Tinta Media - Pemerintah Kabupaten Bandung (Pemkab), Jawa Barat, tengah membuat rancangan Peraturan Daerah atau (Perda) terkait larangan adanya lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau L68T. Terkait pelarangan tersebut, Pemkab Bandung berkoordinasi dengan fatwa yang akan dikeluarkan oleh MUI.
Tidak hanya Kabupaten Bandung, Raperda L68T juga diusulkan oleh dua anggota DPRD di Makasar, sehingga menjadi prioritas pembahasan yang merujuk pada perda serupa yang telah disahkan di wilayah Bogor, Jawa Barat.
Begitu pun kota Padang, tiga partai politik (parpol) di DPRD Kota Padang Sidempuan segera inisiasi peraturan daerah tentang larangan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (L68T). Ketiga partai yang menginisiasi untuk membentuk dan menerbitkan perda tentang larangan L68T di Kota Padang Sidempuan adalah Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Bulan Bintang.
Seperti yang kita ketahui, saat ini perilaku penyimpangan seks kian marak dan secara terang-terangan diumbar di depan khalayak umum. Terlebih di sosial media, perilaku penyimpangan seksual dengan bebas dipertontonkan, bahkan gencar diopinikan keberadaannya agar perilaku L68T itu mendapat pengakuan masyarakat dengan dalih hak asasi manusia dan hak kebebasan berperilaku.
Indonesia menjadi tempat menjamurnya L68T dan secara terang-terangan memberikan tempat bagi perjuangan hak-hak kesetaraan kelompok L68T. Banyak advokasi yang menyediakan suaka bagi mereka, sehingga kaum pelangi ini makin leluasa mengampanyekan perilaku menyimpang mereka hingga menyasar anak-anak.
Hal ini membuktikan bahwa perilaku menyimpang L68T ini adalah sebuah gerakan berskala global, yang virusnya akan terus mewabah ke seantero dunia. Maka, jika pemerintah saat ini berencana membuat Raperda terkait larangan L68T, hal itu bukanlah solusi, sebab virus itu tidak hanya terjadi di satu daerah, tetapi sudah mewabah di seluruh negeri. Begitu pun jika hanya dengan mengeluarkan fatwa MUI.
Maka jelas, memberangus L68T hingga ke akar-akarnya tidak dapat ditempuh dengan Raperda ataupun fatwa MUI, melainkan dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Lantas, bagaimana Islam menuntaskannya?
Dalam Islam, negara menjadi pemeran utama untuk menyelesaikan permasalahan L68T. Wajib bagi pemimpin dalam Islam untuk menerapkan syariat Islam dan menanamkan akidah Islam, juga membangun ketakwaan pada diri rakyat. Hal itu ditempuh melalui sistem pendidikan, baik formal maupun nonformal, sehingga keimanan itu terpatri dalam diri rakyat.
Negara dalam sistem Islam akan senantiasa mengontrol penyebaran pornografi dan pornoaksi melalui berbagai media. Dengan demikian, rakyat terjauhkan dari pemahaman-pemahaman yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Begitu pun dalam sanksi, pemimpin dalam Islam akan memberikan sanksi tegas dan menghukum pelaku penyimpangan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam syariah Islam. Sanksi tersebut mampu membuat jera dan menimbulkan rasa takut terhadap individu. Sampai pada akhirnya, celah itu tertutup rapat.
Adapun sanksi bagi pelaku L68T adalah dijatuhkan dari ketinggian tertentu sampai si pelaku mati. Namun, semua ini hanya akan terealisasi jika syariah Islam diterapkan di seluruh aspek kehidupan di bawah naungan negara yang menerapkan sistem Islam.
Wallahu'alam bishshawab.
Oleh: Entin Hayatin
Ibu Rumah Tangga