Tinta Media - Sungguh mengejutkan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan bahwa mayoritas dari anak remaja di Indonesia sudah pernah berhubungan seksual. Untuk remaja 14-15 tahun saja jumlahnya mencapai 20 persen, dan 16-17 tahun jumlahnya mencapai 60 persen (Batampos.co.id).
Banyaknya tontonan tidak layak di media yang disodorkan kepada remaja, menjadikan mereka melakukan perbuatan yang tak berakhlak, berani pamer kemesraan dan tindak asusila dengan pasangan yang belum sah, bahkan sampai berani meminta dispensasi nikah.
Sungguh miris perilaku pemuda saat ini karena rujukan yang mereka pegang adalah pergaulan ala Barat. Ini menjadikan mereka tak memiliki kepribadian khas, bahkan tak jarang ketika diberi peringatan, mereka melakukan tindakan kekerasan dan penghinaan kepada pihak yang menegurnya.
Data-data kenakalan remaja di atas hanya sebagian kecil yang nampak dan dilaporkan, bagaimana dengan kenakalan remaja yang tak nampak? Bisa jadi lebih banyak data yang akan kita temui.
Padahal, Indonesia memiliki adat ketimuran yang mengajarkan rasa malu sehingga agak riskan ketika dinyatakan bahwa banyak remaja ikut terjun dalam pergaulan bebas.
Dari sini kita bisa melihat bahwa ada permasalahan yang melingkupi dunia pergaulan remaja dan berujung pada buruknya kualitas dan mentalitas para remaja sebagai generasi penerus.
Masalah tersebut harusnya menjadi pemikiran kita bersama, bukan hanya pihak yang bersangkutan secara langsung dengan anak, yakni keluarga. Akan tetapi, masyarakat dan negara juga memiliki peran atas peril remaja tersebut.
Pihak keluarga harusnya mengontrol pergaulan anak. Masyarakat mestinya memberikan ruang aman pada anak sehingga tidak akan terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Sedangkan negara juga memiliki peran penting untuk memberikan kebijakan yang harusnya sarat akan perlindungan anak dari pergaulan bebas.
Pihak keluarga mungkin tak akan mampu mengontrol secara penuh pada saat ini akibat sempitnya hidup, sehingga mereka perlu menggunakan tenaga ekstra hanya demi mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Begitu juga dengan masyarakat. Kita tidak bisa berharap banyak karena masyarakatlah pusat pergaulan remaja, sementara kebebasan masih menjadi standarnya.
Sedangkan negara saat ini hanya memberikan tindakan preventif pergaulan bebas, yakni dengan memberikan pendidikan seks dan reproduksi. Apakah hal ini mampu untuk menangani masalah pergaulan bebas di kalangan remaja?
Tidak kondusifnya keluarga dengan banyaknya beban kerja, juga adanya kebebasan yang masih tertanam di masyarakat, nyatanya tak mampu menekan laju angka pergaulan bebas para remaja, meski ada imbauan berupa sosialisasi dan pendidikan seks. Yang ada malah meningkatkan rasa penasaran anak ditambah dengan berbagai rangsangan di media sosial. Dukungan hukum menjadikan anak berperilaku bebas tanpa takut mendapatkan sanksi. Hal ini menambah parah persoalan karena lahir dari paradigma Barat yang bertentangan dengan Islam.
Inilah seputar problem dalam ruang lingkup remaja yang tak pernah usai dan malah makin eksis dalam kehidupan. Ini embuktikan bahwa ada kerusakan perilaku di lingkungan remaja yang bersumber pada rusaknya asas kehidupan.
Kehidupan yang berasaskan sekulerisme menjadikan manusia hidup terpisah dari aturan agama yang akhirnya malah menjadi budak nafsu. Lemahnya iman sebagai penangkal bagi individu dan dukungan lingkungan dengan stimulus pola hidup bebas serta tidak kompetennya pemerintah dalam menjaga generasi, tak mampu memberikan berpengaruh baik bagi generasi.
Padahal, generasi adalah anugerah yang harusnya mampu menjadi pelanjut dan tonggak perubahan. Namun, akibat berubahnya tujuan hidup dan hanya mengejar eksistensi menjadikan potensi remaja tenggelam dan terkubur.
Harusnya masyarakat menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan, yang darinya terpancar tata aturan di seluruh lini kehidupan, termasuk di dalamnya adalah membentuk generasi muda yang berakhlak mulia, sami'na wa ata'na kepada Penciptanya dan senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah kehidupan yang rusak sebagai bentuk penjagaan atas sesama muslim.
Lebih dari itu, remaja akan dipahamkan mengenai tujuan hidup sehingga tidak banyak melakukan kesia-siaan, bahkan sampai melakukan kezaliman.
Maka, Islam akan membangkitkan kesadaran umat melalui akal, terkait pencarian kebenaran akan kaitan dari sebelum kehidupan, masa sekarang, dan setelah kehidupan, sehingga mampu melahirkan keimanan yang kuat, bukan hanya sekadar ikut-ikutan.
Islam bukan hanya sebuah agama, tetapi juga sebagai pandangan hidup atau ideologi yang darinya sudah ada peraturan hidup yang terpancar, sehingga sebagai manausia hanya perlu menerapkan aturan yang lahir dari keimanan tadi. Maka, ketika ideologi Islam diterapkan dalam kehidupan, akan terjaga kemuliaan generasi dan peradaban. Wallahua'lam.
Oleh: Erna Nuri Widiastuti S.Pd. (Aktivis)