Pamong Institute: Negeri Ini Sedang Banyak Masalah - Tinta Media

Selasa, 08 Agustus 2023

Pamong Institute: Negeri Ini Sedang Banyak Masalah


Tinta Media - Direktur Pamong Institute, Drs. Wahyudi al-Maroky, M.Si. mengatakan negeri ini sedang banyak masalah.
 
“Negeri ini sedang banyak masalah akibat penerapan praktek sistem kapitalisme sekular, serta kedekatan dengan sosialisme komunisme yang juga sekularistik,” ungkapnya di acara Perspektif: Membincang Khilafah sebagai Solusi di Era Pemilu 2024, melalui kanal Youtube  PKAD Sabtu (5/8/2023). 
 
Dari sini, ucapnya, ada dua kemungkinan. Kalau basis politiknya kapitalisme akan lahir pemisahan agama dalam praktek bernegara, dalam hal ini mengambil pemerintahan demokrasi.Kalau sistem komunis, lanjutnya, menolak peran agama dalam bernegara dan memunculkan pemerintahan otoriter atau praktek diktator.
 
“Ini yang sedang terjadi di negeri ini. Pertama kita sedang menjalankan sistem demokrasi sekuler  dari ideologi kapitalisme, dan sedang mendekat ke arah komunisme. Negara yang mewakili ideologi komunisme saat ini adalah Cina,” bebernya.
 
Dalam praktek bernegara di Indonesia, lanjutnya, saat ini Cina lebih banyak diundang untuk berinvestasi dan memberi pinjaman utang.
 
Dua Praktek
 
Wahyudi menilai, terjadi  dua praktek  pengelolaan negara di negeri ini. Kapitalisme dengan sistem demokrasinya yang memisahkan agama dari bernegara,tapi juga mendekat kepada Cina yang berbasis komunisme, yang dua-duanya berefek pada politik maupun sosial.
 
“Kalau mendekat kepada komunisme, resiko yang diambil mencontoh sistem otoritarian. Makanya kalau kita lihat bandul sistem pemerintahan kita menuju kearah pemerintahan otoriter. Ini dibuktikan dengan banyaknya undang-undang yang lahir cenderung berkiblat pada kepentingan-kepentingan segelintir orang  sehingga banyak undang-undang yang diPERPUkan,” ulasnya.
 
Ia melihat, PERPU yang muncul di era Jokowi menunjukkan bahwa praktik sistem pemerintahan demokrasi bergeser bandulnya ke arah sistem otoriter yang terpancar dari ideologi komunisme.
 
Menurutnya, dua praktek sistem politik pemerintahan yang berlaku di negeri ini dua-duanya menimbulkan berbagai persoalan baik di  bidang  ekonomi, politik, budaya, sosial dan seterusnya.
 
“Kita melihat dua-duanya sama-sama membahayakan bagi kehidupan kita di negeri ini, apalagi dalam konteks negeri ini mayoritasnya umat Islam,” nilainya.
 
Ia kemudian memberikan contoh dampak penerapan dua ideologi itu. “Kekayaan alam yang melimpah dikuras oleh perusahaan asing dan aseng melalui korporasi internasional, hutang menggunung, rakyat dibebani dengan berbagai macam pungutan. Uang yang ada di saku rakyat pun dihisap,” bebernya.
 
Di bidang sosial, sambungnya, negeri ini dijajah oleh berbagai budaya asing termasuk L68T. Di bidang kemananan juga mengerikan. “Begal berkeliaran, negara terancam disintegrasi,” tambahnya.
 
Wahyudi merasa geram, karena dua ideologi yang merusak negeri ini justru keduanya menuding bahwa Islam dengan ajaran Islamnya sebagai sumber masalah.
 
“Mereka menuding Islam dengan ajaran Islamnya sebagai bahaya sehingga muncullah praktek-praktek program deradikalisme, islamophobia,  pernyataan-pernyataan pejabat yang memproduksi narasi-narasi kebencian terhadap agama dan tentu orang-orang yang mengajak kepada Islam di tuding radikal dan seterusnya,” sesalnya.
 
 Berbagai produksi narasi negatif itu, katanya,  diproduksi untuk memojokkan peran agama. Padahal  yang memproduksi masalah adalah dua ideologi yang sedang berlaku yaitu kapitalisme dan komunisme. “Islam difitnah oleh dua ideologi ini, umatnya, ulama-ulamanya maupun aktivisnya di kriminalisasi,” sedihnya.
 
Membandingkan
 
Oleh karena itu menurut Wahyudi,  jika negeri ini akan mencari solusi, harus membandingkan antara solusi kapitalisme, komunisme dan Islam mana yang paling ideal untuk menjadi solusi.
 
Ia mengambil satu contoh perbandingan di bidang ekonomi. “Ketika menggunakan syariat islam kekayaan yang melimpah yang saat ini dikuasai asing dan aseng harus dikembalikan sebagai milik umat. Kalau ini digunakan tidak ada rakyat Papua yang kelaparan di atas tanah yang  kekayaannya melimpah,” ujarnya.
 
Untuk membangun kesadaran umat, menurut Wahyudi ada dua hal yang mesti jadi perhatian. Pertama, dari politisi dan penguasa yang ingin mempertahankan posisi untuk menikmati buah praktek kapitalisme.
 
“Mereka yang menguasai berbagai barang tambang dan sumber daya alam kita, akan bertahan sekuat tenaga dengan membuat undang-undang yang melindungi mereka, menempatkan orang yang bisa menjaga kepentingan mereka, mendorong pejabat yang bisa duduk di kursi jabatannya untuk membuat kebijakan yang menguntungkan mereka dan seterusnya. Orang-orang ini, tidak akan setuju diterapkannya syariat islam,” bebernya.
 
Kedua, sebutnya, dari masyarakat sendiri yang sebagian besar belum memahami betul bahaya dari praktek kapitalisme global seperti sekarang ini, dan bahaya dekat-dekat dengan investor yang dari ideologi komunis seperti negara Cina.
 
“Dua pihak ini harus dihadapi bersama, diberikan pemahaman bahwa ada sistem alternatif yang bisa menggantikan dua sistem tersebut yaitu sistem Islam. Diberikan penjelasan dengan baik, dengan cara yang ahsan, dengan cara dialektika yang bisa merubah pemahaman dengan kesadaran baru,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :