Tinta Media - Konflik lahan kembali memantik persoalan. Kini terjadi di Rempang, Batam. Pemantik masalah adalah rebutan lahan yang katanya "milik pemerintah". Rakyat yang tinggal di wilayah tersebut diklaim sebagai "perebut" tanah. Padahal faktanya sudah puluhan tahun tinggal di sana.
Konsep Kapitalisme, Merebut Hak Rakyat
Kasus Rempang tengah memanas. Bentrokan terjadi antara warga Rempang (Batam, Kepulauan Riau) dengan aparat gabungan TNI, Polri dan tim badan pengusaha Batam pada Kamis (7/9) lalu. Warga bersikeras tak mau wilayahnya "dipatok". Warga membela wilayah tinggalnya dengan melempari aparat. Aparat pun membalasnya dengan gas air mata. Puluhan warga dan aparat, terluka. Anak-anak pun banyak yang menjadi korbannya.
Ribuan warga adat Melayu dan berbagai komunitas adat masyarakat mendatangi kantor badan pengusaha Batam. Mereka menyampaikan agar penggusuran segera dihentikan karena menimbulkan masalah. Komunitas adat juga mengecam agar aparat tak melakukan intimidasi dan tekanan kepada warga Rempang.
Konflik lahan menjadi awal mula bentrokan terjadi. Adanya rencana pembangunan Rempang Eco City sejak 2004. Kerja sama antara badan pengusaha Batam dengan pihak swasta, yakni PT Makmur Elok Graha, menghasilkan kebijakan pahit yang harus ditelan masyarakat Rempang. Penggusuran lahan dilakukan aparat sebagai bentuk realisasi proyek pemerintah yang harus sesegera mungkin dimulai.
Pembangunan Rempang City masuk dalam Program Strategis Nasional tahun 2023 sesuai dengan Permenko bidang Perekonomian RI No. 7 tahun 2023. Pembangunan Rempang City ditujukan agar mampu menyedot investasi hingga Rp 381 Trilliun pada tahun 2080 (CNNIndonesia.com, 12/9/2023).
Tak hanya itu, kawasan Rempang pun akan menjadi lokasi pabrik kaca terbesar kedua di dunia, milik China Xinyi Group (CNNIndonesia.com, 12/9/2023). Investasi proyek tersebut diperkirakan mencapai angka Rp 174 Trilliun. Dan diklaim, perusahaan asing ini akan menyerap tenaga kerja hingga 35 ribu tenaga kerja. Sehingga, mampu membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat sekitar.
Terkait masalah Rempang, Presiden Jokowi pun angkat bicara. Masalah Rempang perlu ada komunikasi. Terkait biaya ganti rugi lahan, anggaran, dan perizinan harus segera dicarikan solusi yang solutif (CNBCIndonesia.com, 13/9/2023). Demikian ungkap Presiden. Jangan sampai PSN ini membuat rakyat menderita. Lanjutnya.
Konflik lahan begitu sering terjadi di negeri ini, rakyat selalu dalam posisi yang lemah. Tak ada bukti otentik atas kepemilikan lahan menjadi jalan pintas pemerintah, untuk mengklaim hak kepemilikan tanah. Dengan dalih menggenjot perekonomian dalam negeri dan memperbaiki ekonomi masyarakat, pintu investasi dibuka lebar-lebar. Tanpa peduli nasib rakyat.
Di tengah kemiskinan yang makin ekstrim dan langkanya ketersediaan tanah, rakyat harus berhadapan dengan korporasi oligarki bermodal besar. Jelas-jelas, kekuatan rakyat pasti kalah. Rakyat yang tak memiliki kekuatan administrasi tertulis, semakin mudah disingkirkan. Diperparah lagi, usaha pemaksaan dan represif dari pemerintah, membuat rakyat makin tertekan.
Fakta ini membuat kita semua mengelus dada. Prihatin atas segala yang tengah terjadi. Betapa buruknya kebijakan yang ditetapkan negara. Hanya mengutamakan kepentingan para korporasi besar. Tanah dianggap sebagai aset yang dengan mudahnya diobral. Diklaim akan menghasilkan keuntungan. Dan faktanya keuntungan hanya mengalir ke kantong-kantong korporasi oligarki. Sementara, tanah bagi rakyat adalah tempat tinggal yang sudah lama ditinggali. Tempat tinggal bagi rakyat tak hanya sekedar nilai material, namun juga memiliki nilai historis tersendiri.
Betapa kejamnya tata kelola ala kapitalisme. Selalu memenangkan pihak yang bermodal besar. Negara dengan sigapnya membuat regulasi terkait sengketa lahan ini. Sementara rakyat Rempang hanya bisa gigit jari. Hanya bisa sekuat tenaga mempertahankan lahan yang ada. Tanpa ada sedikit pun kekuatan hukum. Kebijakan yang timpang ini, sudah pasti akan menyengsarakan rakyat.
Lantas, untuk apa Proyek Strategis Nasional digalakkan jika hanya mengorbankan kehidupan rakyat? Kebijakan negara makin nyata mengarah pada pihak yang berkekuatan finansial.
Islam Menjaga Kepentingan Rakyat
Sistem Islam mengatur setiap segi kehidupan dengan sempurna. Dan memiliki konsep yang jelas tentang pengelolaan lahan tempat tinggal milik rakyat. Satu lagi, konsep Islam juga senantiasa memprioritaskan kepentingan rakyat.
Sistem Islam, berdiri kokoh di atas akidah Islam. Dengan aturan syara', pemimpin ditetapkan fungsinya sebagai pennggembala rakyatnya. Penggembala yang mampu sekuat tenaga menjaga kepentingan rakyatnya.
Dari Ibnu ‘Umar r.a., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin (ra’in) dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang pasti akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya”. (HR Bukhari).
Rakyat adalah tanggung jawab penuh para pemimpinnya. Pemimpin akan menjaga rakyat seoptimal mungkin, sebagai bentuk ketundukannya kepada syariat Allah SWT. Kebijakan-kebijakan yang ada ditetapkan untuk menjaga kepentingan rakyat.
Dalam sistem ekonomi Islam, lahan memiliki tiga status kepemilikan. Pertama, milik individu, yakni lahan hunian, pertanian, ladang, kebun, dan sejenisnya. Kedua, lahan milik umum, yaitu hutan, tambang, dan sejenisnya. Ketiga, lahan milik negara, yakni lahan yang tak berpemilik dan yang di atasnya terdapat harta negara, seperti bangunan milik negara, perkantoran, dan sejenisnya.
Sehingga jelas hukumnya terlarang dalam koridor hukum syara’, saat lahan hunian milik rakyat diambil oleh negara. Legalisasi macam apapun akan tertolak hukumnya jika melanggar hak-hak rakyat. Karena kepentingan rakyat adalah prioritas yang harus dilayani negara seutuhnya. Hanya dengan konsep Islam-lah, rakyat terjaga dengan sempurna. Konsep Islam yang diterapkan dalam wadah institusi khas, yakni Khil4f4h. Sesuai teladan Rasulullah SAW.
Wallahu a'lam bisshowwab.
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor