Tinta Media - Maraknya seks bebas yang terjadi di kalangan remaja (generasi muda) kian hari kian memprihatikan. Berdasarkan data Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017 yang di ungkap oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bahwa remaja di Indonesia, sudah pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Dengan perbandingan usia 14 -15 tahun 20%, usia 16- 17 tahun 60%, dan di usia 19-20 tahun sebanyak 20 %.
Menurut Nuzulia Rahma Tristinarum seorang praktisi psikolog keluarga, ada banyak faktor yang memicu tingginya seks bebas di kalangan remaja. Selain kurangnya pengetahuan mengenai dampak seks bebas, masalah mental dalam hal ekonomi seperti keinginan mendapatkan uang dengan instan, serta kurangnya pengawasan orang tua menjadi andil dalam tingginya kasus tersebut.
Memang benar fenomena seks bebas yang menimpa remaja saat ini, tidaklah mungkin muncul terjadi dengan sendirinya. Pasti ada banyak faktor yang memicu aktivitas perilaku ini. Baik itu dari keluarga, lingkungan sosial, pendidikan yang berkurikulum sekuler, serta abainya negara dalam menjaga rakyat serta generasi ke depannya.
Sebab, jika kita cermati lebih dalam, maka akar masalahnya ada pada penerapan sistem kapitalisme yang diadopsi oleh negeri ini. Akibat penerapan sistem ini sangat mengagungkan kebebasan. Selain itu akidah sekularisme yang meniadakan peran sang pencipta untuk mengatur kehidupan, menjadikan manusia merasa berhak melakukan semua yang disukai tanpa berfikir halal haram, menghasilkan kehidupan sosial yang tidak sehat seperti bebasnya pergaulan tanpa ada batasan yang menjadi pintu terjadinya seks bebas.
Hilangnya peran orang tua dalam mengawasi anaknya akibat orientasi kehidupan yang mengarahkan manusia hanya berfokus pada materi dan kesenangan duniawi, ditambah dengan munculnya berbagai solusi yang justru menyesatkan, contohnya pacaran sehat atau pekan kondom nasional. Serta dibebaskannya tayangan-tayangan pornografi yang merusak karakter anak akibat media yang dikapitalisasi kian memperburuk keadaan ini.
Terlebih dalam paradigma masyarakat kapitalis sekuler, arti kebahagiaan hanya sebatas pada kenikmatan jasmani. Sehingga aktivitas seksual adalah hak yang tak bisa dilarang selama dilakukan dengan kemauan dan kesadaran sendiri tanpa paksaan, yang artinya seks di luar nikah atau pun seks bebas dianggap hal yang lumrah.
Hal ini tentu bertolak belakang dengan islam yang mengharamkan perbuatan zina, termasuk berbagai aktivitas yang menuju ke arahnya. Dipayungi oleh negara yang memiliki asas akidah Islam yang berlandaskan nash-nash syariah yang berasal dari Al-Qur’an dan as-Sunnah. Pendidikan akidah ditanamkan sedini mungkin bahkan sejak lahir dimulai dari keluarga yang menjadi madrasah pertama, dilanjut ke pendidikan di sekolah yang berkurikulum yang sama hingga membentuk sikap dan nafsiyah Islam yang kokoh.
Negara Islam juga memastikan bahwa kehidupan sosial dalam masyarakat benar-benar bersih. Pergaulan laki-laki dan wanita dipisah. Adanya larangan ikhtilath, khalwat, apalagi pacaran hingga perzinaan. Sehingga kehormatan pria dan wanita, serta kesucian hati mereka pun terjaga.
Termasuk dikeluarkannya kebijakan dalam mengatur peredaran arus informasi di berbagai media, baik cetak maupun elektronik yang sangatlah masif, dengan penyortiran yang dilakukan negara artinya negara menutup pula bahaya atau risiko remaja meniru konten yang tidak pantas dari media-media tersebut dan negara hanya akan menyuguhkan tayangan yang edukatif serta menambah keimanan dan ketakwaan masyarakatnya, sebab tugas negara dalam Islam adalah menjaga aqidah rakyatnya.
Dalam segi hukumnya, negara islam juga mampu menyelesaikan penyimpangan perilaku seks bebas dengan sangat keras dan tegas, seperti adanya hukum rajam Dengan demikian siapapun yang hendak melanggarnya akan berpikir ulang.
Pendek kata dalam menyelesaikan problema seks bebas, yang melanda remaja khususnya hari ini dibutuhkan langkah kongkret dari berbagai komponen, baik keluarga, sekolah (pendidikan), masyarakat dan negara.
Dan seluruh komponen ini harus memilki kesamaan persepsi tentang standar yang diambil sebagai solusi yaitu kembali kepada Islam, yang dapat menyelesaikan masalah ini secara tuntas, sehingga umat pun bisa terlindungi dari perilaku seks bebas dan berbagai bencana yang menjadi akibatnya.
Sejarah telah mencatat, bagaimana ketika Islam dijadikan sistem dalam negara berhasil melahirkan banyak ilmuwan yang memilki peran penting dalam kemajuan peradaban, bahkan hingga saat ini karya ilmiah, riset juga penemuannya masih menjadi rujukan di berbagai bidang keilmuan. Artinya produktivitas generasi muda saat itu sangat luar biasa, akumulasi dari ilmu, ketakwaan, sikap dan nafsiyah mereka, buah dari sistem yang menerapkan syariat Islam secara total di tengah-tengah masyarakat dalam naungan sistem pemerintahan Islam.
Wallahu'alam bissawab
Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang