Tinta Media - Sudah ketetapan dari
Allah Robbul Alamin bahwa kebaikan dan kemungkaran, yang haq dan yang bathil,
keimanan dan kekafiran akan selalu ada dan saling berbenturan mulai dari
kehidupan ini tercipta hingga kiamat nanti. Adanya benturan ini sendiri
sebenarnya tercipta dari ketundukan makhluk terhadap hawa nafsu dirinya
sendiri.
Seperti
yang kita ketahui bersama dari Al-Qur'an bahwa awal mula benturan ini dimulai
dari penolakan setan sujud terhadap manusia. Perintah sujud tersebut yang
notabenenya adalah perintah dari Allah SWT sang penguasa alam dia ingkari
karena merasa lebih mulia dari manusia. Dia beralasan bahwa dirinya yang
tercipta dari api tentulah lebih mulia dibandingkan manusia yang tercipta dari
tanah. Rasa bangga terhadap diri sendiri inilah yang akhirnya mengubah setan
yang awal mulanya adalah makhluk yang taat menjadi makhluk yang dilaknat dan
dimurkai. Alih-alih menyadari kesalahannya dan meminta maaf, dia malah
bersumpah akan menjerumuskan anak cucu Adam ke jalan yang sama dengan dirinya.
Oleh
karena sumpah inilah, sejarah mencatat bahwa apapun zamannya, manusia pasti
akan terpecah menjadi 2 golongan yaitu golongan. Pertama adalah golongan
orang-orang yang mampu menahan hawa nafsunya sehingga menjadikan mereka mulia, sedangkan
golongan yang kedua adalah golongan orang-orang yang menuruti hawa nafsunya
sehingga menjadikan mereka terhina di dalam hidup dan matinya.
Golongan
pertama selalu diisi oleh orang-orang yang dibenci para setan. Mereka adalah para
nabi, para ulama dan para pendakwah serta penyeru kebaikan. Sedangkan golongan
kedua pastilah diisi oleh orang-orang yang disukai setan yaitu para ahli
maksiat, kapitalis-sekuler dan kaum atheis.
Maka
bukanlah hal yang baru lagi jika kita melihat di zaman ini orang-orang yang
menuruti hawa nafsunya semakin banyak dan semakin berani mengumbar
kesesatannya. Kita lihat saja contohnya di akhir-akhir ini penistaan agama,
penghinaan terhadap simbol agama serta persekusi dan intimidasi kepada para
pengemban dakwah Islam yang ikhlas semakin sering terjadi. Bahkan mereka para
penurut hawa nafsu ini tidak segan-segan melakukan kekerasan dalam menjalankan
aksinya.
Oleh
karena itu, setiap insan yang tertunjuki hidayah oleh Allah untuk menjadi
pengemban dakwah haruslah sadar bahwa benturan ini pasti akan mereka alami
cepat atau lambat. Adalah sebuah kecerobohan bagi pengemban dakwah jika dalam
benturan ini mereka melihatnya sebagai sebuah hambatan yang mampu meruntuhkan
semangat dakwah mereka.
Hendaknya
sebelum mereka menyerah pada rintangan-rintangan kecil yang menimpa dakwah
mereka, ada baiknya mereka kembali mengingat perjuangan para nabi dalam
mendakwahkan kebenaran ini. Para nabi ada yang dibakar, diusir, dikejar dan
lain sebagainya, tidaklah apa yang menimpa para nabi itu mereka jadikan sebagai
bahan bakar penambah semangat dakwah. Kalaulah kita bandingkan apa yang menimpa
kita dengan apa yang menimpa mereka pastilah apa yang menimpa kita belum ada
apa-apanya jika dibandingkan mereka.
Jika
ada sebagian dari kita berharap bertemu dengan Rasulullah dan para Nabi di
JannahNYA nanti, tentu adalah sebuah kewajaran jika kita diuji seberat mereka.
Berharap satu surga bersama para nabi tapi tidak mau berlelah-lelah di jalan
dakwah apakah itu mimpi yang masuk akal? Bukankah Rasulullah bersabda, umatnya
yang berpegang teguh pada syariatnya ibarat menggenggam bara api? Apakah ada
bara api yang menyejukkan dan menenangkan?
Semoga
kita yang memilih jalan hidup sebagai penyeru kebenaran diberi kekuatan oleh
Allah SWT agar tetap teguh berada di jalan ini, dan semoga hambatan-hambatan
yang kita terima dari para penentang dakwah menjadi wasilah diangkatnya derajat
kita di sisi-Nya Aamin yaa rabbal alamin.
Oleh: Rudi Lazuardi
Sahabat Tinta Media