Tinta Media - Mengutip informasi dari website kantor berita yang memberitakan "Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengusulkan agar pemerintah mengontrol semua tempat ibadah di Indonesia agar tidak menjadi sarang radikalisme. Usulan itu menuai kritik. Usulan itu disampaikan Kepala BNPT Rycko Amelza Dahniel dalam rapat dengan Komisi III DPR, Senin (4/9/2023)"
Berkaitan dengan hal tersebut di atas saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:
PERTAMA, Bahwa usulan tersebut seolah-olah menuduh bahwa rumah ibadah adalah sarang radikalisme, ini tuduhan yang sangat serius. Pola-pola kontrol semacam ini mirip seperti yang dilakukan oleh Pemerintah China terhadap muslim Uyghur, jika pengontrolan itu dilakukan maka akan menyebabkan masyarakat akan semakin takut dan tidak nyaman beribadah, hingga pada akhirnya masyarakat menjauh dan tidak lagi datang ke rumah ibadah yang dapat berpotensi menciptakan masyarakat yang tak percaya agama dan Tuhan;
KEDUA, Bahwa sepatutnya BNPT mengubah paradigma yaitu tidak menjadikan agama sebagai sumber masalah, agama tidak pernah melahirkan kejahatan. Jika terjadi tindakan kejahatan mesti dipandang dan dipisahkan sebagai tindakan individu. Jika tindakan individu digabung seolah-olah hasil dari pemahaman agama, maka paradigma tersebut mesti diubah. Sebagaimana pelaku Korupsi atau Koruptor, apakah mesti partainya harus diawasi dan di kontrol?;
KETIGA, Bahwa khawatir usulan ini dapat menjadi pintu masuk bagi pemerintah untuk melakukan intervensi Negara ke privasi agama-agama, Pemerintah seharusnya fokus untuk mengatasi akar masalah radikalisme, yaitu ketimpangan sosial dan ekonomi.
Demikian.
Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
(Ketua LBH PELITA UMAT dan Mahasiswa Doktoral)
IG@chandrapurnairawan