Tinta Media - Penurunan kemiskinan terjadi pada sejumlah penduduk di Jawa Tengah sesuai dengan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), yaitu sebanyak 3,79 juta orang pada Maret 2023 atau menurun 66,73 ribu orang sejak September 2022. Jumlah ini pun mengalami penurunan menjadi 10,77 persen atau turun 0,21 persen poin bila dibanding September 2022 yang mencapai 10,98 persen atau 3,86 juta orang dalam persentasenya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan bahwa seluruh pihak telah berupaya untuk percepatan penurunan angka kemiskinan hingga mencapai keberhasilan seperti saat ini. Ganjar pun terus menggenjot percepatan kemiskinan ekstrem di Jawa Tengah setelah pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian dunia melemah selama 2 tahun berturut-turut.
Banyak program yang digencarkan Ganjar, seperti Kartu Jateng Sejahtera, Kartu Tani, Kartu Nelayan, SMKN Jateng, Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), Jambanisasi, Listrik Gratis, Tuku Lemah Oleh Omah hingga sejumlah program untuk menurunkan stunting.
APBD Tahun Anggaran 2023 digunakan untuk intervensi kemiskinan ekstrem yang bernilai Rp25,73 triliun dari pendapatan daerah dengan alokasi belanja daerah Jawa Tengah tahun 2023 senilai Rp26,30 triliun.
Percepatan penurunan kemiskinan ini direncanakan akan terus berlanjut hingga akhir tahun 2023. Sebab, penyelesaian kemiskinan di daerah sejalan dengan program pemerintah pusat. Oleh sebab itu, Pemprov Jawa Tengah akan terus berupaya melakukan intervensi ke seluruh sektor dengan pola gotong-royong atau keroyokan yang digalakkan Ganjar. (Liputan6.com, 20/07/2023)
Ternyata ukuran penduduk miskin merupakan sesuatu yang tidak mutlak dalam kapitalisme. Miskin atau tidaknya tergantung pada ukuran yang digunakan, apakah dengan menggunakan ukuran BPS atau Bank Dunia? Jika menggunakan ukuran BPS, jumlah kemiskinan mengalami penurunan dibanding tahun lalu. Namun, akan ada perbedaan jika menggunakan ukuran Bank Dunia yang mencapai 40 persen jumlah orang miskin di Indonesia.
Sayangnya, kemiskinan itu nyata, sehingga harus benar-benar diketahui secara nyata jumlah penduduk miskin di Indonesia, bukan malah mengikuti versi-versi yang ada. Dari berbagai versi ukuran untuk mengukur kemiskinan di Indonesia, bisa disimpulkan bahwa kemiskinan dalam kapitalisme tidak jelas dan tidak nyata. Jika dalam mengukur data kemiskinan saja sudah tidak jelas, apalagi dalam memberikan solusi untuk permasalahan kemiskinan.
Ini sungguh jauh berbeda dengan cara Islam memandang masalah kemiskinan. Sebab, Islam mengukur kemiskinan bukan dengan angka atau versi yang lain. Akan tetapi, Islam mengukur kemiskinan dari terpenuhi atau tidaknya kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan masyarakat.
Inilah ukuran nyata dan jelas yang seharusnya digunakan dalam mengukur kemiskinan. Sehingga, ketika seseorang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya secara sempurna, maka seseorang tersebut layak dikatakan sebagai orang yang tidak miskin dan sejahtera.
Rasulullah saw. pun pernah bersabda dalam hadis riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah bahwa,
“Barang siapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga, dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.”
Islam menentukan terpenuhinya kebutuhan dasar bagi rakyat secara individu per individu, bukan dengan perhitungan kasar. Islam pun memiliki mekanisme patroli yang dilakukan khalifah atau wakilnya untuk melihat penduduknya dari rumah ke rumah agar mampu memastikan bahwa tiap-tiap orang dari penduduknya telah terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Kegiatan patroli setiap hari ini pun pernah dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab ra. untuk memastikan penduduknya bisa tidur nyenyak karena kenyang atau tidak.
Dengan demikian, penyelesaian kemiskinan dalam sistem Islam adalah kerja serius para pemimpin sebagai bentuk tanggung jawab kepada rakyat. Sebab, tanggung jawab pemimpin terhadap rakyat bersifat orang per orang. Di akhirat nanti, seorang pemimpin akan ditanya tentang pengurusan rakyatnya satu per satu. Maka dari itu, penyelesaian kemiskinan bukan ajang pencitraan untuk berkuasa. Islam juga mempunyai standar pemenuhan kebutuhan, yaitu standar umum suatu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Konsep tanggung jawab kepemimpinan seperti ini hanya ada di dalam Islam. Sebab, konsep tanggung jawab tersebut muncul dari akidah Islam yang dimiliki seorang pemimpin, hingga mewujudkan kesadaran akan hubungan dirinya dengan Allah. Maka, inilah yang membuat para pemimpin bertanggung jawab penuh terhadap masing-masing rakyat yang dipimpinnya.
Oleh: Fitriyani Hairun (Aktivis Muslimah)