Tinta Media - Penyidik dalam rangka penanganan para aktivis hukum dan HAM, ada hal yang lebih utama, agar tidak malpraktek dalam penegakan hukum terhadap Rocky Gerung/RG. Oleh sebab yang sebenar-benarnya, RG dan para aktivis giat juang lainnya sarat persyaratan tentang hak-hak hukum, yakni terkait fungsi hukumnya sebagai WNI yang pelaksanaan peran-peran dimaksud sudah difasilitasi oleh sistem hukum yang terdapat di banyak undang-undang yang berlaku positif atau hukum yang harus berlaku di negara ini.
Sehingga langkah utama yang harus lebih dulu dbuktikan oleh penyidik terkait "Jok*** Bajingan Tolol", jika ingin menetapkan RG. sebagai TSK, penyidik selain mesti memiliki sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang cukup, juga mesti ada pra penyidikan atau kajian hukum pada tingkat penyelidikan untuk pendalaman dan mendapatkan hasil pendalaman daripada fungsi peran masyarakat sebagai legal standing, lalu apakah hasilnya terdapat pelencengan fungsi peran yaitu :
1. RG nyata telah melanggar asas peran serta masyarakat.
2. RG langgar asas-asas keterbukaan informasi publik.
3. RG terbukti kuat melanggar asas - asas kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.
4. Dan terbukti menurut para ahli, Sang Pejabat Publik Jokowi selaku subjek hukum dengan jabatan pejabat publik ( tertinggi) di NRI tidak melanggar prinsip hukum, ekonomi dan politik pada semua diskresi yang pernah Ia Jokowi selaku subjek hukum dan selaku Presiden RI lakukan, atau tidak sesuai tuduhan RG dan para aktivis, terkait adanya pelencengan dan ketololan sehingga merugikan bangsa dan NRI.
Jika, bukti dari pernyataan dan hasil kajian ilmiah RG atau ahli lainnya keliru, tentu hal yang biasa dalam perbedaan sebuah kajian dan pendapat ilmu pengetahuan. Tentu selesai begitu saja, jokowi boleh terus melakukan yang sudah terbukti ilmiah adalah benar. Namun jika Jokowi keliru atau RG. Dan rekan ahli lannya yang benar, Jokowi segera merubah atau mencabut diskresinya yang keliru, selesai. Sehingga penyelesaian atas ucapan, Jokowi Bajingan Tolol, bukan ranah hukum pidana. Tapi kausalitas antara hubungan hukum pejabat publik terhadap publik ( vide UU. Tentang Keterbukaan Informasi Publik ).
Selain karena yang dilakukan RG memiliki legal standing ( locus standing ) selaku pribadi WNI yang berlasakan UUD. 1945, dan RG memiliki banyak rujukan asas legalitas, yakni ; UU. No. 9 Tahun 1998, UU. No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Pasal 108 KUHAP, Asas - Asas Tentang Good Governance, dan UU. Keterbukaan Informasi Publik, UU. No. 2 Tahun 2002 ( Tentang Polri ), UU. NO. 11. Tahun 2021 ( Tentang Kejaksaan RI ) serta terdapat pada TAP. MPR RI. No. 6 Tahun 2001 dan Banyak lagi peran serta masyarakat yang dimintakan oleh hukum positif ( ius konstitum ). Hanya BW. Atau KUHPerdata yang tidak memuat tentang peran serta masyarakat.
Jika pun, ketika penyelidikan atau penyidikan berlangsung, tenyata didapatkan benturan dan kepentingan antara sistim hukum yang overlap ?
Maka dibutuhkan solusi negara dalam berbangsa, DPR RI / Badan Legislasi dan Presiden selaku eksekutif harus melakukan fungsi positifnya, sesuai tupoksi yang diamanahkan oleh konstitusi dasar, atau disinilah negara membutuhkan peran serta masyarakat melalui uji materi/ JR. Ke Mahkamah Konstitusi.
Bahwa, terkait keberadaan hukum positif dan terkait kiprah atas Hak Hak Hukum serta batasan keterlibatan setiap masyarakat bangsa WNI dalam penyelenggaraan negara yang dilakukan oleh para pejabat publik ( eksekutif, legislatif dan yudikatif ) didalam fungsi Peran Serta Masyarakat dalam hal tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat, baik tertulis, lisan individu maupun kelompok terbuka maupun tertutup, maka hal hal terkait peran serta dan batasan - batasannya, wajib diketahui oleh seluruh para abdi negara pejabat publik dan terlebih aparatur penegak hukum, inklud sudah dianggap patut diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat bangsa ini, walau kenyataannya selama hidupnya, masyarakat tersebut tinggal diwilayah pegunungan, oleh sebab sistim hukum NRI menganut asas fiksi hukum ( presumptio iures de iur ) yang maknanya, " semua orang dianggap tahu adanya sistim hukum dan perundang - undangan, berikut sanksi hukum didalamnya.
Sehingga inilah makna konstitusi, bahwa negara RI. adalah rechstaaat atau negara hukum, setiap WNI. Sama derajatnya dihadapan hukum atau semua orang mesti bertanggung jawab kepada bangsa dan negara, terlebih yang sudah diberi mandat sebagai pemimpin tertinggi bangsa ini.
"Namun dengan segala realitas kekurangan sistim hukum yang dibuat manusia, tentunya pasti banyak kekurangan". Namun anugerah akal yg diberikan oleh Tuhan. Pasti ada hukum yg terbaik dan adil yg dapat dibuat serta diterapkan keberlakuannya untuk memenuhi fungsi hukum kepastian dan "rasa" keadilan.
Oleh: Damai Hari Lubis
Advokat, Ketua Aliansi Anak Bangsa, KORLABI dan Pengamat Hukum Mujahid 212