan agama sebatas ritual, sehingga menjadikan banyak manusia saat ini, hidup di jalan yang bertolak belakang dengan ajaran agama, alih-alih berperang melawan hawa nafsu seperti yang di perintahkan Islam, tindakan mereka cenderung dikendalikan oleh nafsu
Di dalam Islam perlindungan anak memiliki model perlindungan yang berlapis, bersinergi dan sempurna terhadap tumbuh kembang anak. Misalnya, di dalam keluarga, seorang anak wajib dilindungi oleh keluarga dalam hal ini orang tua atau seluruh anggotanya, dengan penuh kasih sayang dan penuh tanggung jawab. Serta menanamkan akidah semenjak dini, sehingga anak dapat tumbuh bukan hanya sekedar menjadi manusia, namun juga sebagai hamba Allah yang sadar akan tugas mengabdikan hidupnya kepada Allah SWT semata.
Selanjutnya di dalam masyarakat, Islam mewajibkan anggota masyarakat untuk saling melakukan amar makruf nahi mungkar dan tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, termasuk saling membantu dalam kehidupan bermasyarakat, hal ini tentu memunculkan rasa saling peduli, serta menjamin rasa aman lingkungan.
Dan negara, di dalam paradigma Islam, negara berperan sebagai pelaksana utama penerapan seluruh syariat Islam. Oleh karenanya negara wajib menjamin kehidupan yang bersih dari berbagai kemungkinan berbuat dosa. Dengan menjaga agama, moral, dan menghilangkan setiap hal yang dapat merusaknya, serta menetapkan sanksi yang tegas pada pelaku kriminal termasuk pelaku tindak kejahatan pada anak dengan hukum sesuai syariat Islam yang tegas dan keras.
Demikianlah Islam, ajarannya menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia, setiap peraturan yang terdapat dalam Al-Quran dan hadis saling mengikat, tidak hanya berbicara untuk kemaslahatan pribadi, Namun lebih dari itu, ditujukan untuk mencapai sebuah kebaikan dan keselamatan bersama antar sesama manusia. Maka tidak heran jika Islam disebut sebagai rahmatan lil alamin atau Rahmat bagi seluruh alam.
Oleh karenanya selain kewajiban sadar dan peduli, kita juga harus mengambil insiatif yang membawa perubahan untuk Indonesia, dengan membuang akar masalahnya yaitu kapitalisme sekuler, sebab kita lebih butuh negara berasaskan akidah Islam yang tuntunannya sesuai otoritas nash Al-Qur'an dan Sunnah, sehingga dengan begitu masalah kekerasan seksual bisa terselesaikan dengan tuntas.
Wallahu alam.
Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang