Tinta Media - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Anthony Budiawan menilai kegaduhan muncul karena ada undang-undang bermasalah.
“Kegaduhan muncul karena adanya UU yang bermasalah, bukan karena adanya pembelaan Rocky Gerung kepada nasib ratusan juta rakyat Indonesia yang di atas kertas akan semakin miskin. Masyarakat seharusnya menggugat akar masalah ini. Bukan justru mempersekusi Rocky Gerung,” ungkapnya kepada Tinta media, Sabtu (5/8/2023).
Menurutnya, sejak lama rakyat marah, sejak UU Omnibus Cipta Kerja, atau UU KPK, serta UU lainnya yang bersifat sewenang-wenang, masih dalam rancangan.
“Buruh, mahasiswa, emak-emak dan elemen masyarakat lainnya, tanpa kenal lelah, turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan, serta menentang UU yang dapat membuat nasib mereka tambah menderita dan miskin,” prihatinnya.
Bahkan, sambungnya, beberapa aktivis dan tokoh masyarakat ditangkap dan dipenjara. Antara lain, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Anton Permana. “Mereka dituduh provokasi demo untuk membuat keonaran, selepas UU Omnibus Cipta Kerja disahkan pada Oktober 2020,” terangnya.
Anthony menilai, tuduhan ini terkesan mengada-ada, untuk membungkam suara kritis pembela kaum tertindas.
“Masalah menjadi tambah runyam ketika DPR tidak lagi menjalankan fungsi konstitusionalnya sebagai pengawas pemerintah. DPR bahkan ikut melanggengkan undang-undang yang dirasakan sewenang-wenang dan melanggar konstitusi. DPR juga tidak menggubris protes keras masyarakat yang keberatan dengan UU yang bermasalah tersebut,” sesalnya.
Tidak Relevan
Dari berbagai data yang didapat, Anthony menyimpulkan bahwa UU Cipta Kerja tidak relevan, dan tidak bisa mengatasi krisis atau pelemahan ekonomi.
“Yang pasti, UU Cipta Kerja ini sangat merugikan buruh, petani, dan kelompok masyarakat kecil lainnya. Upah riil buruh dalam tiga tahun terakhir cenderung turun. Artinya, kenaikan upah (kalau ada) jauh lebih rendah dari kenaikan indeks harga konsumen (inflasi). Karena itu, tidak heran tingkat kemiskinan naik 1,39 persen untuk periode 2019-2022,” bebernya.
Karena UU Cipta Kerja ini merugikan ratusan juta masyarakat, ucapnya, maka rakyat protes dan demo untuk merebut haknya mendapatkan penghasilan yang layak. Rakyat menolak untuk dimiskinkan secara struktural melalui UU Cipta Kerja yang bermasalah.
“Kalau Presiden Jokowi dan DPR tidak mengeluarkan UU yang begitu sewenang-wenang, maka dapat dipastikan tidak akan ada protes dan demo, serta tidak ada kritik tajam dari Rocky Gerung,” yakinnya.
Anthony berharap publik seharusnya paham, kritik yang disampaikan masyarakat kepada pejabat, termasuk presiden, pasti akibat dari kebijakan yang merugikan masyarakat luas. “Bahkan bisa membuat rakyat semakin miskin,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun