FDMPB: Konflik Rempang, Arogansi Oligarki Menguasai Rezim - Tinta Media

Kamis, 14 September 2023

FDMPB: Konflik Rempang, Arogansi Oligarki Menguasai Rezim

Tinta Media - Ketua FDMPB (Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa) Dr. Ahmad Sastra menegaskan, konflik Rempang terjadi karena arogansi oligarki nampak telah menguasai rezim saat ini.

"Inilah yang tidak masuk akal. Kebijakan penggusuran ini menggambarkan betapa arogansi oligarki nampak telah menguasai rezim ini," tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (12/9/2023).

Ia menyayangkan bagaimana mungkin suatu kawasan yang telah ditinggali rakyat selama hampir 300 tahun, mendadak digusur hanya demi kepentingan oligarki. "Akibatnya sepuluh ribu penduduk kini dalam kondisi terancam," keluhnya.

Ahmad mempertanyakan jika wilayah itu diklaim sebagai kawasan konservasi, lantas mengapa justru akan dibangun menjadi kawasan industri. "Mestinya pemerintah justru membela rakyatnya dengan membangun Rempang menjadi kawasan yang lebih nyaman dan bisa juga dijadikan sebagai destinasi wisata nusantara," tegasnya.

Ia membeberkan bahwa penduduk asli Rempang, Galang dan Bulang (kini masuk wilayah Kota Batam), sebagaimana diungkap oleh Prof Dr. Dato' Abdul Malik M.Pd adalah keturunan para prajurit Kesultanan Riau-Lingga yang sudah eksis sejak 1720 pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah I. "Perang Riau I (1782-1784) mereka menjadi prajurit Raja Haji Fisabilillah. Dan, dalam Perang Riau II (1784–1787) mereka adalah prajurit Sultan Mahmud Riayat Syah. Ketika Sultan Mahmud Riayat Syah berhijrah ke Daik-Lingga pada 1787, Rempang-Galang dan Bulang dijadikan basis pertahanan terbesar Kesultanan Riau-Lingga," jelasnya.

Pemimpinnya adalah Engku Muda Muhammad dan Panglima Raman yang ditunjuk oleh Sultan Mahmud. Berdasarkan catatan sejarah, pasukan Belanda dan Inggris saja tak berani memasuki wilayah Kesultanan Riau-Lingga. "Anak-cucu merekalah sekarang yang mendiami Rempang-Galang secara turun-temurun. Pada Perang Riau itu nenek-moyang mereka disebut Pasukan Pertikaman Kesultanan," paparnya.

Proyek Oligarki

Ahmad pun menguatkan bahwa konflik Rempang ini dipicu oleh rencana pembangunan pabrik yang tentu saja akan mendatangkan investasi para pemodal besar, alias oligarki. "Hal ini diungkap oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dan BP Batam bahwa pembangunan pabrik kaca dan solar panel terbesar di Indonesia akan segera dibangun oleh Xinyi Grup dari China dengan nilai investasi sebesar 11,6 miliar USD atau setara Rp174 triliun," jelasnya.

Dikabarkan pabrik itu akan menjadi yang terbesar nomor dua di dunia setelah China, dan terbesar nomor satu di luar Tiongkok. Hasilnya nanti, difokuskan untuk ekspor, karena pasar utamanya adalah pasar internasional. "Produknya digunakan dalam sektor otomotif, konstruksi dan energi.
Rempang termasuk jalur One Belt One Road (OBOR) nya Cina," bebernya.

OBOR digunakan oleh Cina untuk membuat jalur ekonomi, investasi dan relokasi penduduknya ke seluruh dunia. Jalur ini strategis bagi Cina. "Namun pandainya Cina, akses OBOR ini dibuat oleh negara yang dilalui dengan investasi dan hutang dari Cina, sehingga yang membayar akses itu adalah rakyat dari negara negara yang dilaluinya, termasuk Indonesia. Salah satunya adalah jalur tol lautnya Indonesia," pungkasnya.[]Nita Savitri
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :