Tinta Media - Kota Bandung akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan event pelaksana pariwisata se-Asia Tenggara bertajuk: "Tourism Exhibition Travel Mart 2023", yang merupakan event silaturahmi antara seller dan buyer yang difasilitasi oleh Disbudpar Kabupaten Bandung dengan Pelaku Wisata Nusantara.
Sekretaris Umum Pawira, sekaligus pelaksana kegiatan Tourism Exhibition Travel Mart 2023, Inne Hayati saat dihubungi DeskJabar.com mengatakan, bahwa Tourism Exhibition Travel Mart 2023 digelar sebagai bentuk realisasi dan eksistensi Pawira dalam memberikan bukti nyata pada pelaksanaan pariwisata Indonesia, utamanya pariwisata yang ada di Kabupaten Bandung.
"Semoga kegiatan Tourism Exhibition Travel Mart 2023 bisa mempererat silaturahmi para pelaku pariwisata dan memajukan potensi pariwisata yang ada di Kabupaten Bandung," tutur Inne.
Dia menyebutkan bahwa ada seller dari tiga negara tetangga, yaitu Thailand, Singapura, dan Malaysia, yang akan ikut ambil bagian. Inne juga mengatakan bahwa acara ini dikemas dalam bentuk kegiatan Tabel Top, Travel Mart, Fam Trip, dan Eksibisi para pelaku UMKM yang ada di Kabupaten Bandung.
Sektor pariwisata di Indonesia kembali digenjot, karena saat ini sangat diandalkan sebagai sektor alternatif untuk mendorong perekonomian Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena dua sektor yang selama ini diandalkan, yaitu sektor industri dan sektor pertanian, cenderung mengalami kemerosotan.
Terlepas dari keuntungan yang dipandang akan didapat dari sektor pariwisata ini, nyatanya peraturan tentang pariwisata masih banyak yang bermasalah. Misalnya, salah satu fakta dari hasil penelitian Ketua Tim Ahli Puspar UGM yang menjelaskan satu kasus tentang Borobudur yang menjadi wilayah kerja UGM. Menurutnya, Borobudur terlalu banyak dijejali peraturan, baik dari pusat maupun daerah, yang sifatnya tidak saling sinkron.
Permasalahan lain yang juga dijumpai di Borobudur adalah pemandangan alam yang terganggu dengan adanya bangunan, tower, dan hal-hal baru yang ada disekitarnya, yang mengganggu lingkungan dan ekosistem di sekitar Borobudur.
Hal yang sama juga didapati di daerah lain yang menjadi tujuan wisata, manjadikan masalah pariwisata tumpang tindih dengan masalah lain, selain yang berkaitan dengan regulasi. Tidak hanya terjadi di Borobudur saja, tetapi juga hampir di semua destinasi wisata di Indonesia, seperti Danau Toba, Labuan Bajo, dan Bunaken.. (kagama.co, 10/032020)
Contoh lainnya seperti pariwisata di Bali. Setiap harinya ada sebanyak 700 tenaga pembersih dan 35 truk yang membuang sekitar 100 ton sampah. Di saat yang bersamaan, target kunjungan wisata Bali dinaikkan menjadi 7 juta orang tahun ini, padahal Bali saat ini sedang mengalami krisis air tanah yang mengering (phinemo.com).
Awal tujuan pembangunan pariwisata di Indonesia adalah untuk meningkatkan pendapatan devisa pada khususnya dan pendapatan negara dan masyarakat pada umumnya. Hadirnya para investor, baik lokal maupun asing, yang diberi kesempatan untuk mengelola potensi alam di Indonesia menjadi destinasi wisata, menjadikan perkembangan sektor pariwisata tampak memberikan keuntungan. Namun, keuntungan itu hanya didapat oleh para investor yang bermodal kuat. Sementara, investor yang bermodal sedikit, termasuk UMKM, akan berguguran karena kalah dalam persaingan. Begitu pun dengan masyarakat di sekitar destinasi wisata. Selain efek jangka panjang akan kehilangan mata pencaharian karena alih fungsi lahan dari pertanian dan perkebunan menjadi tempat wisata, juga akan terpengaruh dengan kerusakan lingkungan serta struktur sosial dan pola hidup masyarakat di tempat dia tinggal.
Berubahnya gaya hidup masyarakat menjadi konsumtif dan hedonis, akibat dari hadirnya destinasi wisata yang cenderung penuh dengan tempat-tempat hiburan beserta hingar-bingar musik dan minuman keras, komoditas barang-barang branded, atau wisata kuliner, bahkan tidak jarang dihadirkan juga fasilitas-fasilitas ketangkasan yang mengarah pada perjudian, hingga hal-hal yang berbau prostitusi.
Hal-hal tersebut dapat ditemukan di sekitar destinasi -destinasi wisata di seluruh Indonesia, dengan alasan untuk menjadi daya tarik bagi para wisatawan, terutama wisatawan asing. Pengaruhnya pasti akan sangat dirasakan oleh masyarakat, terutama gaya hidup yang akhirnya jauh dari norma sosial, bahkan jauh dari hukum-hukum agama yang dianut oleh mayoritas penduduk negeri ini, yaitu Islam.
Penerapan sistem hidup kapitalisme-sekularisme liberalisme, termasuk dalam sektor pariwisata, benar-benar telah merusak kehidupan masyarakat dari berbagai lini kehidupan. Paham yang memisahkan agama dari urusan dunia, akhirnya dapat menjauhkan keberkahan hidup dari rahmat dan hidayah Allah Swt.
Maka, sebagai seorang muslim, tentu menyikapi pariwisata harus distandarkan pada syariat Allah. Keindahan alam ciptaan Allah, baik dari sisi flora-faunanya, maupun alam berupa gunung, sungai, laut, pantai dan sebagainya, juga peninggalan-peninggalan bersejarah dari kehidupan kaum muslimin di masa lalu, hendaknya diarahkan untuk menguatkan keimanan dan semangat ketakwaan kepada Allah.
Seorang guru besar ilmu tafsir Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, lewat artikel yang disampaikan pada seminar tentang Islam dan pariwisata pada 2009 di Shanaa, Yaman mengutip 14 ayat agar umat manusia melancong, untuk men-tadaburi segala apa yang ia lihat dan rasakan selama perjalanan. Ini tak lain agar keimanan mereka semakin bertambah.
Salah satu contoh ayat tersebut adalah:
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (QS al-Hajj: 46).
Wisata dalam Islam pun bertujuan untuk memahami sejarah umat Islam di masa lalu, mengenai penerapan syari’at Islam dalam naungan khilafah. Hal tersebut akan menjadi spirit untuk memperjuangkan penerapan Islam di masa sekarang, demi mewujudkan perintah Allah Swt. dalam surat Al Baqarah ayat 208 tentang wajibnya penerapan Islam kaffah.
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, sejarah Islam dapat dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran penting yang menelaah tentang bagaimana syariat Islam kaffah diterapkan, hingga dapat melahirkan peradaban Islam yang agung, serta tokoh-tokoh besar dalam berbagai disiplin ilmu, baik ilmu dan tsaqafah Islam, maupun sains dan teknologi, yang berguna dalam berbagai aspek kehidupan manusia di masanya, hingga berpengaruh terhadap kehidupan modern, sampai sekarang.
Hal tersebut dapat menguatkan tsaqafah umat, khususnya generasi muda, sehingga terdorong untuk tidak berdiam diri dalam memperjuangkan penegakan syariat Islam dan khilafah yang akan menggantikan tatanan dunia kapitalisme yang busuk dan rapuh saat ini.
WalLaahu a’lam bi ash-shawaab.
Oleh: Ranny Liesdiatun Suyitno, Ibu Rumah Tangga