DEMOKRASI, WATAK ANTI KRITIK DAN OTORITER - Tinta Media

Kamis, 14 September 2023

DEMOKRASI, WATAK ANTI KRITIK DAN OTORITER


Tinta Media - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rycko Amelza ingin tempat ibadah dikontrol pemerintah. Rycko menjelaskan pandangan utuh terkait usulan tersebut demi mencegah radikalisme.

 

"Terhadap penggunaan tempat-tempat ibadah untuk menyebarkan rasa kebencian, kekerasan, mekanisme kontrol itu artinya bukan pemerintah yang mengontrol. Mekanisme kontrol itu bisa tumbuh dari pemerintah beserta masyarakat," kata Rycko, dalam keterangan tertulis seperti dilansir Antara, Rabu (6/9/2023).

 

Serta berharap Masyarakat dan tokoh sekitar untuk ikut berperan dalam menanggulangi paham radikalisme. Dari pembicaraan kritik terhadap pemerintah, anti moderasi agama.

Bentuk usulan itu disampaikan Rycko dalam merespons pernyataan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Safaruddin dalam rapat bersama Komisi III DPR, Senin (4/9). Safaruddin menyampaikan informasi ada masjid di wilayah Kalimantan Timur yang kerap digunakan untuk menyampaikan kritik kepada pemerintah.

 

"Kami di Kalimantan Timur Pak, ada masjid di Balikpapan, tapi tiap hari mengkritik pemerintah di situ Pak, di dekat lapangan Merdeka itu," kata Safaruddin.

 

Jelas sekali dengan fakta terjadi, membuat opini sinis terhadap ikon masjid. Seolah-olah sarang penyebaran radikalisme adalah masjid. Membuktikan framing di khalayak tentang makna radikalisme adalah sebuah perbuatan negatif atau sebuah kejahatan yang menjadi sumber utama membuat negeri ini penuh dengan masalah. seperti, Angka kemiskinan terus melonjak, pengangguran yang terus meningkat cepat, korupsi yang meraja lela serta kerusakan yang mengarah kepada kehancuran negeri yang katanya barusan memperingati kemerdekaan yang ke-78.

 

Dan radikalisme yang dimaksud hari ini mengarah pada Islam saja. Mengapa bisa begitu? Karena disimpulkan pernyataan tentang masjid di Kalimantan Timur yang setiap harinya mengkritik pemerintah. Menjadi sorotan publik terkait hal itu. Padahal, mengkritik itu hal biasa yang bila mana pemerintah salah dalam memberi periayahan terhadap umat. Namun, di sini malah dicap radikalisme. Bahkan BNPT berdalih telah melaksanakan study banding seperti Singapura, Malaysia, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Maroko yang menerapkan kendali langsung oleh pemerintah terhadap tempat ibadah seperti mengontrol para khatibnya yang memberi taushiyah.

 

Lantas, pantaskah negeri ini meniru, padahal yang ditiru adalah negara pembenci Islam serta otoriter? Jelas sudah negeri ini akan dibawa menuju otoriter yang terus menyudutkan Islam selamanya. Hingga berdampak akan agama yang menjadi yang ditakutkan oleh Masyarakat.

 

Beginilah watak sistem demokrasi, yang terus menjauhkan agama dari kehidupan demi kenikmatan segelintir pemodal yang takut hilang harta kekayaan. Karena kebangkitan umat Islam nantinya. Padahal hari ini, di tengah krisis moral membutuhkan sebuah pembinaan sebagaimana para sahabat di tengah kesyirikan penduduk jahiliyah, yang berhasil membentuk insan yang berpengaruh dalam membangun sebuah negara. Serta menjadikan tolak ukur hanya dari Allah

 

Berbeda dengan zaman khilafah yang menjadikan standar hukum adalah syara’, terus menjaga hak-hak rakyatnya tanpa ada kedzaliman, namun jika terjadi kedzaliman akan ada terus pengoreksian sebagaimana amar ma’ruf nahi mungkar yang hidup di tengah Masyarakat. Seperti halnya dimasa Umar bin Khatab yang dikoreksi oleh seorang Wanita tua atas penetapan batas mahar.

 

 Dari permasalahan ini hanya Islam yang berani menuntaskan islamofobia ditengah Masyarakat. Dan terus membina Masyarakat hingga menjadi manusia terbaik dihadapan Allah dan berjuang keras dalam kontribusi membangun negara yang menjadi Rahmatal lil Alamin.

 

Oleh: Fariha Mulidatul Kamila 

Alumni IBS AL-AMRI

 

 

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :