Tinta Media - Namanya Ustadz Trisno, lengkapnya Sutrisno. Biasa juga dipanggil Kang Kino. Beliau adalah pejuang Khilafah, yang hidupnya telah diwakafkan untuk perjuangan demi tegaknya izzul Islam wal Muslimin.
Beliau tidak tampak di podium, atau di kursi nara sumber. Wajah beliau juga tidak hilir mudik di platform sosial media. Peran beliau selalu di belakang, tapi tanpa peran beliau, tak mungkin acara dakwah bisa sukses terselenggara.
Ya, kadang beliau di tim keamanan, kadang pula di tim perlengkapan. Tugas beliau sering meriayah para tamu, Nara sumber, dan menyelesaikan segala urusan.
Beliau aktif hadir dalam berbagai agenda dakwah, dari kajian, diskusi, tablig akbar hingga demonstrasi. Beberapa tahun lalu beliau mengadakan tasyakuran pernikahan, sayangnya penulis ada udzur tak dapat menghadiri.
Para Pejuang Khilafah di Kota Bekasi, banyak yang kenal beliau. Ciri khas beliau pendiam, tapi sigap dalam amal dan tindakan.
Hari ini (Rabu, 16/7), pukul 14.15 WIB baru saja penulis mendapat kabar duka. Beliau dikabarkan telah berpulang ke Rahmatullah. Beliau telah menemui janji Rab-Nya, tentang kematian yang pasti datang kepada setiap makhluk yang bernyawa.
Beliau juga telah menunaikan amanah dakwah, sebagai pengemban dakwah, pejuang syariah & Khilafah. Beliau, telah sampai pada titik tidak bisa maju lagi untuk berjuang, karena ajal telah menjadi batas penghalang amalan.
Sementara kita? Kapankah Allah SWT akan mengambil nyawa kita? Apakah titik perjuangan kita, telah mentok didepan, sehingga tak ada celah lagi untuk mundur ke belakang?
Atau, nauzubillah... Kita malah mencari-cari celah untuk berputar, mundur dan menghindari Medan perjuangan? Kembali pada diskusi pemikiran yang menghindari benturan, kriminalisasi dan persekusi ? Kita membuatkan 'Khilafah' menjadi yatim, karena tidak ada lagi yang mengasuhnya?
Padahal, bisa saja waktu kita tinggal sedikit. Bisa saja, kesempatan kita tak banyak. Lalu, apa yang telah kita lakukan pada waktu yang sedikit, dan kesempatan yang tak banyak itu?
Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Sementara kita mati meninggalkan amal. Seberapa kah amal kita? Sudahjah mengantarkan ke pintu gerbang Khilafah, sehingga janji Nubuwah itu bisa terealisasi di masa kita dan oleh tangan-tangan kita?
Kembalilah pada Rabb-Mu Wahai pejuang Khilafah. Sesungguhnya, kami juga menunggu-nunggu waktu itu, dengan melipatgandakan amalan perjuangan. Sungguh, tidak ada keburukan dari amalan seorang pejuang. Hidup mulia, atau mati syahid dalam mengemban dakwah Islam.
إنَّا ِللهِ وإنَّا إلَيْهِ رَاجِعُوْن وَإِنَّا إليَ رَبِّنِا َلمُنْقَلِبُون الَلهُمَّ اكْتُبْهُ عِنْدَكَ ِفي اُلمحِسنِينِ وِاجْعَلْ ِكتابَهُ ِفي ِعلّيِّين وَاْخلُفْهُ في أَهْلِهِ في الغَابِرين وَلا تحَرِْمْنا أَجْرَهُ وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُ
[].
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik